[ Lilac's pov ]
Posisi jatuh yang sangat tidak elit. Sangat memalukan juga. Salahkan Red yang menarik lenganku hingga membuat kami berdua terjatuh. Apa kepalanya baik-baik saja? Tidak membentur lantai keramik, kan?
Bisa kurasakan detak jantung Red yang berdebar sebab kepalaku berada di atas dada kirinya. Ah, lebih tepatnya telinga kananku yang menempel pada dada kiri Red. Ini lebih dari mengejutkan. Terlebih lagi bisa mendengar detak jantung orang lain.
Adapun hidungku seperti mencium bau yang familiar. Parfum vanila? Aku mengendus dan mencium seragam Red sebentar. Tunggu, jangan bilang-
"Untung saja kepalaku tidak terbentur lantai. Argh, sakit sekali punggungku. Hei, Lilac, kau betah sekali mencium seragamku. Memangnya masih wangi?"
Aku mendongak. Rupanya Red mengangkat kepalanya sedikit. Ugh, itu pasti membuat lehernya sakit dan dia melihat kelakuanku yang memalukan ini. Sepertinya urat maluku sudah hilang sampai-sampai nekat melakukan hal demikian.
"Maaf, Red." Itulah kata-kata yang bisa kukeluarkan saat ini. Dengan canggung aku menyingkir dari atas tubuh Red.
Entah semesta sedang marah padaku atau tidak merestui perbuatanku yang mencari buku penghilang kutukan. Hari ini benar-benar sungguh penuh dengan warna. Ketika aku sedang mencoba bangkit, seorang guru memergoki kami. Sebenarnya ini termasuk dalam kecelakaan tidak sengaja, tetapi guru tersebut tidak mau mendengarkan penjelasan kami dan malah menuduh kami berbuat yang tidak-tidak.
"Oh, begitu? Lalu apa yang kalian lakukan di sini, hah! Di depan gudang sekolah, lorong yang jarang sekali para murid berkeliaran. Malulah sedikit. Sudah melakukan hal yang tidak senonoh, kalian pun mencoba mengelak. Ditambah lagi kalian tidak masuk ke dalam kelas padahal waktu istirahat telah habis." Guru tersebut yang bernama Pak Turquoise berkacak pinggang. "Bapak tidak bisa membiarkan hal ini, kalian harus dibawa ke ruang BK."
Bagai disambar petir di siang bolong, murid teladan sepertiku yang biasa disiplin mematuhi peraturan sekolah masuk ke ruang BK hanya karena kesalahpahaman. Berita buruk untukku dan pastinya ayah. Tidak bisa dibiarkan. Ini harus diluruskan!
"Saya mohon maaf sekali lagi, tapi Bapak memang salah paham. Saya di si-"
"Bapak tidak mau tahu, Lilac. Jelaskan saja di ruang BK. Kau ini sudah diberi keringanan malah berbuat hal tidak senonoh dengan Red, murid paling nakal di sekolah ini. Ayo, kalian harus ikut Bapak ke ruang BK." Pak Turquoise berbalik badan melangkah pergi.
Aku tentu saja mengikuti beliau masih sambil memohon. Jawaban Pak Turquoise tetap sama. Sedangkan Red berjalan santai di belakang beliau seolah tidak punya rasa bersalah. Padahal ini semua gara-gara Red!
Argh! Meski aku juga salah, Red yang menjadi pemicunya. Lihatlah gayanya, ingin sekali kulempar dia ke jurang. Kenapa, sih aku harus bertemu dengan Red? Dan kenapa pula dia seperti seseorang sewaktu kami dikejar oleh orang yang seharusnya mengejarnya di hutan waktu itu?
Aku memang tidak melihat bagaimana rupa lelaki itu. Hanya saja bau vanila itu seperti sama seperti yang awalnya kupikir berasal dari orang yang mengejar lelaki tersebut. Ah, mungkin aku salah orang. Parfum vanila tidak hanya dipakai oleh Red.
Bersyukurnya aku karena koridor sekolah sepi. Semua sudah masuk ke dalam kelas masing-masing. Namanya juga orang, kalau tidak punya rasa penasaran tidaklah seru. Masih ada yang menyadari kami berjalan di koridor sekolah dan mengintip lewat jendela kelas.
Benar, ini sangat memalukan. Lebih parah ketimbang dibicarakan oleh orang banyak di belakangku terkait kutukan. Ya, mendapat kutukan di keluargaku dan cemooh tentang itu sudah menjadi makan sehari-hari sejak kecil. Itulah mengapa aku tidak terlalu mempermasalahkannya.
Tiba di ruang BK, Pak Turquoise langsung menjelaskan kepada Bu Lavender selaku guru BK dengan lengkap tanpa diedit sesuai penglihatan beliau. Mulutku terasa gatal sekali ingin menyela, tetapi melihat Red yang berada di sampingku ini diam jadinya pasrah saja. Bu Lavender tampak terkejut setelah mendengar penjelasan dari Pak Turquoise. Beliau menatapku sambil geleng-geleng kepala.
"Lilac, Red, silakan duduk di sini." Bu Lavender menunjuk kursi yang berada di depan meja dengan kelima jarinya. Pak Turquoise pun izin pamit dan melanjutkan patroli lagi.
Aku dan Red duduk dengan canggung. Ralat, hanya aku yang canggung. Kemudian Bu Lavender bertanya kepada kami, apa yang terjadi apakah benar. Tentu saja aku menjelaskannya dengan lengkap tujuanku berada di gudang.
Tidak apalah berkata jujur. Itu lebih baik daripada berbohong dan mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatan. Lagi pula si Red kenapa dari tadi diam terus? Dia ada masalah apa? Bukannya sudah terbiasa masuk ke ruang BK.
Bu Lavender menghela napas panjang. Memijit keningnya. Lantas beralih pandang ke Red untuk meminta penjelasan dari lelaki itu juga. Red hanya memberitahu secara garis besarnya saja dan itu menjengkelkan.
Untuk beberapa saat aku mencoba mendapat keberuntunganku. Barangkali Bu Lavender bisa diajak kerja sama. Maksudnya tidak membebani hukuman berat pada kamu. Saksinya bahkan cuma satu.
"Sebenarnya saya mau memberi kalian skors, tapi sepertinya berlebihan. Jadi, saya kasih kalian hukuman berupa membersihkan toilet laki-laki dan perempuan selama tiga hari setelah pulang sekolah." Bu Lavender mengetuk bolpoinnya di atas meja sembari tersenyum tipis.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
LILAC [On Going]
Teen FictionBlurb: Tidak ada yang mau berteman dengan Lilac karena kutukan itu. Sebuah kutukan turun-temurun dari keluarganya. Kutukan yang tidak bisa dihapus ataupun dihilangkan. Sampai membuat Lilac selalu jadi perbincangan di sekolahnya. Jangan tanya bagaima...