13. Rindu

6 2 0
                                    

Yuhuuuu, special double update for lee know day~!
Ucapin selamat dulu ga, buat pacarku?! 😤👊

Penyemangat hari iniii~~

Penyemangat hari iniii~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udahlah yaa, langsung lanjut aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udahlah yaa, langsung lanjut aja. jangan lupa sebelum baca vote duluu, thank youuu

***

Rindu
Bagiku, rindu adalah penyiksaan yang entah kapan bisa berakhir
Membayangkan datangnya dirimu membuatku terasa terombang-ambing.

Rindu
Mengapa bayangmu selalu menghantuiku?
Tak pernah sekalipun aku berharap kehilanganmu
Namun nyatanya takdir dan cuaca sifatnya sama, sama-sama tak terduga.

13. Rindu.

•HAPPY READING•

*****

_____________________________

"Dekapmu sehangat agni, hingga pergimu meninggalkan renjana yang amerta."

-Galen Areksa Darmendra.

_____________________________

*****

Malam hari telah tiba, menyisakan rembulan seorang diri tanpa setitik bintang menemani. Di malam sunyi ini juga, Galen masih saja terduduk di meja belajarnya. Beberapa buku pelajaran yang ia biarkan terbuka, serta lampu belajar yang bersinar terang menaungi buku di depannya. Namun, netra sang cowok itu tidak pernah berpaling dari sebuah foto kecil yang sengaja ia pajang di meja belajar. Dua anak laki-laki serta satu anak perempuan yang mengenakan seragam bernuansa merah putih itu tampak tersenyum tanpa beban.

"Kangen," kata itu lah yang pertama kali terucap di bibir tebal miliknya. Benih mata yang tak bisa berbohong, menggambarkan siratan rasa sedih yang menaunginya.

"Gue kangen kita yang dulu, gue kangen saat kita bisa main kaya dulu."

Decitan berasal dari pintu kamar yang semulanya tertutup kini terbuka lebar membuat Galen terlonjak kaget. Dari balik sana, menampakkan Danubara menatap Galen dengan tatapan tajam pak keris.

"Sedang apa kamu?" tanya Danubara menatap tajam anaknya.

"Belajar."

"Belajar? Pelajaran apa yang segala pakai foto di situ? Itu juga kenapa mata kamu merah, hah?! Papah tidak suka kamu menangis! Kamu itu laki-laki, harus kuat seperti papah!" hardiknya sarkas.

"Iya, Pah."

"Cepat belajar! Jika sampai nilaimu turun, Papah tidak akan segan-segan mencabut semua fasilitas kamu!"

"Iya."

"Papah sudah mengizinkan kamu bermain dengan geng entah apa itu, tapi ingat. Jangan sekali-kali nilaimu turun," akhir Danubara keluar kamar dan kembali membanting pintu yang lagi-lagi berhasil membuat Galen tersentak kaget.

Patuh, patuh, dan patuh. Terdengar tak asing bukan?

Kata Iya, tentu akan selalu diucapkannya jika sudah berhadapan dengan sang Ayah. Melawan, bukanlah didikan dari keluarga Darmendra. Mengikuti semua perintah orang tuanya dan keegoisan orang tuanya yang terus berharap Galen, satu-satunya anak keturunan Darmendra yang diwajibkan dan dituntut menjadi siswa pintar dan berprestasi.

Tanpa sadar, setitik air mata mulai membasahi pipinya, menangis dalam diam dengan nafas tersendat-sendat berusaha mencari udara yang tak lagi manis.

"Na ... Gue kesepian ... Gue butuh lo, Na ..."

***

Di malam yang sama, Arsen menghela nafas panjang menatap langit malam yang gelap hanya disinari rembulan seorang diri.

Termenung.

Semua berubah. Tak ada lagi canda tawa yang menghiasi tiga anak yang bermain di taman, tak ada lagi senyum kebahagiaan di raut wajah mereka masing-masing. Hanya meninggalkan luka yang masih basah membekas tanpa satu orangpun sadar dan mengobati luka mereka.

Lenguhan kembali terdengar, semilir angin malam dengan sopan menyentuh kulitnya menghantarkannya rasa kantuk baginya.

***

Pagi ini, dengan seragam rapi Arsen berjalan pelan, mengendap-endap keluar rumah lewat pintu belakang berharap tak ada seorangpun menyadari kehadirannya.

Setelah berhasil, ia menarik nafas lega. berjalan memasuki garasi dan mulai menyalakan mesin motornya.

Karena beberapa hari yang lalu, motornya sudah diperbaiki di bengkel, berdua dengan Mahen tentunya.

Tak butuh waktu lama, hanya perlu sepuluh menit saja kini dia sudah menginjakkan ban motornya pada garasi beralaskan semen.

Menarik nafasnya perlahan, berjaga-jaga tentunya. Ingat kejadian beberapa hari lalu? Tentu cowok itu tidak mau semua terulang lagi.

Berangkat pagi dan berjalan mengendap bak maling bahkan sampai juga di kelasnya. Aneh? Tentu. Sepertinya dia menyadari ada yang aneh di sini. Mengapa Galen dan kawan-kawannya belum terlihat ujung batang hidungnya sama sekali pagi ini? Tidak, dia tidak boleh santai, bagaimanapun juga Kaisar adalah teman sekelasnya. Dan sudah pasti dia akan terus di awasi.

"Sen."

Panggilan mendadak itu membuat empu terlonjak kaget, dengan segera ia menoleh ke belakang menghadirkan Reyhan-ketua kelasnya yang juga menatapnya.

"Lo dicari Daniel, disuruh ke rooftop."

*****

Hmzz, aku mulai suka gantung²in gini 😋

Semangat overthinking nya 😘

TBC

ARSEN - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang