3. Mimpi Kecil Seorang Aji

1.6K 165 32
                                    

Note : Cerita ini menggandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca.
Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.

.

Enjoy and Happy Reading.
_

“Kamu yang pengecut! Mentang-mentang kaya, seenaknya sendiri hina-hina kakak aku?! Gak berhak ya sat! manusia beban kayak kamu gak berhak hina Aa' Hanif!” Aji memukul keras pemuda dihadapannya, pemuda dengan pakaian rapi bersih, berbanding dengan seragam Aji yang lusuh menguning.

Beberapa tahun sudah berlalu, sosok-sosok kecil yang kuat sebelum dewasa kini sudah benar-benar memasuki fase menuju dewasa. Mereka tumbuh menjadi remaja kuat yang tak mudah tumbang hanya perihal cobaan-cobaan kecil, tumbuh menjadi manusia yang tak mudah mengeluh.

“Iye, kakakmu itu lulusan terbaik tahun lalu, tapi miskin njir, mending goblok tapi kaya kayak Rendi,” ucap salah satu ‘pengikut’ Rendi, nama teman sekelas yang suka sekali mengganggunya.

“Eh asu! Lo ngatain gue goblok?!” bocah yang masih diam tersungkur itu dibantu berdiri oleh ‘pengikut’nya yang lain, ah, biar ku kenalkan terlebih dahulu, ini adalah geng pembully di sekolah Aji dan Chandra yang kini sudah menduduki kelas akhir SMA.

Ada satu anak orang kaya, dia Rendi Danuarta, manja, sombong, dan kurang pintar. Memiliki teman yang ia sebut sebagai ‘pengikut’ yang suka sekali dengan uangnya, namanya Rio dan Dedi.

“Fakta bos, kan Aji jauh lebih jago daripada lo, apalagi kakaknya dia, Kak Hanif kan lulusan terbaik sekolah ini” ucap Rio santai, seolah-olah ucapannya adalah hal yang biasa saja, ya memang biasa saja jika ia ucapkan pada orang lain, namun ini Rendi, ‘bos’ yang biasa meminta ia dan Dedi untuk membully murid lain, atau terkadang memberinya uang saku lebih.

“Temen kamu aja tau! Lain kali ngaca, awas aja sampe kalian berani hina Aa' Hanif atau saudara aku yang lain, awas aja! Mampus kalian sama aku!”

“AJI!”

Teriakan Candra terdengar keras disana. Membuat raut wajah Aji yang tadinya garang menjadi sedikit melembut, ia tersenyum tipis pada saudara keenamnya, “Eh, Candra, ngapain? Nyariin aku kah?”

“Kagak, nyariin setan! Ya iyalah kamu. Ngapain sih disini? Berantem lagi ya?! Aku aduin Mas, Abang, sama Aa' ya!” Candra mengomel dengan pundak yang dirangkum oleh Aji, saudaranya terlihat membujuk ia agar tutup mulut.

“Aku beliin apa aja deh, tapi jangan lebih dari 10 ribu ya, yok, pulang aja yok, nego sambil jalan aja” Aji sedikit mendorong pundak Candra, mengajaknya pergi dari hadapan tiga orang yang masih memandangi mereka.

“Sialan Aji, gue gak pernah mau benci lo kalau gue ga ngerasa iri sama persaudaraan kalian!”

...

“Maaf ya dek” Malik mengucap maaf pada Hanif juga Jendral yang ada lumayan jauh didepannya. Mereka bertiga kini berjalan dari arah hutan dekat desa mereka tinggal. Masing-masing mengangkat seikat besar ranting-ranting pohon kecil untuk dibawa kepada Pak Mamat, juragan kayu tempat mereka bekerja.

Pak Mamat adalah pemilik tempat pengolahan kayu-kayu ranting ini menjadi kayu-kayu bakar modern ekonomis yang siap jual di kota. Beruntungnya tetangga mereka ini merasa mau dan mampu membantu Malik dan adik-adiknya, sehingga kita mereka bertiga bekerja disana, walaupun gaji tak banyak, setidaknya mereka tidak takut kelaparan dan tidak takut pada biaya sekolah kedua adik mereka.

How He Died?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang