[Azara POV]
Mataku mulai terbuka perlahan. Pada pandangan pertama, aku melihat bayangan Daddy dan juga Kak Rangga di atasku. Mereka mengukir senyuman lebar dan menatapku. Perlahan, mata ini memperjelas pandangannya walaupun kepala ini terasa berat untuk digerakkan.
"Alhamdulillah, kamu udah bangun, Nak?" ucap Daddy padaku.
"Non, ini diminum dulu ...." Bi Marni memberikan segelas air putih untukku.
Aku pun bangkit dari tempatku dengan dibantu Daddy. Sedikit demi sedikit, aku meneguknya, Terasa sejuk nan lega. Aku seperti tak pernah meminum satu tahun. Dalam sekejap, air segelas yang tadinya penuh dengan cepatnya kuhabiskan.
"Kenapa aku ada di sini?" tanyaku kepada semua orang.
Seingatku, aku sedang bertanding voli di sekolah. Kenapa tiba-tiba, ada di rumah sakit? Siapa yang membawaku ke sini? Apa yang terjadi denganku?
"Kamu pingsan, Nak, asam lambung kamu kambuh jadi harus dilarikan ke rumah sakit," jawab Daddy. Kak Rangga memberikan sepiring nasi dan lauk kepada Daddy. Daddy pun mengambil sesendok lalu menyuapiku.
"Ini jam berapa?" tanyaku sebelum memasukan makanan ke dalam mulutku.
"Ini udah jam tujuh malam," jawan Kak Rangga dengan melihat jam tangannya.
" Hah?! Udah jam tujuh?!" kagetku. Mereka semua menatapku kaget.
"Iya, ini udah jam tujuh malam," sambung Kak Rangga lagi.
"Sudah berapa jam aku pingsan? Aku belum sempat Salat Zuhur dan Asar," ungkapku. Mereka pun membuang napas setelah aku mengucapkannya.
"Kamu pingsan dari pagi, Za, kamu minum obat dulu ya biar sembuh," jawab Daddy. Ia memberikan beberapa kapsul untukku minum. Aku pun menerima lalu meminumnya dengan dibantu Daddy.
"Aku salat dulu ya, Dad, aku belum salat . Aku berusaha bangkit dari tempatku, menuju kamar mandi.
"Kamu udah kuat, Za? Kalau belum kuat, di-qodho' gak papa, kok," cegah Kak Rangga Ia memegang kedua lenganku untuk membantuku berdiri.
"Aku udah nggak papa kok, Kak, ini udah telat!" sahutku.
Aku pun berdiri dari tempatku sambil dituntun Daddy menuju kamar mandi. Untunglah, kamar mandinya ada di dalam, jadi tak perlu jauh-jauh keluar ruangan. Setelah mengambil wudu, aku pun melaksanakan salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Sudah tiga salat yang aku lewatkan. Kutekadkan diriku untuk mendirikan salat lima belas rakaat, walaupun kepalaku masih terasa pusing.
Setelah mendirikan salat, aku kembali ke tempatku semula. Bi Marni sudah membelikan bubur ayam untuk dimakan.
Daddy pun menyuapi dan menasihatiku.
"Nak, kalau punya masalah, jangan dipendam sendiri. Jika kamu marah atau depresi, jangan hukum dirimu sendiri. Kamu sendiri yang akan sakit."Aku hanya terdiam mendengarkan nasihat Daddy dengan aku yang mengunyah makanannya.
Kak Rangga mendekat menghampiriku. "Dek, Kakak minta maaf ya ... gara-gara Kakak, kamu jadi seperti ini. Kakak nggak bermaksud menyakitimu. Kakak nggak tahu, Dek ... Kakak minta maaf. Tolong maafin Kakak." Kak Rangga mencium tangan kananku dengan lembut.
"Kak Rangga nggak salah, dialah penyebabnya!" cetusku. Aku masih membenci orang itu.
Kak Rangga dan Daddy saling menatap.
"Jangan dipikir lagi, Nak, nggak usah diingat kejadian itu. itu, hanya merugikan kamu," kata Daddy mengusap lembut kepalaku.
"Yang lalu, biarlah berlalu, Za, jangan di ingat-ingat terus," tambah Kak Rangga .Aku hanya diam tak merespon. Sulit bagiku untuk melupakan kesalahan orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tak Membencinya [ SEGERA DI TERBITKAN ]
Teen FictionIni adalah kisah seorang gadis cantik yang tidak pernah bertemu ibunya. dari kecil, ia hidup bersama kakak dan ayahnya. Ibunya sudah meninggalkanya di saat ia masih berusia satu tahun. Ia besar tanpa kehadiran seorang ibu. Itu yang membuatnya menjad...