12. Ignis

122 8 1
                                    

"Tidak ada yang benar sama."
.
.
.
.
👑👑

Jika jiwa itu satu, mengapa saat salah satunya pergi dia masih tetap ada. Jika setengah jiwanya dibagi, akankah rasanya begitu hampa.

Tapi dia merasakan berbeda.

"Regantara, gua emang munafik. Gak peduli perjuangan Lo dulu kayak apa." Mata gelapnya begitu pekat. Dinginnya udara membuat beku. "Lo jahat, Lo egois."

"Kenapa cuma gua yang nggak ada pertanyaan memilih?" Gundukan tanah dengan rumput hijau. Setangkai mawar hitam yang ia sadarkan pada batu nisan.

"Lo cuma mau gua hidup bahagia, tapi nyatanya menyiksa." Satu tangannya meremas rumput hijau itu dengan kuat. Rasanya sangat berat dalam dadanya. "Gua benci Lo."

Cukup dengan segudang gundah dalam dirinya. Ia memilih bangkit. Melirik dua makam disebelahnya. Makam yang kosong tanpa hiasan bunga. Bahkan rumput sudah mulai panjang.

Saga menatap lamat makam ayahnya. Begitu pekat seolah ia bisa merasuk kedalam. Dari foto dan kata Bastian kemarin dia semakin curiga. Ingin ia bongkar makam tersebut dan melakukan tes DNA. Namun ia yakin, pasti akan ada orang yang menghalangi.

Rasanya, memang dia yang harus bergerak sendiri.

Puas menatap makam tersebut. Ia melangkah pergi, bersama rintik gerimis. Meninggalkan satu sosok yang sejak tadi menatapnya dari jauh.

Melihat Saga yang pergi, ia melangkah keluar dari tempatnya bersembunyi. Mendekati tiga makam tersebut. Berdiri disebelah makam paling ujung.

Ia berjongkok dengan pelan. Tangan kanannya membelai batu nisan tersebut dengan lembut. Sedangkan tangan kirinya menyentuh rumput hijau yang mulai memanjang.

Masker hitam menutupi wajahnya. Gurat lelah, dengan mata gelap tajam yang sendu. Surainya nampak acak dan panjang.

"Disini."

Ia menekan tangan kirinya pada rumput. Meremasnya dengan kuat. Tidak lama ia bangkit. Mengeluarkan setangkai mawar hitam. Berjalan menuju makam disebelahnya yang terdapat setangkai mawar merah. Ia meletakkan disana dengan pelan. Menatap diam sejenak, lalu pergi.

Meninggalkan sosok yang berdiri jauh dari tempatnya. Pekat yang sama, penuh dengan lara yang tersimpan. Kedua tangannya terkepal erat. Menahan gejolak dalam dirinya.

Rasanya panas menjalar kedadanya. Hingga kedua matanya yang terasa terbakar. Pekat dengan kobaran yang mulai menguasai dirinya.

"Jadi ini?"

👑👑

"Selamat malam, maaf membuat Anda menunggu."

Saga tersenyum tipis, menyambut uluran tangan lelaki muda didepannya. Malam ini ia harus kembali membicarakan bisnis dengan Darka. Pada ruangan VIP disalah satu restoran berbintang.

"Tidak, Saya juga baru saja sampai."

"Baiklah, apa bisa kita mulai langsung?"

"Lebih bagus, silahkan."

Pembicaraan keduanya mulai serius. Sekertaris yang mereka bawa juga membantu. Tidak ada kendala yang menyulitkan. Semuanya berjalan lancar dalam dua jam terlewati.

DIDYMO [Raga 2] || END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang