Hari-hari tak terasa, terus berganti menjadikanku semakin terbiasa menjalaninya bersama dengan Boruto, ya ia lebih suka aku memanggilnya tanpa embel-embel tuan. Meskipun bagiku kurang sopan untuk lelaki seusianya. Aku sudah akrab dengan rutinitasku sehari-hari. bangun pagi, memasak, menyiapkan pakaian Boruto, lalu berangkat sekolah pulangnya kembali memasak untuk makan malam. Kadang aku berpikir seperti menjadi seorang istri yang melayani suaminya memenuhi keperluan selayaknya ibu rumah tangga. Hahh... membatin apa aku ini, jangankan seorang istri ia bahkan terang-terangan menilaiku gadis cilik yang dengan gilanya menjual diri demi pendidikan.
Aku mulai paham bagaimana sifat dan watak Boruto, ia memang bukan laki-laki dingin tapi lebih terkesan acuh dan ketus. Dia hanya manis saat ingin berhubungan saja, selebihnya biasa saja. Suatu kali aku pernah mendengar pembicaraannya dengan seorang dibalik pintu apartemen yang jelas orang itu bertanya apakah Boruto akan berakhir menikahiku atau tidak. Boruto menjawab dengan tegas bahwa ia hanya menjadikan aku penghangat saja. Entah kenapa mendengar itu membuat aku merasa kecewa, tidak.. tidak.. apa yang ku pikirkan? engga mungkin aku memiliki perasaan lebih terhadap Boruto.
Setelah hari dimana aku mendengar percakapan tersebut aku lebih banyak diam dan bertanya hal-hal penting saja. Rasanya ada sesak tak bisa ku jelaskan, ada sakit yang tak bisa ku deskripsikan. Boruto juga tidak menyadari perubahanku ia tampak biasa saja seperti tidak pernah terjadi suatu apapun, lalu selama seminggu ia pergi ke luar negeri untuk menyelesaikan urusan kantornya.
Hari ini adalah hari Minggu waktu dimana aku memiliki waktu luang untuk mengistirahatkan otakku dari segala tugas sekolah. Aku memutuskan untuk menonton Netflix. Ditengah keasikan ku menonton aktor favoritku tiba-tiba dikejutkan dengan sepasang lengan yang melingkari pinggangku. Boruto.
"Kamu melupakan tugasmu Sarada?" Kata Boruto disela ciuman basahnya di permukaan wajahku.
"Maaf tapi aku sedang mendapat tamu bulanan—"
"Buka bajumu!" perintahnya.
Tanpa menjawab, aku hanya melakukan apapun yang ia suruh, aku tidak mau ia tersinggung ataupun marah. Aku tidak berani membantah ataupun menolak kemauannya, bagiku saat ini apapun yang ada padaku bukan lagi milikku. Penutup atasku tidak tertutup sehelaipun. Entah sudah berapa lama Boruto masih enggan melepaskan bibirnya yang masih menyesap kuat panyudaraku, sampai-sampai rasanya begitu perih. Aku yang semula duduk bersila sambil menonton series Thailand kini sudah terlentang di sofa ruang tamu dan Boruto yang berada di atasku.
"Ahh... pe-pelann.." Keluhku diiringi desahan.
"Malam ini temani aku." Katanya seraya menjauhkan badannya yang menjadi duduk tegak disampingku.
"kemana?"
"Menghadiri pernikahan mantan istriku."
"Kenapa harus aku yang menemani, apa tidak akan terjadi permasalahan?"
"Bukankah kau tahu bahwa aku paling tidak suka jika keinginanku dibantah!" Peringatnya ketus dan berlalu begitu saja menyisakan aku yang mematung setengah telanjang.
Jam kini sudah pukul setengah delapan malam, aku bersiap merias wajah tengan tampilan yang jauh dari usiaku. Mana mungkin aku datang ke acara perta bersama Boruto dengan make up sederhana seperti biasanya.
Dress berwarna hitam tanpa lengan ku kenakan tapi kututupi dengan baju pendek berbulu putih, rasanya potongan dadanya terlalu rendah membuatku merasa kurang percaya diri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelahnya segera ku hampiri Boruto yang sudah menungguku, tak ingin membuatnya jengah karena membuang waktunya.
Mobil yang kami naiki telah sampai disebuah gedung berbintang. Boruto yang semula berjalan di depanku tiba-tiba berhenti menoleh. Lagi-lagi tatapan utu, tatapan teduh dari mata birunya. Rasanya aku seperti terus menerus tertarik masuk kedalamnya. Ia melepas jas hitamnya menyisakan kemeja berwarna putih. Suasana pesta terlihat sangat meriah banyak sekali tamu undangan. Emmm.. apakah ada kesempatan untuk merasakan hal seperti itu?
Langkah Boruto menggiringku menuju dua orang mempelai. Cantik. Kenapa mereka memutuskan berpisah? Tapi kenapa Boruto terlihat biasa saja, apa ia tidak terluka?
"Jadi ini jalangmu?" Kata wanita yang dulunya pernah menjadi istri Boruto.
"Kau tidak malu menunjukkan identitasmu sendiri?" Kata Boruto santai. Aku yang tidak merasa memiliki urusan hanya diam, mencoba tidak memperdulikan ucapan wanita itu.
"Jaga ucapanmu Boruto!!" Katanya dengan emosi tertahan.
"Nikmati saja pernikahanmu yang entah keberapa puluh ini, jangan mengurusi hidup orang lain." Aku ditarik meninggalkan sepasang mempelai itu. Menjauhi kerumunan padat kami memilih duduk dan menikmati suasana dengan alunan instrumen piano. Lagi-lagi pikiranku melayang kemana-mana, siapa nantinya yang mau menerimaku setelah Boruto membuangku karena bosan. Apa aku akan hidup sendiri? atau aku akan kembali ke panti asuhan dan menghabiskan tahun demi tahun disana.
Boruto masih fokus dengan layar handphonenya wajahnya terlihat sangat serius.
"Boruto, bolehkah aku memelukmu sebentar?" Pintaku tiba-tiba.
"Lakukan jika itu maumu." Lalu aku segera memeluknya merendam ketakutan dalam kepalaku, menghirup aroma wangi tubuhnya seperti biasanya. Ia membalas pekukanku mengelus punggungku seperti memberikan ketenangan secara ajaib.
Pandangan orang-orang tertentu kearah kami aku melepaskan pelukan karena merasa tidak enak. Aku merasa canggung karena memeluknya diantara keramaian. Tetapi Boruto biasa saja seperti tidak masalah dengan hak itu menjadikanku tidak terlalu khawatir lagi.
Kami memutuskan untuk kembali ke apartemen karena malam semakin larut. Melesat mobil yang kami tumpangi membawa kami kedunia yang sesungguhnya. Dunia tanpa adanya kepura-puraan seperti yang kami tampilkan dihadapan umum.