❛❛She has a wild heart and a loyal soul. A good woman.❞
────
"Aku mulai tidak sabar dengan semua ini," Zade menggerutu sambil menendang tubuh pria yang tergeletak di bawahnya agar tidak menghalangi jalan.
"Aku bisa melihatnya," Sev membalas sambil menahan tawanya yang membuat Zade makin kesal.
Adiknya itu memang adalah seseorang yang selalu melihat air dalam gelas sebagai setengah penuh dari pada setengah kosong. Terlalu positif dan ceria. Tidak pernah muram. Selalu ada senyuman di wajahnya yang berlesung pipi dan kilauan keusilan di mata hijau itu. Hal yang membuat Zade kadang-kadang merasa sebal.
"Aku sudah memerintahkan orangku untuk menyusup ke kampus-kampus," Stone menimpali. "Semua mengatakan bahwa mereka mendapatkan obat mereka dari Jeremy Kim. Sayang, tidak ada satupun orang yang tau dari mana pria itu mendapatkan pasokan barangnya."
Stone terlihat sama kesalnya dengan Zade. Diakui Zade, ia memang lebih dekat dengan Stone dari pada Sev. Mungkin karena sifat dan temperamen mereka yang lebih mirip dibanding Sev, Zade lebih sering mencari sepupunya ketika memerlukan sesuatu.
Benar kekasaran Stone sekarang sedikit lebih terpoles sejak pria itu menikahi May, tapi semua orang tahu untuk tidak meremehkan Stone. Dalam kondisi yang tepat, pria itu masih sama sadisnya dengan dulu.
Zade mendengkus mendengar nama itu.
"Jeremy Kim," Zade menggumam. "Aku benci ketika orang menyepelekanku."
Stone mengamati pria yang baru saja digorok oleh Zade. Kepala pria itu terlihat hampir terlepas dari leher saking dalamnya goresan Zade.
Zade mengelap belati yang baru digunakannya dengan sapu tangan. Ia memang lebih nyaman menggunakan belati daripada pistol. Katakan saja ia kuno dan old school, tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan semburan darah musuhmu ketika kau menjalankan belatimu ke leher mereka.
Zade selalu melihat ke dalam mata orang yang dibunuhnya. Percikan terakhir ketika mereka sadar bahwa ajal menjemput sebelum kemudian meredup menjadi kebekuan yang abadi. Priceless. Tidak ada duanya.
Diakui Zade, mungkin ia menikmati semua ini lebih dari seharusnya. Katakan ia psikopat atau pembunuh berdarah dingin, ia menerima bagian gelap dari dirinya dan merangkulnya dalam dekapan.
Bukankah itu yang dikatakan oleh orang-orang sebagai kunci untuk mendapatkan kebahagiaan? Menerima dirinya sendiri apa adanya?
Jadi itulah yang ia lakukan. Ia menerima dirinya sendiri, semua kesempurnaan dan ketidaksempurnaan yang ia miliki.
Sev melihat wajah Zade yang tanpa sadar tersenyum dan mengangkat alisnya yang tebal.
"Kadang aku mengira kau mungkin sudah tidak waras, brother," Sev menggumam. "Tersenyum sendiri setelah menggorok leher seseorang hingga hampir putus?"
Zade mengedikkan bahunya dan memberi adiknya itu sebuah cengiran.
"Mungkin kau benar, brother," Zade membalas dengan nada ringan. "Mungkin aku memang sudah tidak waras."
Stone tergelak. "Ia hanya butuh seorang wanita baik-baik untuk menyeimbangi ketidakwarasannya. Wanita yang layak untuk dijadikan seorang istri."
"Hah," Sev ikut tertawa sekarang. "Zade? Dengan seorang istri? Yang benar saja Stone. Bagaimana kau tahu ia tidak akan membunuh istrinya?"
"Pernahkah aku membunuh seorang wanita?" Zade bertanya cepat dengan suara tersinggung.
Sev menoleh menatap kakaknya dengan alis terangkat. "Apakah kau serius? Kau melakukannya berkali-kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow [TAMAT]
RomanceBuku #2 dari serian Black 1821 || FULL ADA DI KARYAKARSA|| Link di profil|| PSYCHO MAFIA LOVE STORY Namanya Shadow Black, tapi semua orang memanggilnya Zade. Kawan segan padanya dan musuh menakutinya. Mengapa? Karena ia adalah pria yang berbahaya...