_______________________________
"Teman? Apa itu teman? aku belum pernah merasakan kehadiran teman bahkan seorangpun di sisiku, semua orang pasti akan datang dan pergi. Pasti."
-Arsen Brahmantara Mahendra.
_______________________________
2. Teman?
•HAPPY READING•
*****
Bel sekolah berbunyi, sudah satu jam pelajaran yang Arsen lewati. Jessy juga sudah kembali ke kelasnya sekarang, tentu hasil dari paksaan Arsen sendiri, bukan apa-apa, hanya saja ia tidak mau di lihat lemah oleh siapapun. Kondisi Arsen juga sudah membaik, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran berikutnya.
Saat memasuki kelas ia terkejut bukan main, mengapa? Karena ternyata anak baru yang ia temui di UKS tadi adalah teman sekelasnya. Tidak sengaja saling beradu pandang, cewek dihadapannya sedikit melambai dan tersenyum seolah-olah sedang memanggil namanya.
Arsen sendiri merasa tidak peduli dengan cewek itu, ia memilih duduk di bangkunya dan melanjutkan belajarnya. Tidak ada kendala saat belajar, hingga bel istirahat juga berbunyi.
Bukannya ke kantin atau sekedar berjalan-jalan di area sekolah mengingat ini adalah jam istirahat, ia lebih memilih diam di kelas.
Sebenarnya Arsen sudah sangat lapar, pagi ini belum sempat sarapan dan akhirnya lupa membawa bekal. Soal uang, jangan berpikir dia akan diberi uang jajan oleh Ayahnya. Tentu tidak, hubungan dengan Ayahnya saja tidak baik-baik saja. Dompet yang seharusnya ia bawa juga ternyata tertinggal di kamar. Jika iya, mungkin ini sudah masuk di hari sial Arsen untuk ke sekian kalinya.
"Hei, kamu kenapa nggak ke kantin?" terdengar suara gadis di depan bangku Arsen.
Merasa terpanggil dengan berat hati ia mengangkat kepalanya dari meja keatas untuk menatap cewek yang sedang berbicara padanya.
"Nggak, lagi males."
"Kenapa males? Kamu harus makan, nanti sakit kayak tadi gimana?"
"Ya suka-suka gue lah, lo nggak usah ngatur-ngatur gue bisa?!" ucap Arsen sedikit nyolot.
"Aku cuma mengingatkan, maaf kalau itu mengganggu kamu," sedikit tersinggung, Jessy menundukkan kepalanya murung dan memilih pergi dari bangku Arsen. Arsen sendiri memilih acuh dan tak memperdulikan perasaan Jessy, karena memang kondisi Arsen sekarang sedang banyak pikiran. Rasanya ingin memporak-porandakan fasilitas kelas dan pergi saja dari sini.
***
Seolah belum menyerah, Jessy justru malah pergi ke kantin untuk membeli beberapa makanan, siomay dan segelas es teh. Untuk siapa? Ya, untuk Arsen. Ia tau sebenarnya Arsen sedang menahan lapar saat ini, mungkin hanya untuk menutupi rasa laparnya makannya tadi dia sedikit terbawa emosi.
"Aduh, heh! Kalau jalan lihat-lihat dong!" sentak remaja laki-laki membuat sang empu terlonjak kaget.
"Eh, m-maaf-maaf, aku nggak sengaja ..."
"Ck, lo- eh, Jessy??"
"H-hah?" tanya Jessy yang masih belum sadar akan kehadiran Daniel.
"Jessy ya? Hey, udah lama nggak ketemu. Kok lo bisa ada disini?"
"Eh? Daniel?? Iya, aku baru aja pindah ke sini, ngikut orang tua sih, mereka kerja di daerah ini soalnya. Kamu apa kabar?"
Daniel mengangguk mengiyakan "Gue baik, itu lo ngapain bawa makanan sampai banyak gitu?"
