"Mengapa hadir mu tidak nyata?"
.
.
.
.
.
🦋🦋Jalan yang sudah ia tentukan. Pilihan antara terus melangkah, atau berhenti ditengah jalan terjal.
"Terimakasih atas kerja samanya Tuan Sagara."
"Saya yang harus berterimakasih Tuan Darka."
Dua pria muda yang kini duduk saling berhadapan. Mata kelam yang sama bagai kegelapan. Aura yang sulit dikendalikan.
"Bagaimana kita lanjutkan untuk makan siang, Tuan?" Saga bertanya setelah menyerahkan hasil tanda tangan kontrak pada sekertarisnya.
Pria muda yang usianya tidak jauh darinya mengangguk setuju. Wajahnya nampak dingin. Namun ia cukup profesional. Saga pikir akan sulit diajak bicara. Tipe orang irit bicara.
Keduanya duduk pada meja yang sama. Sedangkan sekertaris Saga dan tangan kanan sosok itu pada satu meja lain. Untuk kenyamanan saat pembicaraan bisnis.
Makanan yang dipesan tidak lama datang. Keduanya lalu mulai makan.
"Saya pikir GSR' Grup masih dipegang Tuan Galendra." Sosok itu membuka pembicaraan. Saga tak mengira ia akan membuka topik.
Darka Dhinakara, pengusahaan muda. Pewaris dari sebuah grup besar. Saga tak mengira akan mengenal Galen. Padahal ini pertama kali antar perusahaan menjalani kontrak.
"Maaf, Saya pikir anda tidak mengenal CEO sebelumnya." Balas Saga dengan senyuman.
Darka mengangguk. "Dulu dia ingin menjual saham perusahaan pada ku." Katanya dengan bahasa lebih santai. Pertanda ia menikmatinya.
"Tapi tidak jadi entah apa asalannya."
Saga terkejut dengan hal itu. Ia tak pernah mendengar. Juga tak tau kehidupan kantor Galen seperti apa.
"Aku tidak pernah tau hal itu."
Kini Darka yang menatap ragu. "Benarkah?" Saga membalas anggukan. "Aku tau saham itu milik adiknya saat itu."
Saga jelas semakin bingung. Namun ia langsung mengingat. "Mungkin itu adik ku. Sebelumnya aku tidak memiliki saham di perusahaan."
"Lalu dimana Tuan Galen sekarang? Mengapa pensiun dini?"
Saga terdiam. Lalu cepat mengambil minum. Menatap Darka dengan pekat. "Dia pergi dengan adik ku."
"Maaf?"
Saga tersenyum simpul. Menatap keluar restoran yang menyuguhkan pemandangan jalanan hampa. "Tuhan lebih sayang mereka."
Darka merasa tak enak karena bertanya. "Maaf, aku tidak tau kabar itu."
Saga jelas menggeleng, menolaknya. "Karena kamu bertanya aku menjawabnya. Tidak ada yang tau memang tentang kepergian mereka."
"Kamu hebat. Padahal diusia mu yang sekarang, dulu aku masih suka bermain dari pada berbisnis."
"Mau bagaimana lagi?" Saga terkekeh ringan.
"Sungguh, aku turut prihatin. Kabar tentang orang tua mu dulu bahkan menjadi perbincangan panas dikalangan bisnis atas."
"Sungguh?" Waw, Saga tak pernah menyangka hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIDYMO [Raga 2] || END✓
Mystery / Thriller[Book 2 || Kathréftis]✓ 5 tahun lebih Saga ditinggalkan. Dia masih menanti mereka untuk pulang. Tidak pernah dia membenci lautan. Namun dia selalu memohon untuk memulangkan. "Laut, bawa mereka pulang. Walaupun raga tanpa jiwanya." Nyatanya semua ya...