🍪Tahanan🍪

214 36 2
                                    

Tubuhnya tergolek-golek, berbaring dari kiri ke kanan. Belum ada sekian menit berlalu, kemudian berpindah lagi dari kanan ke kiri. Ujung-ujungnya posisi telentang yang menjadi pilihan akhir sekarang. Sepasang kelopak putihnya enggan terpejam rapat, pemandangan plafon kamar yang menjadi sasaran netra kelabunya. Jari telunjuk kanannya bergerak mengikuti alunan detik waktu yang berjalan. Dari jam sepuluh hingga jam 1 dini hari, ia dilanda gelisah hingga tak bisa terlelap dengan nyaman. Air difuser yang menyemprotkan aroma kayu manis dan vanila per 30 detik sekali, mengingatkannya terus dengan si pemilik apartemen ini.

Penjara yang ada di apartemen Naruto, tiga ribu enam ratus derajat tentu berbeda dengan penjara sesungguhnya. Jika penjara sungguhan yang ada di kantor polisi, tidak akan senyaman dan sebersih ini. Hinata ditempatkan di kamar tamu yang posisinya berada tepat di bawah tangga. Hukuman Hinata ialah memasak 3x dalam sehari untuk Naruto, dengan menu yang berbeda di setiap waktu. Bahan makanannya semua sudah tersedia. Mulai dari bahan kering hingga basah untuk beberapa hari ke depan. Tak hanya itu, ia juga dituntut untuk mengingat beragam perkakas dari ujung ke ujung kabinet, atas hingga ke bawah. Isi kulkas empat pintu Naruto pun tak luput dari pantauan. Ditambah pula dengan Hinata harus membersihkan area dapurnya hingga granitnya benar-benar bersih dan mengkilat setelah aktifitas memasak. Huuffttt! Hanya dipikirkan saja begitu melelahkan, apalagi jika dilakukan?

Pantat Hinata terduduk paksa di tepi kasur queen size beralaskan sprei berwarna soft blue milik apartemen Naruto Uzumaki. Memikirkan beberapa hal yang ada di apartemen ini membuat ia stres sendiri. Kebetulan, pulau tengah Hinata sudah sibuk minta diisi. Jam 1 dini hari, apa yang ingin ia santap di apartemen orang lain ?Jika di apartemennya sendiri ia akan bebas membuka kulkas dan menyantap isinya, bisa jadi cake atau buah sebagai pilihan. Sekarang?

Kaki-kakinya mulai menapak pelan di atas lantai keramik hitam tanpa alas. Tangannya terjulur untuk mengusap-usap bagian tengah tubuhnya dan mendesah panjang. 

"Hmmm boleh tidak ya jika aku ... memakan sedikit apa yang ada di kulkas Naruto? Lapar,"keluhnya, setelah membuka pintu kamar. Di sejauh penglihatannya, ia tersentak karena rupanya lampu di kitchen counter masih menyala. Ada sosok menjulang yang sedang berdiri membelakangi, bagian pantatnya bersandar pada meja bar.

"Nah, kebetulan sekali!" Hinata berlari-lari kecil menghampiri Naruto yang ada di kitchen counter. Ketika berbalik dan saling berhadapan, ia sedikit terkejut mendapati Naruto sedang menenggak sampai habis, minuman berisi cairan kekuningan dari sebuah gelas kristal. Hinata melirik ke atas meja, yang mana terdapat sebuah botol -yang Hinata tahu- berisi minuman beralkohol dan sebuah jar yang terbuat dari kaca berisi air putih. Netra-nya kembali tertuju pada Naruto. Hinata tak peduli dan tak mau tahu juga kenapa pria ini tiba-tiba terbangun dan minum. Isi dalam perut Hinata jauh lebih penting dari apapun.

Naruto berdehem ketika menurunkan gelasnya dan beradu tatap dengan Hinata,"Belum tidur?"

Hinata terperanjat, ketika mendengar perubahan Naruto. Nada bicaranya cenderung normal sebagai pria yang sedang bertanya pada seorang gadis. Sorot matanya juga lebih lunak, tak setegas dan setajam biasanya.

Kepala Hinata menggeleng,"Kebetulan ... saya lapar,"cicitnya.

"Jam segini?" Alis Naruto terangkat sebelah, keheranan.

Kepala Hinata mengangguk cepat, melihat Naruto mode begini. Hinata mulai berani untuk mendekat, meminta izin. Ia berdiri hanya berjarak tiga langkah dari Naruto berada.

"Boleh tidak kalau saya ... Uhm menyantap buah atau cemilan apapun ... yang ada di .. dalam kulkas kamu?" Hinata bertanya, bibirnya spontan terulas senyum sungkan sekaligus canggung. Telunjuk kanannya bergerak-gerak dan sepasang netra kelabunya tertuju pada kulkas empat pintu yang ada, tak jauh dari balik punggung Naruto. 

Foodie, Tasty, HoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang