EMPAT

119 24 1
                                    

*** 

"Hai," sapa Kevin dengan senyum manis ketika Gea menghampirinya. Namun senyumnya perlahan luntur dan berganti dengan kerutan di keningnya kala jarak di antara keduanya semakin dekat. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Kevin membalikkan tubuhnya. Berjalan ke arah pintu kemudi dan mengambil satu botol air mineral kemudian menghampiri Gea yang terlihat bingung di tempatnya. "Kamu nggak perlu berlari Gea. Saya tidak kemana - mana," kata Kevin, menyerahkan botol air mineral yang telah dia buka tutupnya beberapa detik yang lalu.

Sial.

Gea mengutuk dirinya sendiri. Mengutuk kebodohannya karena tanpa berpikir panjang dan tanpa mengunakan akal sehatnya berlari dari unit apartemennya hingga ke pintu lift, membuat napasnya terengah seperti seseorang yang melakukan maraton. Dan untuk seseorang yang berusaha keras menFghindari Kevin, sekarang dirinya terlihat sangat konyol.

"Ge?" panggil Kevin, menyadarkan Gea dari lamunan pendeknya.

Gea meringis sebelum menerima botol air mineralnya. "Thanks."

Kevin mengangguk, kembali dengan senyum manisnya yang membuat hati Gea berdebar tak karuan. Dengan canggung perempuan itu memiringkan tubuhnya, mengalihkan pandangannya sebelum meneguk air mineralnya dengan perlahan. Sementara di tempatnya, Kevin nampak tenang, menatap Gea dengan sorot mata yang membuat perempuan itu merasa resah.

Dan bergairah.

"Stop ngeliatin aku kayak gitu," kata Gea setelah beberapa saat, tanpa menatap lawan bicaranya.

"Kenapa?"

"Kamu bikin aku nggak nyaman."

"Oh sorry. i don't mean it," kata Kevin dengan nada yang membuat Gea tiba - tiba merasa bersalah.

Berdehem pelan, Gea lantas mengubah posisinya dan berdiri berhadapan dengan Kevin. Memberanikan diri untuk menatap tepat pada mata hazel lelaki yang berdiri tenang di hadapannya. "Ada perlu apa mau ketemu sama aku? Sampai rela nunggu lama?" tanya Gea, kembali mengalihkan pandangannya. Menatap ke manapun selama itu bukan mata Kevin Wiratama.

Lemah kamu Gea!

lagi – lagi, hati kecilnya mengolok dirinya sendiri.

Sementara di sisi lain tidak ada respon yang di berikan oleh sang lawan bicara. Kevin masih betah dengan kediamannya, menatap Gea seolah sedang mengamati perempuan itu mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dan tentu saja tindakan Kevin itu membuat Gea Anandita merasa semakin resah dan salah tingkah.

Dengan sisa kewarasan yang dia miliki, Gea kembali menatap Kevin dan berkata, "Kalau nggak ada yang mau kamu bicarain, aku masuk."

Namun reflek Kevin begitu cepat, tangan kanan langsung meraih lengan Gea ketika perempuan itu membalikkan tubuhnya dan berniat beranjak dari tempatnya berdiri. Dengan nada rendah yang mampu membuat bulu kuduk Gea meremang, Kevin bertanya, "Kenapa kamu tidak pernah membalas email saya?"

Ada ekspresi terkejut yang sempat Kevin tangkap dari sorot mata lawan bicaranya. Hanya beberapa detik karena setelahnya Gea kembali mengubah ekspresinya seperti semula. Ekspresi tenang yang sangat terkontrol. Namun Kevin Wiratama adalah pengamat yang ulung karena hanya dengan beberapa detik perubahan ekspresi di wajah Gea, Kevin dapat menarik satu kesimpulan. Bahwa asumsinya selama ini benar, Gea mengetahui akan email – email yang dia kirimkan selama lima tahun terakhir.

"Kenapa kamu melarang Arda untuk memberikan contact kamu?" Sebuah pertanyaan lain kembali Kevin lontarkan ketika Gea masih belum menemukan alasan masuk akal untuk menjawab pertanyaannya yang pertama. Tak urung hal itu membuat Gea merasa setengah frustasi. Mengutuk kinerja otaknya yang tiba – tiba melambat.

DANDELION | MOVE ON SERIES ( NEW VERSION )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang