🍕 Salting 🍕

208 38 6
                                    

Masak dan maksa, berasal dari huruf yang sama. Hanya saja, tersusun berbeda dan memiliki makna yang beda pula. Tapi, kedua kata itu ada pada diri Naruto. Beberapa hari, menjelang hari Sabtu, si pemilik rambut blonde terus meneror Hinata, melalui pesan aplikasi whatsapp. Dengan nama Mr. Chef yang disematkan oleh Naruto pada ponsel Hinata kemarin.

"Jangan lupa hari Sabtu jam 7 malam!"

Hinata menggeleng-gelengkan kepala, 3x dalam sehari Naruto selalu mengirim pesan yang sama sebagai pengingat. Dan itu berupa kalimat perintah, bukan kalimat manis yang lebih sopan, seperti..

"Maukah kamu menemani saya datang ke pesta pernikahan mantan pacar saya?"

Atau,

"Tolong, temani saya ke pesta pernikahan mantan saya, Sabtu besok pukul 7 malam."

Yang Hinata harapkan dari insiden yang dibuat Habbanero Resto seharusnya adalah cukup pengakuan dan permohonan maaf secara baik-baik saja. Misal,

"Maaf atas kesalahan kami dan jamuan makan siang ini adalah untuk menebus kesalahan kami waktu itu."

Atau,

"Maafkan saya, waktu itu saya memang tidak fokus dengan pesanan kamu. Makanya, saya mengajak kamu kemari untuk menikmati suguhan yang saya berikan. Saya harap, bisa menebus semua kekecewaan kamu terhadap makanan yang saya buat tempo hari."

Wajah tampan dengan senyum sopan, penuturan penuh sesal dan tulus itu yang menjadi harapan Hinata. Tapi, yang didapat hanya susunan kalimat berupa perintah, ancaman dan seruan yang sangat-sangat tidak mengademkan sepasang rungunya. Belum lagi wajah tampannya yang mengetat, tanpa ulasan senyum sedikitpun.

Sebenarnya, ia tidak peduli dan sama sekali tak berminat untuk mengikuti permainan yang Naruto tawarkan. Ya, untuk apa juga, apa yang terjadi antara Naruto dan kekasihnya bukan urusan dia. Dan Hinata tak ingin terlibat dalam lingkaran hubungan mereka. Naruto juga kerap kali menelpon, tapi Hinata tak pernah mengangkatnya sama sekali. Karena tidak diangkat, Naruto pun mengirim chat dengan isi.

"Kenapa tidak diangkat!"

Bukan kalimat bernada pertanyaan yang diketik, tapi berupa perintah. Lagi-lagi perintah. Hinata terus-terusan memutar bola matanya jika mendapat pesan seperti itu. Ia enggan untuk menanggapi. Siapa juga yang mau dengan pria tampan yang galak dan memandangnya dengan sorot mata tajam, bukan dengan sorot mata yang lembut dan saling menginginkan? Eeaaaa..

Walau ia seorang chef profesional, sering menghidangkan makanan berkelas dan lezat, Hinata benar-benar tak tertarik untuk menjalin hubungan lebih dalam dengan pria ini. Walau mendekati kiamat dan tidak ada pilihan pria lain di dunia ini untuk diajak hidup bersama selain dia, maka lebih baik dia memilih sendiri saja. Memiliki pacar yang galak hanya akan menguras emosi, karena ia akan dibuat gondok sendiri, sebal dan kesal sepanjang waktu. Hinata tak bisa membayangkan bagaimana hari-hari ke depannya bersama pria ini.

Telunjuk kanan Hinata terulur untuk menggaruk pelipisnya yang tak gatal sama sekali. Belum memulai hubungan saja, pikirannya sudah melayang entah sampai mana

"Eh kok malah sampai memikirkan masa depan sih? Iihhhh, kalau dengan dia, aku ogah!"decihnya gemas.

Hinata menghempas ponselnya di atas kasur saat menatap pesan yang sama setiap ia membuka notifikasi yang masuk. Bahkan, teror ajakan itu tak hanya menyambangi pesan pribadi via aplikasi whatsapp-nya tapi juga akun YT dan Ig foodie_honey. Huft! Benar-benar bikin pusing.

Jeng jeng jeng...
Dan tiba waktunya...

"Saya akan menjemput kamu pukul 18.30. Kalau dandan, jangan lama-lama!"

Foodie, Tasty, HoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang