Move On - Bab 2

219 38 3
                                    

Happy Reading!!!

****

Di lain tempat. Agni masih kebingungan untuk bicara pada keluarganya.

Sarapan yang biasanya membuat ia lupa diri, kini tidak sama sekali membuatnya tertarik. Tidak ada selera untuknya makan pagi ini. Hatinya berantakan, sementara pikirannya penuh dengan dua persoalan yang pasti akan mengejutkan keluarganya.

Jika bisa, Agni ingin menunda mengabari orang tuanya, tapi waktu yang dimilikinya tidak banyak. Apalagi mengingat keluarganya sudah sibuk mempersiapkan untuk pernikahannya. Mereka bilang agar semuanya sempurna. Dan kala itu Agni setuju. Ia juga menginginkan semuanya sempurna. Sial saja Jaiz menghancurkannya dengan begitu tega.

Kemarin seharusnya mereka membahas mengenai desain undangan, dan konsep untuk prewed. Tapi yang terjadi malah justru pengakuan menyesakkan yang seketika itu juga membuatnya ingin menjadi seorang pembunuh. Sayangnya air mata yang justru dirinya loloskan.

Ck, lemah!

Tapi, memangnya perempuan mana yang tidak akan menangis saat diputuskan? Terlebih ketika pernikahan sudah di depan mata.

Agni kira kisah temannya saja yang menyedihkan, tak menyangka bahwa ia pun akan merasakannya juga.

Ya, meskipun ia masih lebih mending, karena Jaiz tidak meninggalkannya begitu saja di saat ijab kabul akan terlaksana. Ada waktu dua bulan yang masih dirinya punya. Dibatalkan pun nyatanya masih bisa, sebab undangan belum di sebar ke mana-mana.

Tapi tetap saja, rasanya sesak. Apalagi alasan Jaiz membatalkan pernikahan adalah seorang perempuan yang baru dia sadari begitu dia cinta.

Dua tahun hubungannya dengan Jaiz terjalin, tak menyangka akan berakhir di tengah persiapan pernikahannya. Padahal Agni mengira bahwa mereka akan berakhir dengan bahagia dengan cinta yang mereka punya. Tidak tahunya Agni kalah oleh sosok teman kecil yang pria itu punya.

Miris.

Sekarang, apa yang harus Agni katakan pada orang tuanya?

Sejak awal mereka lah yang paling bahagia ketika akhirnya ia dan Jaiz memutuskan untuk menikah, mengingat memang itu yang orang tuanya inginkan sejak bertahun-tahun lalu. Sejak sebelum ia mengenal Jaiz, bahkan sejak pasangan saja ia tak punya. Agni tidak dapat membayangkan akan sesedih apa orang tuanya begitu ia beri tahu bahwa pernikahannya dengan Jaiz batal.

Tanpa sadar Agni menghela napasnya berat. Dan itu terdengar oleh orang tuanya. Membuat mereka menoleh, dan menatap Agni dengan sebelah alis terangkat.

“Agni, kamu kenapa?” tanya itu diberikan ibunya saat menyadari putrinya terlihat tidak baik-baik saja. “Apa kamu sakit?” tanyanya lagi melihat wajah pucat putrinya.

Agni menggeleng cepat-cepat, lalu memaksakan senyum, tidak ingin membuat ibunya khawatir. “Aku baik-baik aja, Ma.”

“Terus kenapa makanannya cuma di aduk-aduk aja?” tunjuknya pada piring di depan Agni. Dan Agni meringis melihat ibunya benar. Tanpa sadar ia hanya memainkan sendok dan garpunya hingga membuat nasi beserta lauk di piringnya tidak beraturan.

“Maaf, Ma. Aku lagi gak selera makan.”

“Tumben?” kali ini ayahnya lah yang bersuara. “Kamu sedang ada masalah?” lanjutnya bertanya. Paruh baya itu sampai menyimpan alat makannya, demi fokus pada Agni yang kini menunduk, terlihat kebingungan untuk membuka suara.

Sejujurnya Agni ingin sekali berbohong, mengatakan bahwa masalahnya hanya seputar pekerjaan, tapi Agni tahu orang tuanya tidak bodoh. Mereka tidak akan percaya jika ia mengatakan pekerjaan sebagai alasannya. Dan lagi, tidak banyak waktu yang dirinya punya untuk menunda kenyataan. Dua bulan itu waktu yang singkat, apalagi satu minggu. Agni tak lupa apa yang semalam Nathael katakan.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang