Sudah tiga jam penuh Zhan berdiri memperhatikan Yibo yang bersikeras ingin berlatih pedang. Pria itu tetap berpegang teguh pada keyakinannya jika ia dapat memenangkan pertandingan yang akan dimulai tiga hari lagi. Sesuai dengan permintaan Hedi.
"Kau akan kembali menjadi penerus Wang jika kau berhasil mengalahkan ku setelah kau mengalahkan sepuluh murid di sini."
Ucapan Hedi terus mengelilingi pikiran Yibo. Dan dari perkataan itulah semangatnya kian bertambah dan keinginannya untuk menang semakin membuncah.
Bulir-bulir keringat sudah menghiasi wajah dan tubuh Yibo. Tangan dan kakinya sudah tampak tak terkontrol alias sudah bergetar, lantas ia berlatih tanpa beristirahat, mengingat dirinya yang lemah tanpa inti spritual membuat Zhan merasa khawatir.
"Berhenti, kau harus istirahat," ujar Zhan yang kemudian melangkah mendekatinya.
Yibo mengabaikan ucapan Zhan dan terus melayangkan pedangnya ke udara dengan beberapa lompatan dan gerakan perpindahan yang tampak teratur.
Zhan mendengus malas melihat Yibo yang keras kepala. Padahal sudah jelas-jelas tubuhnya memberikan ciri-ciri tak mampu.
"Yibo, berhenti."
"Kenapa aku harus berhenti?"
"Karena kau sudah sangat kelelahan."
"Apakah aku mengatakannya? Itu hanya asumsi mu."
"Wang Yibo!"
Zhan menyerang Yibo dengan kekuatan es nya membuat Yibo membeku seketika. Tubuhnya menjadi kaku dengan posisi badan condong ke depan dan pedang yang terhunus ke arah atas.
"Kau tidak bisa seenaknya menghentikan ku," protes Yibo kesal.
"Sudah kukatakan untuk berhenti, tubuhmu sudah kelelahan," ujar Zhan memperingati seraya menarik pedang yang Yibo genggam kuat.
"Aku harus memenangkan pertandingan ini!" ujar Yibo dengan tatapan berapi-api penuh ambisi.
Zhan menatap Yibo datar dan sedikit merasa prihatin. Ia sangat paham dengan perasaan pria itu, pastinya ia ingin dianggap di keluarganya dan diperlakukan seadil-adilnya dengan mendapatkan kembali hak nya sebagai keturunan Wang.
"Aku paham apa yang kau rasakan, tetapi apakah kondisimu memungkinkan untuk menang?"
Yibo terdiam. Wajah marahnya berubah menjadi berkerut sedih. Air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya kemudian ia menatap Zhan nanar.
"Tidak masalah jika tidak ingin mengajariku, kau tidak perlu menghinaku!" ucap Yibo yang kemudian meneteskan air mata. Ia benar-benar terluka dengan ucapan Zhan barusan. Untuk saat ini ia sangat sensitif, apalagi ia selalu mendapatkan penghinaan dan itu benar-benar membuat hatinya menyimpan luka. Ia hanya ingin sama dengan orang-orang lainnya, memiliki inti spritual dan keluarga.
Zhan terdiam dan perkataan Yibo juga ikut membuat hatinya terluka. Ia tidak bermaksud menyinggung pemuda itu, ia hanya memperingati Yibo karena ia merasa khawatir, hanya itu.
"Kau paham apa yang aku rasakan? Cih! Apa yang kau tahu tentangku? Aku selalu diremehkan oleh semua orang dan tidak pernah diperlakukan adil dan kini aku memiliki kesempatan untuk mendapatkan kembali hak itu dan aku harus berusaha keras untuk mendapatkannya, kau tidak pernah paham itu Zhan...," jelas Yibo dengan air mata yang mengalir deras. Keluar sudah semua perasaan yang sudah ia pendam selama ini. Ia tidak pernah berkeluh-kesah kepada siapapun termasuk kepada kedua sahabatnya, dan kini ia berhasil mengutarakan lukanya.
"Aku tahu kau sangat hebat dan aku meminta bantuan mu karena itu, apakah karena aku berada di bawahmu kau menghinaku? Tidakkah kau tahu seberapa menyakitkannya ketika kata-kata hinaan dan cemooh itu terlontar? "
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Goals
FantasySosok yang dikenal akan kehebatannya, Yinying. Ia menjadi incaran sekte Sheng karena kultivasi yang dipilihnya dianggap melanggar sumpah klan dan juga sekte. Di sisi lain, seorang pemuda merasa sangat sedih karena berbeda dengan teman-temannya yang...