"Oh, ini? Ini buat aku kasih ke temenku nanti, namanya Arsen. Udah dulu ya? Kasihan Arsennya jadi nunggu, dadah!" ucapnya sebelum melenggang pergi meninggalkan Daniel yang masih sedikit kebingungan.
"Arsen? Ngapain Jessy bawa-bawa makanan untuk si culun itu? apa jangan-jangan disuruh lagi??"
"Woy, melamun terus. Nggak baik tau," dikejutkan dengan suara khas milik Galen yang berhasil membuat Daniel sedikit terlonjak kaget.
"Liatin siapa, Dan?" tanya Kaisar menepuk pundak Daniel.
"Nggak, nggak ada apa-apa."
***
Kembali lagi ke bangku Arsen, Jessy meletakkan siomay dan es teh nya yang tadi sengaja ia beli di meja milik Arsen, "Ini, makan aja. Aku tau kamu pasti lapar, kan?"
"Apaan sih lo? Nggak usah sok deket deh, gue kan udah bilang jangan ngatur gue!" sentak Arsen tak terima.
"Aku nggak ngatur kok, sen. Aku cuma khawatir aja kamu belum makan. Ini makan aja, lagi pula kita itu teman, kan? Teman harus saling membantu. Maaf juga kalau kedatanganku bikin kamu nggak nyaman, aku pergi dulu. Jangan lupa dimakan ya?" jawab Jessy lalu meninggalkan Arsen di bangku nya.
"Teman?" batinnya.
Menatap siomay yang dihadapannya berhasil membuat perut lapar Arsen semakin meronta-ronta, tanpa pikir panjang ia memakan siomay pemberian Jessy tadi. Lumayan juga untuk sedikit mengurangi rasa laparnya.
***
Jam istirahat sudah berakhir. Arsen melanjutkan belajarnya hingga pulang sekolah.
Ratusan siswa mulai berkeliaran keluar sekolah untuk pulang ke kediaman mereka masing-masing. Tidak ada masalah sedikitpun saat ini, syukurlah Galen dan teman-temannya tidak mengganggu Arsen sore ini. Mungkin mereka sudah pulang duluan?
***
Membuka pintu perlahan dan masuk ke rumah, baru ingin masuk kamar untuk beristirahat ia malah dikejutkan oleh adik perempuannya dari ruang tamu, "Bang, udah pulang? Itu kenapa mukanya kok lebam? Berantem lagi??"
"Nggak papa. Gue masuk dulu, capek."
"Tapi-" tak menggubris perkataan adiknya, Arsen langsung masuk ke kamar dan mengunci pintunya dari dalam kamar.
Merebahkan diri di kasur sambil menahan rasa lapar, "Sshh, laper ..."
"Ma, Arsen butuh Mama ... Arsen capek, ma, Arsen capek harus pura-pura kayak gini terus ..."
"Arsen juga mau kayak anak-anak lain yang disayang kedua orang tuanya, setiap Arsen mau ngomong, kenapa selalu nggak bisa, ma? Kenapa?" tak terasa setetes air mata mulai membasahi pelupuk matanya, mengerang menahan lapar dan tangis bukanlah hal yang mudah.
Hingga akhirnya lelaki itupun memejamkan matanya dan tertidur meringkuk dengan masih mengenakan seragam sekolah hingga pagi hari.
****
Huhuu, kasian gasih Arsen nya?
Ada kata-kata ga nih buat Arsen??
Atau mungkin buat Jessy? 🤭Sekali lagi, makasih buat yang udah bacaa. Jangan lupa vote sama komennya dongg
*****
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSEN - On Going
Teen FictionKehadirannya yang tak dianggap juga tak diharapkan, di cap sebagai anak haram bukanlah hal yang mudah dilewati bagi Arsen Brahmantara Mahendra. Remaja tak bersalah serta banyak kekurangan ini harus menerima hidup di keluarga dan lingkungan yang bisa...