SEBELAS

72 13 0
                                    

Belum di edit ya gess

***

"Ketika tante Marta bilang kalau kamu ini pekerja keras, saya nggak nyangka kalau kamu akan sekeras ini dalam bekerja, Gea. Apalagi terlibat langsung dalam tiga bidang usaha yang berbeda. Gimana kamu ngatur waktunya? Apa tidak capek?" tanya Kevin ketika melihat Gea mulai memasukkan adonan cake nya ke dalam oven, pertanda jika perempuan itu setidaknya memiliki sedikit waktu untuk dia ajak bicara.

Gea terkekeh sebelum menjawab, "Bohong kalau aku bilang nggak capek mas. Karena capek sudah pasti. Fokus ke satu kerjaan aja udah nguras waktu, tenaga dan pikiran. Apalagi ini tiga. Kebayangkan gimana preasure yang aku hadapi setiap harinya? Deadline, request customer, supplier atau vendor yang berulah. Terkadang aku pengen naruh kepala di atas meja aja saking beratnya."

"Kalau kamu tau seberat itu resikonya, kenapa tidak fokus ke salah satu usaha aja? kenapa langsung menjalankan tiga usaha di saat yang bersamaan?"

Gea nampak berpikir sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Mungkin karena pada dasarnya aku enjoy ngejalaninnya kali ya mas. Seperti ada kebahagiaan tersendiri gimana orang – orang nyaman dan happy pakai baju yang tim aku produksi, gimana orang – orang bisa puas dan repeat order sama produk kue di tempat kami. Rasa capeknya sepadan dengan rasa puas yang aku dapat. Jadi ya nggak masalah," kata Gea kemudian melanjutkan. "Dan sebenernya aku nggak se-workaholic seperti yang di bilang tante Marta kok. Aku masih punya waktu untuk bersantai dan bersenang - senang. Entah sekedar nonton, makan enak, staycation ataupun liburan."

Kevin mengangguk, tangan kanannya meraih cup ice americano yang mereka beli sebelum ke studio dan meneguk isinya. "Bagus kalau kamu memang enjoy menjalani pekerjaan kamu," kata Kevin, meletakkan kembali cupnya ke tempat semula. "Tapi boleh saya tau, cerita di balik usaha – usaha kamu? Apa semua berdiri secara berbarengan?"

"Nggak. Semuanya bertahap, satu – satu. Dan kebetulan La petite ini usaha pertama yang aku rintis dari masih kuliah. Mulai dari jualan donat, risol, sosis, brownis, bolu, puding, apa aja lah aku jual selama aku masih bisa bikinnya. Aku jual ke temen – temen kampus trus di titip juga ke warung – warung di sekitar kampus. Dari situ mulai banyak orang yang pesen, promosi dari mulut ke mulut. Trus balik dari Korea aku putusin buat buka toko kecil sampai akhirnya bisa sebesar sekarang. Kalau untuk clothing line sendiri aku baru mulai sekitar tujuh tahun yang lalu dan itupun juga karena faktor nggak sengaja sebenernya. Cuma karena aku pengen pakai baju dengan model bagus pun dengan bahan yang nyaman di pakai. Dan terakhir buka bar bareng sama Evan."

Kevin mengangguk – anggukan kepalanya, paham. "Jadi kamu mulai usaha dari awal kuliah?"

Gea menggeleng sebagai jawaban. "Nggak, aku baru berani nyoba jualan setelah balik dari Prancis, ketika kondisi keuanganku sedikit lebih baik. Jualan makanan matang itu sangat gambling. Prosentase untung dan ruginya sama, fifty – fifty. Kalau rame ya untung tapi kalau lagi sepi ya buntung."

"Oh i see," jawab Kevin. Kepalanya mengangguk – angguk. Ekspresi wajahnya nampak terkejut walau sebisa mungkin dia tutupi. Namun Gea Anandita juga bukan orang bodoh yang tidak bisa menangkap perubahan – perubahan kecil di wajah pria itu.

Gea tersenyum sebelum bertanya, "Kamu mikir uangnya aku pakai buat foya - foya ya?"

Kevin menggeleng, sorot matanya menjadi lebih tegas dari sebelumnya. "Tentu saja tidak. Saya tau kamu bukan orang yang seperti itu," ujarnya, menjeda kalimatnya untuk sesaat. "Saya cuma tidak menyangka kalau kamu punya cara berpikir yang begitu luar biasa. Maaf, bukan bermaksud untuk menyinggung, tapi dengan nominal sebesar itu kamu bisa hidup nyaman sembari fokus menyelesaikan pendidikan kamu. Tapi kamu justru memilih sebaliknya, kamu tetap bekerja keras dengan menchallage diri kamu sendiri. Bahkan di saat usia kamu masih begitu muda."

"Karena hidup bukan cuma buat hari ini aja. Aku sadar walaupun saat itu aku punya cukup uang, aku belum cukup mampu untuk hidup nyaman seolah – olah uangku nggak akan habis tujuh turunan. Lama – lama uang akan habis kalau aku nggak bisa puterin lagi. Bener kan?" tanya Gea. Sekali lagi dengan senyum di wajah cantiknya. "Apalagi untuk mendapatkan semua itu, aku perlu mempertaruhkan hal yang sangat besar, nyawa dan harga diri jadi aku harus bijak dalam mengunakan uangnya. Aku nggak mau semuanya hanya berakhir sia – sia. Habis gitu aja tanpa jejak."

Kevin mengangguk setuju, seulas senyum teduh terbit di wajah tampannya. "Kamu benar – benar pekerja keras ya," kata Kevin, terdengar begitu tulus dan bangga. "Sekarang saya mengerti kenapa di usia kamu yang bahkan tergolong muda, kamu sudah memiliki tiga bisnis yang semuanya berjalan dengan sangat baik. Kamu benar – benar hebat, Gea. Dan saya yakin kakek dan nenek kamu pasti bangga melihat hasil kerja keras kamu saat ini."

Senyum yang sejak tadi ada di wajah Gea perlahan sirna dan di gantikan oleh senyum tipis yang sangat di paksakan. Kepalanya menunduk, menatap jalinan tangannya di atas meja.

"Apanya yang di banggain sih mas?" tanya Gea dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya. "Nggak ada yang istimewa dari pecapaian aku. Karena tanpa aku menyewakan rahim aku, aku nggak akan bisa seperti ini. Aku masih Gea Anandita yang masih struggle nyari uang sekedar untuk makan."

Kevin menghela napas panjang sebelum beranjak dari duduknya. Berjalan memutari setengah meja kemudian berdiri di antara dua kaki Gea yang tengah duduk di atas bangku.

"Gea, lihat saya," kata Kevin, dengan tangan kanannya berada di dagu Gea. Mendongakkan wajah perempuan itu untuk membalas tatapannya.

"Memang kenapa kalau kamu menyewakan rahim kamu?" tanya Kevin dengan sebelah alis terangkat. "Ya oke, untuk kebanyakan orang itu salah, bukanlah sesuatu yang baik dan patut untuk di tiru. Tapi hidup ini kan pilihan? Dan menjadi ibu pengganti tentu menjadi pilihan yang mau tidak mau harus kamu ambil. Saya yakin saat itu ketika kamu memutuskan untuk membantu Mike dan Sarah bukan semata – mata karena kamu bosan hidup dalam keterbatasan tapi tuntutan keadaan yang memaksa kamu untuk melakukannya."

"Kamu sok tau."

Kevin menggeleng. Tidak setuju dengan tuduhan Gea. "Saya yakin pemikiran saya benar, Gea. Karena kalau memang orientasi kamu hanya tentang uang, saya dan mendiang istri saya tidak akan menunggu selama enam bulan tanpa kepastian," jawab Kevin, mengusap pipi Gea dengan lembut. "Jadi saya mohon, jangan mengecilkan usaha kamu, pencapaian kamu selama ini karena kamu sudah melakukan hal yang sangat luar biasa. Memanage tiga usaha sekaligus dan memastikan semuanya berjalan baik bukanlah perkara mudah. Tidak semua orang bisa melakukan apa yang kamu lakukan. Jadi kamu harus bangga sama diri kamu sendiri. Paham?"

Gea mengangguk sembari tersenyum lembut. Tak bisa di pungkiri, hatinya menghanggat. Seolah ada sosok tak kasat mata yang tengah memeluk jiwamu yang kelelahan dan kesepian.

"Good job," puji Kevin, meletakkan kedua tangannya di pipi Gea. Menarik wajah perempuan itu hingga hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. "Let me kiss you," lanjutnya sebelum menyatukan bibir keduanya dalam satu panggutan panjang dan di akhiri dengan pelukan erat pada tubuh pria tersebut.

Bagaimana rasanya kerja kerasmu di apresiasi? Keputusanmu di masa lalu tidak di judge dengan sesuka hati? Bagaiamana rasanya situasimu di pahami dan di validasi? Bahagia. Lega. Tenang. Itulah yang Gea rasakan saat ini. Lantas, bagaimana Gea tidak semakin jatuh cinta dengan sosok Kevin Wiratama?

Di titik ini, Gea memilih untuk mengabaikan semua tanya dalam benaknya. Mengabaikan ragu yang otaknya terus bisikkan, kini ia biarkan hatinya kembali merasakan mekar di taman bunga, dengan kupu – kupu cantik yang saling berterbangan. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DANDELION | MOVE ON SERIES ( NEW VERSION )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang