3. Lelah

23 6 0
                                    

Yuhuuu, Nesha balik lagi dan tentunya dengan bab yang ga kalah seru dongg 😙😙

Ada yang kangen ga nihh sama Nesha?? Kalo ga ada jahat sih 😔

Atau mungkin kangen sama Arsen??

Ah udahlah gausah banyak basa-basi lagii, mending lanjut baca ceritanya ajaa

Jangan lupa vote dan komennya yaa, makasihh 🤍🤍

*****
_____________________________

"Aku lelah, tolong, izinkan aku beristirahat sejenak..."

-Arsen Brahmantara Mahendra.

_____________________________

3. Lelah.

HAPPY READING•

*****

Mentari menyembul malu-malu dari ufuk Timur. Terasa sedikit hangat dari pantulan sinar sang Surya yang merambat masuk ke ruang tidur tak membuat pemilik kamar sedikitpun merasa terganggu akan tidurnya. Setengah jam berlalu, kini sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Namun Arsen masih saja terlelap dalam dunia mimpi.

"Woy, bangun! Dasar pemalas!" bentak salah seorang dari balik pintu kamar.

"Den Vino, udah. Mungkin den Arsen masih kecapekan."

"Capek apaan, nggak ada, nggak ada! Udah siang begini masih molor. Woy, punya telinga nggak sih lo?! Gue dobrak juga nih pintu!!"

Suara yang semakin riuh dari luar sana, membuat sang empu terganggu dari mimpinya. Sedikit meregangkan diri dan berjalan kearah pintu kamar.

Pintu kamar berderit terbuka disertai erangan yang gemetar, "Hm? Apa?"

"Apa-apa, dasar kebo. Tuh, motor gue belum lo cuci. Lo tau kan, gue paling nggak bisa kalo motor gue sampai kotor?"

"Iya, nanti gue cuci," mendengar jawaban si kakak, Vino sedikit lega dan menuruni tangga.

"Oh ya, kerjain PR gue sekalian. lo kan udah kelas 12, harusnya bisa dong, ngerjain PR gue?" ucapnya lagi sebelum benar-benar meninggalkan Arsen dan bibi Sutri. Arsen menghela nafas gusar, menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan adiknya itu. benar-benar membuatnya bertambah pusing saat ini.

"Den, Den Arsen kok mukanya keliatan pucat? Den Arsen sakit ya? Kalau sakit mending jangan di paksain, biar bibi aja nanti yang cuci."

"Nggak usah, bi. Arsen baik-baik aja kok. Cuma masuk angin biasa."

"Beneran, den? Ini bibi siapkan jahe anget mau?"

"Nggak usah, Bi. Nanti juga sembuh sendiri. Nggak papa."

"Ya sudah, bibi permisi dulu ya, Den? Taman belakang belum bibi sirami soalnya. Den Arsen kalau mau sarapan, makanannya sudah bibi buatkan di meja makan. Bibi permisi dulu."

"Iya, bi, Makasih."

***

Walaupun merasakan pusing yang luar biasa, Arsen lebih memilih meng-iyakan permintaan adiknya tadi. Tentu saja dengan alasan tak mau beradu argumen dengan Ayahnya. Tapi sebelum itu Arsen tetap melakukan aktivitas pagi yaitu sarapan agar tidak lemas saat mencuci motor nantinya. Kebetulan juga pagi ini sang Ayah sudah lebih dulu bekerja dikarenakan ada rapat dadakan.

Selesai sarapan Arsen beranjak pergi ke garasi untuk mencuci motor milik adiknya.

"Bang, lagi ngapain?" tanya sesosok gadis berusia 15 tahun dari balik punggung Arsen.

"Lo nggak liat, gue lagi ngapain?"

"Ya maaf, bang, Senna kan cuma tanya."

"Lo kalau cuma ganggu gue mending pergi, deh."

"Tapi, bang, Senna kan cuma mau ban-"

"Nggak usah! Kehadiran lo bikin gue tambah pusing, tau nggak?!" sentak Arsen. Sungguh, emosinya benar-benar tidak bisa dikendalikan kali ini.

Terkejut dengan suara keras, perlahan mata Assenna mulai menggenang, ia tak menyangka kehadirannya malah membuat kakaknya marah, sungguh, niat awalnya hanya ingin membantu. Itu saja??

"M-maaf..." ucapnya yang terakhir sebelum meninggalkan Arsen, membuat kakak laki-lakinya menghela nafas panjang menatap sendu punggung kecil adiknya. Ia tak berniat membentaknya tadi.

***

Cuci motor kini telah selesai, sekarang Arsen memiliki tugas terakhir. Ya, mengerjakan PR adiknya Vino, setelah itu baru ia bisa bebas. Seharusnya.

Dengan rasa pusing yang kian menyeruak dan tubuh yang semakin memanas Arsen terus saja memaksakan diri mengerjakan PR milik adiknya, "Udah selesai, bang? Lama amat ngerjain segitu doang."

"Belum, sebentar lagi."

"Ck, lambat. Makanya punya otak itu di pake, jangan cuma jadi beban doang lo di sini."

"Lo bisa sabar nggak sih?! Gue kan dah bilang bentar lagi, ngelunjak banget lo jadi orang!"

"Berani banget lo bentak gue, gue aduin Ayah juga habis lo!" mendengar jawaban Vino sungguh membuat Arsen bungkam.
Bukan apa-apa, ia hanya tidak mau mencari masalah dengan Ayahnya kali ini.

"Kenapa diem? Takut kan lo? Makanya jadi orang nggak usah sok jagoan, gitu aja ciut, lemah! Kerjain tinggal kerjain, nggak usah banyak bacot," sarkas Vino lagi sesaat sebelum meninggalkan Arsen di kamar.

***

Hari sudah mulai siang, sinar matahari terpancar begitu terik, membuat makhluk bumi merasakan udara yang begitu panas.

Siang ini Arsen berniat untuk tidur siang dikarenakan kondisi tubuhnya yang semakin parah. Baru ingin merebahkan diri ke kasur sudah terdengar lagi ketukan pintu yang sangat riuh dari seberang sana. "Bang! Bukain pintunya dulu napa?!"

Dengan sedikit tenaga yang terkuras dan rasa kantuk yang semakin menjadi, Arsen tetap saja memaksakan diri, melangkah membukakan pintu kamarnya untuk mengetahui tujuan dari adiknya. Pintu berderit terbuka setengah, "Ada apa, dek?"

"Gue pinjem motor lo bentar, urgent nih. Mana kuncinya??"

"Buat apa? Kan bisa pake motor lo sendiri."

"Motor gue di bengkel, gue pinjem bentar buat main. Nanti malem gue balikin."

"Hm, ya udah bentar."

Arsen mengambilkan kunci motornya pada adik pertamanya, Vano,"Janji ya, nanti malem balikin, jangan di pakai balapan."

"Iya-iya ah, bacot banget jadi orang," jawab Vano dan melangkah pergi keluar rumah.

Kembali menutup pintu kamar, Arsen melangkah merebahkan tubuhnya lagi ke kasur kesayangannya untuk tidur dan beristirahat sejenak. Sungguh, dirinya sangat lelah hari ini.





































*****

Serius sebel banget rasanya kalo lupa nama tokoh sendiri, huaaa 😭😭🤏🤏

*****


TBC

ARSEN - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang