Move On - Bab 1

282 43 18
                                    

Happy Reading!!!

***

Jika biasanya Nathael akan pulang ke apartemen, malam ini pria itu memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Tidak mempermasalahkan keberadaan Mutiara yang sekembalinya dari rumah sakit sehabis melahirkan ada di rumah itu juga atas permintaan orang tua. Katanya biar ada yang membantu mengurus bayinya. Nathael tidak mungkin terus-terusan menghindar. Lagi pula kepulangannya kali ini karena ia memiliki kabar yang harus dirinya bagi pada keluarganya.

Nathael yakin kabar yang akan dirinya sampaikan pasti mengejutkan semua orang. Dan jujur saja Nathael sudah tak sabar melihat ekspesi keluarganya. Mereka pasti syok. Namun untuk tanggapannya Nathael tidak berani menabak-nebak. Ia takut terlalu berharap. Atau bahkan bisa saja ia kecewa karena respons yang didapatkannya tidak sesuai dengan yang ia harakan.

Ah, tapi memangnya apa yang bisa Nathael harapkan? Kecemburuan Mutiara? Ck, jangan mimpi! Hati perempuan itu tidak pernah sedikitpun ada untuknya. Jadi, buang jauh-jauh pemikiran itu.

Sekarang yang harus Nathael lakukan adalah melupakan. Melupakan semua rasa yang dirinya punya untuk sosok yang telah menjadi kakak iparnya, dan mulai membuka hati untuk wanita yang akan menjadi istrinya.

Agni.

Perempuan itu setuju untuk menikah dengannya. Dan dua bulan adalah waktu yang Nathael punya. Itu membuatnya tidak memiliki banyak waktu untuk menunda mengabari keluarganya. Di tambah lagi tadi Nathael juga sudah bicara pada Agni bahwa minggu depan ia akan datang membawa orang tuanya.

Alasan itulah yang membawanya pulang ke rumah. Nathael ingin meminta anggota keluarganya untuk penyiapkan semua keperluan lamarannya nanti. Tapi sepertinya Nathael harus menunda hingga besok pagi, karena sekarang keadaan rumah sudah sepi. Penghuni rumah pasti sudah masuk ke kamarnya masing-masing mengingat jam memang sudah menunjuk di angka tengah malam. Banyak hal yang harus dirinya dan Agni bahas, itu yang membuatnya terlambat pulang.

Melangkahkan kaki menuju kamarnya yang ada di lantai dua, Nathael kemudian mendengar suara tangis bayi tepat di depan pintu kamar kembarannya. Rasanya menyenangkan, tapi juga menyesakan mengingat bayi yang menangis itu adalah anak sang kembaran dari wanita yang dicintainya.

Keponakan.

Itulah sebutannya.

Tapi ya sudahlah. Kenyataan memang harus tetap diterima walau menyakitkan.

Iya ‘kan?

Mengabaikan suara tangisan itu, Nathael kemudian masuk ke dalam kamarnya yang tetap rapi dan bersih meski sudah lama tidak ia tempati, lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang dan merongoh ponsel di saku celanannya, memainkannya sebentar, kemudian sebuah pesan dikirimkannya kepada Agni.

Hanya sekadar ucapan selamat malam, sebagai awal mereka menjalin hubungan.

Nathael tidak mengharapkan balasan. Pesannya ia tujukan untuk meyakinkan Agni akan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Juga menunjukan keseriusannya mengajak perempuan itu menikah. Siapa tahu ‘kan Agni menganggap yang tadi hanya mimpi atau bahkan ilusi.

Nathael tak lupa bagaimana keterkejutan itu nampak di wajah Agni. Tapi jujur saja, ia sendiri pun terkejut dengan keputusannya. Namun setelah sadar pun tidak membuatnya merutuki diri. Nathael merasa bahwa keputusannya benar.

Dan pagi ini, Nathael bangun dalam keadaan siap. Siap mengejutkan keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan. Menikmati sarapan yang terhidang.

“Pa, Ma, aku mau nikah,”

Dan kalimatnya itu berhasil membuat penghuni meja makan tersedak, lalu delikan segera tertuju ke arahnya. Namun Nathael tidak menghiraukannya, memilih untuk mengambil duduk di salah satu kursi yang masih kosong, di samping sang kembaran. Wajah Nathael tidak sama sekali menunjukkan rasa menyesal. Ia justru mengambil piring dan mengisinya dengan santai. Padahal tatapan orang-orang di meja makan sudah seperti ingin membunuh, namun Nathael seolah tidak terpengaruh.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang