LIMA

142 25 10
                                    

*** 

Gea pikir setelah pembicaraannya dengan Kevin malam itu, dirinya tidak akan pernah bertemu lagi dengan pria itu. Dalam benaknya, Gea beranggapan bahwa pernyataan cintanya malam itu adalah akhir dari segalanya untuk mereka. Kevin akan pergi dan Gea bisa melanjutkkan hidupnya tanpa ada sosok Kevin Wiratama di dalamnya, sebagaimana seharusnya.

Namun rupanya semesta masih ingin bercanda dengan hidup Gea yang penuh lelucon. Tepat dua bulan setelah malam itu, Kevin kembali hadir di hadapannya. Berdiri menjulang dalam balutan celana kain longgar berwarna hitam yang di padukan dengan white tshirt dan kemeja oversized warna Green Olive sebagai luaran. Tampak segar, bersih dan wangi. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang terlihat berantakan dengan rambut yang di ikat secara asal, wajahnya lusuh karena belum tidur dari kemarin.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Gea, dengan rasa terkejut yang masih mendominasi. "Tau tempatku dari mana?" Kepalanya lantas menoleh, menatap sekeliling di mana para pekerja dari ruko lain mulai berdatangan sebagaimana shif pagi akan segera di mulai.

"Tante Marta," jawab Kevin tanpa melepaskan tatapannya. "Kamu belum tidur?"

"Ada perlu apa ke sini?"

Menghela napas panjang, bukannya memberikan jawaban atas pertanyaan Gea, Kevin justru mengambil alih kunci mobil yang ada di tangan perempuan itu.

"Ayo, saya antar pulang," kata Kevin, membuka pintu samping kemudi.

"Aku bisa pulang sendiri."

"Dan membiarkan kamu menyetir dalam keadaan belum tidur sama sekali?" tanya Kevin, retoris. "Selain membahayakan diri kamu sendiri, kamu bisa membahayakan orang lain Gea. Jangan egois."

"Aku bisa pesan taksi online. Jaman udah modern."

Kevin mengangguk.

"Dan menurut kamu berapa waktu yang di butuhkan driver untuk pick up kamu saat rush hour seperti sekarang?" tanya Kevin kemudian. "Kamu yakin mau nunggu?"

Gea mendecak pelan. Meskipun kesal, namun Gea juga membenarkan ucapan Kevin beberapa detik yang lalu. Dengan kondisi lalu lintas yang padat seperti saat ini, jika dia sedang beruntung maka paling cepat adalah setengah jam waktu yang di butuhkan untuk Gea bisa duduk manis di bangku belakang kemudi. Tapi jika dia sedang sial, maka estimasi waktunya tidak bisa di prediksi.

"Kamu tinggal di mana?" tanya Kevin setelah pria itu duduk di bangku kemudi.

"Pakubuwono."

"Di pakai dulu seatbelt nya," kata Kevin, memasangkan sabuk pengaman.

Jarak di antara keduanya begitu dekat hingga hidung Gea dengan bebas menikmati aroma menenangkan yang berasal dari leher pria itu. Sebuah perpaduan antara kayu cendana, mawar dan musk.

"Thanks."

Di tempatnya Kevin mengangguk pelan.

"Kamu tidur saja, nanti saya bangunkan kalau kita sudah sampai," ujarnya, sembari mengatur bangku kemudi. Menyesuaikan dengan tinggi tubuhnya.

Ketika di rasa telah menemukan posisi yang nyaman, Honda HRV milik Gea mulai meninggalkan pelataran Ruko, bergabung dengan lalu lintas yang teramat padat. Sementara pemilik mobil telah menjemput alam mimpi dengan kepala bersandar pada kaca jendela. Membuat seulas senyum tipis terukir di bibir Kevin sebelum fokusnya berpindah pada jalanan ibu kota dengan segala kemacetannya.

***

"Gea, bangun yuk. Kita sudah sampai." Suara halus dengan usapan lembut pada pipi itu berhasil membawa Gea kembali pada kesadaran. Matanya perlahan terbuka, dan sedetik kemudian erangan pelan keluar dari mulutnya mana kala merasakan nyeri pada area lehernya.

DANDELION | MOVE ON SERIES ( NEW VERSION )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang