[ Lilac's pov ]
Sudah jam berapa ya ini? Aku mengantuk sekali. Sampai sungkan buat menguap. Beberapa kali menguap harus ke samping biar tidak ketahuan Grey. Apalagi sekarang ditambah Red yang tiba-tiba datang.
Kami bertiga telah selesai menonton pertunjukan, meski tidak melihatnya sampai habis. Grey ingin naik bianglala yang terletak tidak jauh dari panggung pertunjukan barusan. Baiklah, aku menurutinya. Sudah diajak pergi ke pasar malam dan ditraktir makanan tadi, jadi tidak enak untuk menolak.
Aku merogoh uang di saku jaket. Astaga, ternyata aku hanya membawa uang sedikit. Mana ini pas sekali dengan membayar masuk bianglala. Habis sudah uangku.
Aku menyodorkan uang ke Grey sambil tersenyum tipis. Kami menunggu sebentar sampai bianglala berhenti. Begitu bianglala dihentikan, kami bertiga naik. Aku duduk sendiri, sementara Grey dan Red duduk bersebelahan, tetapi saling menjaga jarak.
Tatkala bianglala mulai bergerak, Grey berseru heboh seperti anak kecil. Aku tertawa melihatnya. Lalu ikut bersorak bersamanya dan bertos ria. Red menolak diajak bertos ria. Dia malah memutar bola matanya.
"Seru bukan?" Grey bertanya saat bagian kami berada di atas. "Lihat, Lilac! Pemandangan dari sini bagus sekali."
Aku mengikuti jari telunjuk Grey yang menunjuk pasar malam di sepanjang jalanan. Aku mengangguk menyetujui. Lantas memandang ke sisi lain. Kemudian ke langit malam yang bertabur bintang.
Indah sekali. Terima kasih untuk Grey yang telah mengajakku pergi. Ini pertama kalinya aku memiliki teman. Rasanya menyenangkan. Namun, tetap saja aku masih merasa sungkan.
Mataku yang tadi terbuka lebar kembali sayup. Pasti ini sudah larut malam. Ayah sudah pulang belum ya? Aku jadi khawatir jika ayah mencariku. Sebab aku tadi meninggalkan ponsel di kamar.
Tidak apalah, sebentar lagi bakal pulang kok. Aku harus berani mengungkapkannya kepada Grey. Jika tidak, kita bisa dimarahi oleh ayah. Ini bukan kesalahan Grey, jadi aku tidak boleh membuatnya kena marah ayah.
Beberapa saat kemudian, waktunya kami naik bianglala telah habis. Aku menguap begitu menginjak tanah. Ah, ya ampun mana lebar sekali.
"Kau sudah mengantuk Lilac? Kalau begitu kita pulang sekarang, ya." Grey mendadak menggenggam tangan kananku. Aku melongo menatap Grey yang bersikap lembut.
"Ehem! Kau jahat sekali melupakanku, Grey." Red melepas paksa genggaman tangan kami. Dia saat ini berada di antara Grey dan aku. Red melepas tudungnya sembari tersenyum lebar.
Kami bertiga melangkah menuju tempat parkir sepeda motor. Kami tidak bisa berjalan berjejeran karena sedikit berdesakan dengan orang-orang. Jadi, Grey berada di depan, aku di tengah, dan Red di belakangku. Terlihat sekali kalau aku seperti anak kecil yang dijaga oleh orang dewasa.
Aku berjalan sembari menunduk melihat kedua kaki Grey agar tidak terjatuh sewaktu-waktu Grey berhenti mendadak. Seperti sekarang ini. Untung saja aku bisa mengerem langkah kakiku. Sebelum aku mendongak, orang di belakangku menabrakku.
Kurasakan lengan seseorang melingkar di perutku. Menahan badanku supaya tidak terdorong ke depan. Aku menengok ke belakang, lalu mendongak. Red menundukkan kepalanya.
"Aku sudah berhenti, tapi orang lain malah mendorongku," ucapnya seolah tidak mau disalahkan.
Aku menahan kedutan di bibir. Siapa juga yang mau menyalahkan dirinya. Kau tenang saja, Red. Jika kau bersikap tidak kasar seperti dulu, aku pasti bersikap baik padamu.
"Iya-iya. Sekali lagi terima kasih, Red. Bisakah kau melepaskan tanganmu?"
Red sontak melepaskan tangannya dari perutku. Aku kembali menghadap depan. Tetapi sosok Grey sudah tidak ada. Di depanku malah dilalui orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILAC [On Going]
Teen FictionBlurb: Tidak ada yang mau berteman dengan Lilac karena kutukan itu. Sebuah kutukan turun-temurun dari keluarganya. Kutukan yang tidak bisa dihapus ataupun dihilangkan. Sampai membuat Lilac selalu jadi perbincangan di sekolahnya. Jangan tanya bagaima...