Lelah

0 0 0
                                    

Aku berlari kencang masuk ke rumah. Aku tak bisa menahan tangisanku ini. Segera kuluapkan semua amarahku. Aku tak menyangka jika hari ini adalah hari terburuk yang pernah aku alami. Kejadian tadi membuatku tak berani menatap Daddy.
Sepanjang perjalanan saja aku diam di belakang. Aku tahu harus bagaimana. Tidak ada satu pun keluargaku yang mengerti penderitaanku. Aku butuh sandaran untuk menangis. Aku butuh tempat untuk bercerita. Namun, harus kepada siapa aku menangis? .

"Azara ...."

Ternyata Daddy masih bisa masuk ke dalam kamarku. Aku lupa jika Daddy punya kunci cadangan kamar ini. Ia mendekat ke arahku. Aku memojok dengan memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahku di dalamnya.

Daddy berjongkok di depanku, lalu menatapku sejenak, sebelum berkata, "Azara, Daddy minta maaf. Daddy nggak bermaksud nyalahin kamu, Nak." Tangannya mencoba mengusap kepalaku. Dengan cepat, aku langsung menepis kasar tangan Daddy. Aku mendongak sedikit untuk menatapnya.

"Jika aku adalah anak pembawa sial, kenapa Daddy rawat?!!"

"Apa maksud kamu?! Kamu bukan anak pembawa sial!"

"Terus kenapa tadi wanita itu berkata seperti itu?!!"

***

"Mas Alex?!" panggil Nirwa ke Alex.

"Ada apa ribut ribut di rumah saya?!" Alex mendekati mereka di depan pintu.

"Maaf, jika anak saya membuat keributan di rumah ini. Saya hanya ingin menjemputnya pulang," jawab Andri. Sontak, Azara tak terima dengan tuduhan itu. Bukan ia yang membuat keributan di sini. Ia ingin membantah, tapi ia takut dengan ayah tirinya.

"Siapa yang mengizinkan kamu datang ke rumah ini?" tanya alex kepada Andre.

"Maaf jika saya lancang masuk ke dalam rumah tanpa seizin dari kamu. Tapi, tadi saya mendengar pertengkaran mereka. Jadi, saya langsung masuk ke dalam untuk menghentikan pertengkaran."

"Pertengkaran apa yang kamu buat?" tanya Alex ke istrinya.

"Tidak, Mas, tidak ada pertengkaran apa-apa!" Nirwa masih saja mengelak. Ia terlihat ketakutan dengan tatapan suaminya.

"Terus, kenapa anak kamu menangis?" tanya Alex sembari melirik ke arah Azara.

"Dia tadi sudah berbuat kesalahan, Mas, jadi aku marahin sedikit."

"Aku cuma mau pulang! " ungkap Azara. Ia berani berkata di tengah tengah ketegangan.

"Iya, ayo kita pulang!" Andre langsung menarik tangan kanan anaknya kencang.

"Jangan kasari dia, Mas!!" Nirwa memegang kedua tangan tersebut.

" Lepas!!" Dengan kasar, Azara melepas tangannya dari genggaman ibunya.

"Kamu jangan seperti itu kepada ibumu!!" Andre mulai gregetan dengan sikap Azara ke Nirwa.

"Dia bukan ibuku, Daddy!! Aku tidak mempunyai ibu" Cetus Azara. Sontak, ketiga orang tersebut dibuat kaget dengan ucapan Azara.

" Azara? Kamu kok ngomong gitu, Nak?" nada Nirwa terdengar memelas.

"Aku bukanlah anakmu!! Aku tak sudi menganggapmu sebagai ibuku!!" bentak Azara kepada Nirwa. Lagi-lagi, ucapan Azara menusuk hati ibunya. Sangat sangat sakit.

"Azara!" bentak Andre. Emosinya sudah tidak terkendali lagi. anaknya benar-benar sudah kelewatan batas.

"Aku ibumu, Nak! Aku yang melahirkanmu," ujar Nirwa dengan raut wajah kecewanya.

"Hah? Ibu? Maksudnya Ibu yang sudah meninggalkan anaknya? Ibu yang sudah menelantarkan anaknya? Ibu yang sudah muak ngerawat anaknya?" timpal Azara. Ia memutar bola mata malasnya dan membuang muka ke samping.

Aku Tak Membencinya  [ SEGERA DI TERBITKAN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang