~Jarak kita sudah cukup jauh. Bahkan mungkin tidak akan pernah bisa kembali bertemu. Namun mengapa, rasa ini tetap ada.~
.
.
.
🐱🐱Tahun demi tahun ia lalui sendiri. Segala bentuk luka yang tinggalkan. Rindu dan harapan yang semakin membesar. Siap akan meledak pada waktunya. Bagai bom waktu tanpa tuan.
"Tuan Gara, anda ditunggu diruang rapat."
Sosok lelaki muda dengan jas hitam yang menawan. Parasnya jelas tidak perlu ditanyakan. Auranya begitu kuat untuk umurnya yang masih terbilang muda.
Ia bangkit dari kursi ke pemimpinnya segera. Melangkah keluar bersama lelaki yang menjabat sebagai tangan kanannya. Melewati lorong panjang yang sepi. Ia bungkam tidak mengatakan apapun. Pandangannya tajam.
Memasuki ruangan rapat semua menatapnya. Berbagai tatapan. Namun ia abai. Hanya menyapa mereka semua dengan hormat setelahnya duduk ditempatnya. Dengan tangan kanannya yang berdiri disisi kirinya.
Ruangan yang tidak terlalu besar. Berisi 1 meja besar. Dengan 9 kursi, dengan dirinya yang memimpin. Nuansa ruangan juga tidak terlalu elegan untuk tepat rapat. Beberapa figuran diatas meja yang berada disini kanan ruangan. Sedangkan disisi kiri terdapat jendela kaca besar yang langsung menghadap pada pantai.
Nyaman, dan menyegarkan mata.
Mata tajam itu melirik sisi kiri. Pantai yang indah. Banyak orang tengah menikmati terik mentari dibibir pantai.
Rapat pun dimulai. Semua orang nampak fokus. Namun tidak dengan dirinya. Kembali ia melirik sisi kiri. Hingga setelahnya ia menarik nafas dalam. Mulai kembali fokus pada pekerjaannya.
**
"Tuan Gara sangat suka pantai?"
Rapat baru saja ditutup. Kini mereka hanya berbincang ringan. Kali ini semua menatap sosok muda itu. Lelaki itu hanya mengangguk singkat. Lantas menoleh pada pantai.
"Apa yang Tuan Gara suka dari pantai?"
Suka? Ia pun terdiam. Mencoba merasakan. Namun tidak ada rasa lain. Selain.
"Pulangnya seseorang."
8 orang yang itu menatapnya heran. Namun melihat raut tak enak lelaki itu mereka bungkam. Hingga, satu persatu mereka pamit undur diri.
Ia lantas ikut bangkit. Kembali ke ruangannya. Akan tetapi terdiam sesaat melihat satu lelaki yang kini duduk disofa ruang kerjanya santai.
"Ngapain?" Tanyanya, lalu mengambil duduk dikursi kerjanya. Sang tangan kanan undur diri karena sudah tidak memiliki kepentingan.
Lelaki dengan setelan jas putih khas dokter itu bangkit. Memandang kaca besar di sisi kiri ruangan. Ia mendekat perlahan. Lantas tersenyum, melihat orang-orang yang nampak bahagia dibawah sana. Juga birunya lautan yang begitu damai, namun menenggelamkan.
"Gua bingung," ia melirik kecil. "Apa yang Lo suka dari ini semua? Padahal dia yang udah bawa mereka pergi." Ia berbalik. Menatap bertanya lelaki yang kini terdiam itu.
Pandangannya kosong sejenak. Lalu menggeleng. "Gua udah telan rasa sakit itu mentah-mentah. Cuma tinggal satu hal."
Lelaki ber jas putih menaikkan satu alisnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIDYMO [Raga 2] || END✓
Misterio / Suspenso[Book 2 || Kathréftis]✓ 5 tahun lebih Saga ditinggalkan. Dia masih menanti mereka untuk pulang. Tidak pernah dia membenci lautan. Namun dia selalu memohon untuk memulangkan. "Laut, bawa mereka pulang. Walaupun raga tanpa jiwanya." Nyatanya semua ya...