"Sejauh apa takdir membawa. Bila terlah digariskan, tetap menjadi milik mu."
.
.
.
.
👑👑Ia pikir segalanya usai. Namun masih banyak hal yang belum ia mengerti.
Keduanya mendarat sempurna pada tanah. Walau Saga harus menopang tubuhnya pada Darka. Matanya yang semua terpejam terbuka terkejut.
Melihat kekacauan ada didepan gerbang. Hawa sekitarnya sangat panas. Tercium bau busuk hangus yang sangat menyengat.
Schadel mulai hangus menghilang. Meninggalkan asap hitam yang menguap. Matanya melihat tiga orang berbeda.
Sosok berjubah merah dan putih. Lalu sosok yang kini melayang diatas lingkaran api. Memakai jubah biru tua dan mahkota.
Tubuhnya mematung melihatnya. Mencoba yakin dengan apa yang ia lihat. Lalu beralih pada sosok berjubah merah yang melihat kearahnya. Melompat datang tepat didepannya. Membuatnya tak bisa bereaksi.
"Bang Galen," lirihnya lemah. Sedih, takut dan kecewa.
Galen tersenyum teduh. Menatap adiknya penuh kasih sayang. Lega melihat Saga baik-baik saja. Walau terlihat mulutnya penuh akan darah.
"Kenapa?" Tanya Saga menggeleng lirih. Rasanya ia dikhianati, sakit melihat mereka yang baik-baik saja. "Jadi kalian masih.." tak mampu melanjutkan katanya.
"Maaf, nanti Abang jelasin. Simpan dulu rasa kecewa kamu. Sekarang tolong adik mu." Katanya penuh sesal. Nampak rautnya sendu penuh rasa bersalah.
"Apa? Adik apa?" Tanya Saga tidak mengerti. "Kalian udah mati." Katanya dingin. Melepaskan diri dari Darka.
"Dek, maaf. Tolong, kasihan Raga. Dia kesakitan."
"Terus gua gimana!?" Seru Saga marah. Apa mereka tidak pernah berfikir rasa sakitnya selama ini? "Kalian egois!"
"Saga." Galen menahan kedua bahu Saga. Menatap mata hitam kelam itu sendu. Ia mengakhiri mode intinya. Bersama kelam milik mereka.
"Iya kami egois, maaf untuk itu. Tapi Abang mohon, Raga kesakitan. Tubuhnya bisa hancur, Dek."
Saga melihat dimana sosok yang masih melayang itu. Rasanya sakit melihat mereka baik-baik saja. Namun terasa sangatlah aneh.
"Dia kenapa?" Tanyanya lirih. Diam-diam Galen tersenyum kecil.
"Raga pemilik inti biru. Abang tau kamu sudah tau artinya." Katanya tenang, membelai surai basah akan keringat milik Saga. "Sekarang dia marah besar, karena kamu."
"Aku?" Saga tidak mengerti. Mengapa dirinya? Apa salahnya.
Darka menepuk punggungnya sekali. Membuatnya menatap. "Kamu dibawa pergi mereka, dijadikan wadah. Raga marah besar karena itu. Dia sayang kamu sampai seperti ini. Karena belum pernah Raga menggunakan intinya sekuat ini."
Galen mengangguk membenarkan. "Tubuhnya bisa hancur bila terus dalam mode ini. Kita semua juga bisa mati karenya." Katanya membuat Saga tersentak.
Matanya menatap kembali Raga. Rasanya hatinya memanas. Benarkah Raga marah karena khawatir padanya? Namun rasanya bukan itu sekarang.
Ia melihat teman-teman dibalik gerbang. Menatapnya dengan pandangan sendu. Hatinya semakin sakit. Ia pandang kembali Raga dengan kelam.
"Caranya gimana?" Tanyanya. Membuat Galen dan Darka menghela nafas lega.
"Dekati dia, panggil namanya. Usahakan alihkan fokusnya pada mu." Kata Galen menatap Raga. Menunjuk sisi yang pas.
Saga mengangguk mengerti. Melepas kedua tangan Galen. Lalu melangkah pelan mendekat. Menuju tempat yang Galen maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIDYMO [Raga 2] || END✓
Tajemnica / Thriller[Book 2 || Kathréftis]✓ 5 tahun lebih Saga ditinggalkan. Dia masih menanti mereka untuk pulang. Tidak pernah dia membenci lautan. Namun dia selalu memohon untuk memulangkan. "Laut, bawa mereka pulang. Walaupun raga tanpa jiwanya." Nyatanya semua ya...