Arga bersiul seraya menuruni anak tangga. Dia akan sarapan dulu sebelum pergi menjemput Ana di rumah Carel. Hari ini suasana hatinya sedang baik, karena dia akan menghabiskan waktunya hari ini sampai sebelum rapat evaluasi nanti.
Arga sudah menyusun jadwal dari awal hingga akhir untuk hari ini bersama Ana. Dia juga sudah mengirim jadwal itu kepada Ana dan tentunya perempuan itu menyetujuinya.
Arga pergi ke meja makan yang ternyata sudah ada orang tuanya.
"Rapi banget, Sayang. Kamu mau ke mana?" tanya Tania, Mama Arga, pada anaknya yang berpenampilan rapi dan wangi.
"Mau jalan, Ma." Jawaban itu membuat Tania menatap Arga. "Arga izin ya, mau jalan dari pagi ini sampai sore. Terus malamnya ada rapat evaluasi OSIS. Dan nanti Papa jangan kaget kalau pengeluaranku banyak hari ini."
"Sama Ana lagi, Ga?" tanya Bani, papanya, dengan nada menggoda.
"Iya, Pa." Arga mengambil nasi goreng beserta telur dadar yang dimasak oleh mamanya.
"Ga, bawa Ana ke rumah, dong. Mama pengen banget ketemu dia," pinta Tania, mamanya.
"Iya, nanti Arga bawa Ana ke rumah," jawab Arga. Dia menyuap sesendok nasi goreng dan juga telur dadar.
"Kamu beneran mau meneruskan perusahaan Papa kan? Awas kalau kamu tiba-tiba mundur. Papa bakal sita segala fasilitas kamu yang Papa berikan," ancam papanya.
Aneh memang. Arga yang awalnya anti sekali berurusan dengan segala bisnis perusahaan papanya. Bani dan Tania memang tidak memaksa, tapi mereka menaruh banyak harapan untuk Arga. Namun, secara tiba-tiba, tempo hari Arga bersedia untuk meneruskan perusahaan papanya suatu saat nanti. Arga bilang, dia ingin memberikan kehidupan yang layak untuk Ana nanti.
Padahal perjalanan masih panjang, tapi Arga sudah merencanakan semuanya untuk Ana.
"Iya, Pa. Papa tenang aja."
"Arga, Mama hanya mau bilang. Jangan memaksakan kalau Ana belum bisa buka hati ya, Sayang. Pelan-pelan aja. Dan kamu juga harus ada di sampingnya. Orang seperti Ana di depan memang terlihat kuat, tapi sebenarnya dia pasti ngerasain capek fisik dan batin. Ya, Sayang?" pesan Tania sebagai seorang Ibu dan sesama perempuan.
"Kalau dia pengen kerja, jangan dipaksa berhenti, Arga. Biarin dia kerja. Yang kamu lakukan, temenin dia. Dia pasti butuh seseorang di sampingnya," tambah Bani.
"Iya, Pa, Ma. Kalian nggak perlu khawatir. Arga pasti akan lakuin apa pesan Papa dan Mama."
"Bagus. Itu baru anak Papa."
Sementara Tania hanya tersenyum kemudian melanjutkan sarapannya.
Arga tidak pernah menyakiti perempuan, karena baginya menyakiti perempuan sama saja menyakiti mamanya. Bani pun selalu mengajarinya bagaimana menghargai perempuan. Bani akan sangat marah bila ada salah satu anaknya yang menyakiti perempuan.
Arga bersyukur mempunyai keluarga yang menerima Ana apa adanya, tanpa memandang derajat seseorang. Dengan itu, dia bisa mendapatkan Ana tanpa rintangan restu orang tua. Ya mungkin dia harus memikirkan cara bagaimana membuka hati Ana.
Saat menyuapkan suapan terakhir, Arga melihat ponselnya bergetar karena seseorang mengirim pesan. Dibacanya dari layar kunci ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argana
Teen Fiction"Aku mau kita putus, Kak." - Ana "Apapun yang menjadi milik aku, nggak akan pernah aku lepaskan, Ana." - Arga ***** Niat Ana kabur dari Bandung ke Jakarta untuk menghindari mantannya, tetapi malah bertemu lelaki dengan sifat yang sama seperti mantan...