11. Mahen Raditya Arjuna

27 4 1
                                    

_____________________________

"Gue emang nggak pernah jadi lo, tapi seenggaknya gue tau rasanya ditinggal orang yang gue sayang."

-Mahen Raditya Arjuna.

_____________________________

11. Mahen Raditya Arjuna.

•HAPPY READING•

*****

"Mau sampe kapan lo sama Galen bakal diem-dieman terus kaya gini?"

"Nggak tau."

Jawaban Arsen si cowok yang mendadak jadi pendiam itu membuat Mahen menghela nafas panjang. Sejak satu jam yang lalu bel pulang sekolah berbunyi, Arsen memutuskan merehatkan dirinya sejenak di taman dekat rumahnya yang tak disangka ternyata Mahen-teman semasa SMP nya juga berada disana.

"Sen, ini semua kecelakaan. Lo nggak seharusnya musuhan sama Galen sampe sekarang, semua itu pure karena Allena bunuh diri. Lo nggak seharusnya nyalahin diri lo gini."

"Hen, udah jelas-jelas gue disitu, dan gue malah diem aja nggak narik Allena, jelas di situ gue yang salah!"

"Itu karena lo shock, Len!" hampir kelepasan, Mahen Raditya Arjuna-salah satu teman sekelas Allena serta Arsen semasa SMP yang baru bisa bertemu sehari yang lalu dikarenakan ia yang harus ikut sang Ayah bekerja di Aussie, kini kembali diberi kesempatan untuk pulang di negara kelahirannya.

"Gue emang nggak pernah jadi lo, Sen. Tapi seenggaknya gue tau rasanya ditinggal orang yang gue sayang," lanjut cowok itu menatap sendu lawan bicaranya.

"Tap-"

"Sekarang lo pikir, lebih sakit mana ditinggal sahabat atau Ibu? Wanita hebat yang udah ngelahirin lo?" potong cowok itu berhasil membuat Arsen bungkam. Memang benar, ditinggal seorang Ibu pasti sangat kacau, keluarga tanpa Ibu rasanya seperti rumah tanpa pondasi yang membuat rumah itu kokoh.

"Sorry ..." lirih Arsen menunduk.

"Sorry gue nggak bisa ngehargain lo,"

Mahen tersenyum. "Iya nggak papa, itu cuma efek sedih yang terus berlarut. Ikhlasin dia, Sen, Allena pasti sedih ngeliat lo yang terus-terusan murung kaya gini."

Arsen menghela nafasnya, mengangguk paham. Apa yang dikatakan Mahen memang benar adanya, tidak baik jika terus terpuruk seperti ini. Tapi tetap saja, mau bagaimanapun ia berusaha melupakannya bayang-bayang akan detik terakhir Allena benar-benar mengganggu pikirannya hingga sekarang.

***

"Hen," setelah diam entah sudah berapa lama akhirnya Arsen membuka suara memanggil teman yang sekarang duduk di sampingnya ini.

"Hm?"

"Gue ... Gue mau ngasih tau lo sesuatu sekaligus minta tolong sama lo ..."

"Hm? Ngasih tau apa? Dan minta tolong apa?"

"Anu ... Sebenernya gue mengidap sakit gagal ginjal, tap-"

"HAH?" sungguh, kabar ini benar-benar membuat cowok itu terkejut bukan main, mengapa tiba-tiba? Dan mengapa Arsen tidak memberitahunya dari dulu??

"Kok bisa??"

"Gue nggak tau, gue baru tau penyakit ini beberapa hari yang lalu," menarik nafas dalam-dalam, matanya mulai terasa panas, rasanya ingin menghilang saja dari bumi.

"Bentar-bentar, lo udah ngasih tau keluarga lo tentang ini??" melihat Arsen yang menggeleng membuat cowok itu meraup wajahnya kasar.

"Terus gimana, Sen? Orang tua lo aja nggak tau apa-apa soal kabar ini, terus kalo lo ada apa-apa reaksi mereka bakal gimana nantinya, hah?"

Arsen mengendikkan bahunya. "Gue yakin mereka nggak bakal peduli."

"Nyokap lo??" lagi-lagi Arsen menggeleng.

"Udahlah, biarin aja, toh cepat atau lambat mereka bakal tau."

"Tapi nggak gini juga caranya, Sen. Ini penyakit bukan cuma penyakit biasa yang tinggal minum obat langsung sembuh!"

"Iya gue tau, percuma juga gue kasih tau mereka kalo ujung-ujungnya gue bakal mati."

"Ngomong sekali lagi gue potong mulut lo, Sen!"

Arsen terkekeh geli mendengar reaksi temannya itu. "Iya-iya bercanda doang elah, dramatis banget lo."

"Apa sih? Bercandanya nggak lucu tau nggak? Kalo beneran kejadian emangnya lo mau??"

"Yaa mau-mau aja sih, itung-itung mempercepat waktu gue juga, kan."

"SEN! GUE BUNUH JUGA YA LO!" bentak Mahen yang sudah keringat dingin membuatnya semakin melepaskan tawanya.

"SEN! GUE BUNUH JUGA YA LO!" bentak Mahen yang sudah keringat dingin membuatnya semakin melepaskan tawanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di sisi lain, seorang cowok berbaju serba hitam memperhatikan komunikasi mereka berdua dari belakang. "Nggak usah sok kuat."

*****

Mahen Raditya Arjuna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mahen Raditya Arjuna.

TBC

ARSEN - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang