1 minggu sudah berlalu paskah Jennie melahirkan Clief Manobal. Hari ini dia akan pulang ke rumah untuk pemulihan.
Tapi hati Jennie sedang sedih, sudah 1 bulan lebih dia tidak mendengar kabar tentang sahabatnya. Bahkan disaat dia sudah melahirkan, sahabatnya masih belum muncul.
Meskipun dia sangat menyayangkan perbuatan Irene, tetap saja dia tidak bisa berhenti untuk mengkhawatirkan sahabatnya tersebut.
Apakah terjadi sesuatu? Tanya Jennie di tengah lamunannya.
Saat Lisa selesai membereskan administrasi, dia masuk ke dalam ruangan dan mendapati Istrinya tengah melamun. Keningnya mengerut, dia tahu ekspresi itu tertuju pada sesuatu yang sedih. Dia mengambil langkah panjang lalu berdiri tepat di depan Jennie yang belum menyadari kedatangan suaminya.
“Apa yang Nini pikirkan?” Suara lembut yang bertanya menarik focus Jennie ke permukaan.
Jennie tidak menyembunyikan kesedihannya, matanya memerah dan berkaca-kaca membuat Lisa langsung membawanya ke dalam pelukan.
“Apa yang salah Sayang?” Tanya Lisa lagi.
Istrinya ini dilarang untuk bersedih.
“Aku menghubungi Irene tapi tidak ada jawaban. Lili, sudah 1 bulan lebih—bahkan anak kita sudah lahir, rupanya belum kelihatan. Aku sedih karena setiap fase dalam hidupku selalu ada dia.” Jawab Jennie dengan serak.
Lisa mengerti, jadi pelukan semakin erat ke pelukan istrinya. Yang Lisa pikirkan adalah mungkin Irene tidak hadir karena tidak sanggup menahan untuk melihat kasih sayang mereka. Biar bagaimanapun, keduanya sudah tahu bahwa Irene memiliki perasaan yang lebih terhadap Jennie.
“Focus pada penyembuhanmu secara menyeluruh, setelah itu kau bisa pergi ke rumahnya. Tidak perlu sedih Nini, setiap manusia memiliki kepentingannya masing-masing. Mungkin saja dia terlalu sibuk.”
Sekian menit Jennie berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri, dia tahu bahwa Lisa terlalu berhati-hati dalam hiburan kata-kata, Jennie juga memiliki pemikiran yang sama dengan Lisa—dia berpikir kalau Irene tidak pernah hadir karena perasaannya yang diluar nalar normal tidak bisa di atasi lebih jauh lagi. Apalagi mereka tahu bahwa Irene-lah pelaku penculikan, dengan Irene yang melihat Lisa sudah kembali, itu bukti kalau wanita itu pasti terpuruk.
Haaa, cara Jenlisa menghadapi masalah ini agak sedikit lain. Mereka berusaha memiliki hati yang luas dalam hal nemahami. Biar bagaimanapun, Lisa kembali dengan kondisi baik-baik saja, tidak ada yang cacat. Mungkin itu salah satu alasan bagi Jenlisa untuk memahaminya dengan baik.
“Semuanya sudah beres. Kita bisa pulang sekarang?” Tanya Lisa.
Jennie hanya mengangguk tanpa kata, Lisa pun melepaskan pelukan mereka dan menunduk mencium bibir istrinya dengan lembut. Ciuman itu membuat Jennie merasa tenang.
Ciuman Lisa memang obat terbaik di atas segala obat terbaik.
_____
Jenlisa tidak pulang ke mansion Kim, mereka langsung kembali ke rumah mereka.
Begitu mereka masuk pintu, serangkaian selamat hampir memecahkan gendang telinga mereka.
“Welcome Home Baby Clief…” seru Clara dengan keras.
Mungkin karena suara itu terlalu besar, sang bayi tampan yang tadinya tertidur nyenyak langsung terkejut dan menangis keras. Bukannya panik, semua orang disana tertawa menutupi suara tangisan bayi Manobal tersebut.
Baik Jennie maupun Lisa juga ikut tertawa. Bayi yang malang!!!
Hanya ada satu orang yang tidak ikut bergabung dengan tawa itu, orang tersebut berdiri dengan kaku karena perasaan malu. Orang itu adalah Kim Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bitch (JENLISA)
ФэнтезиWARNING 21+++++. . . . -Cintaku semanis Madu, seputih Salju, Selembut Lenan Halus. Dan semua itu hanya milik satu Nama: Lalisa Manobal.- Jennie Ruby Jane.