16 - Hari Pertama Sekolah

91 12 0
                                    

"Marka."

Panggilan singkat dari papanya membuat Marka menoleh saat ingin keluar dari pintu rumah.

Marka terheran. Dia pikir papanya sudah berangkat kerja seperti biasanya. "Loh, Pa? Marka kira Papa sudah berangkat kerja."

"Belum, Mar. Ada yang harus Papa selesaikan di ruang kerja tadi. Mau berangkat sekolah?"

"Iya, Pa. Soalnya, hari ini mulai upacara."

"Papa dapat laporan dari Pak Ardan, kepala sekolah. Katanya anggota kamu ada yang bullying ke siswa baru?"

Raut wajah Marka tampak lelah dan menghela napasnya. "Iya, Pa. Tadi malam udah kami sidang. Yang bully itu anak pubdok. Udah dikasih SP 1, sih."

"Syukur, deh. Kalau bisa mereka harus minta maaf di depan siswa baru, biar mereka malu dan jera."

"Iya, aku sudah nyuruh mereka gitu, Pa. Nanti selesai upacara, mereka langsung minta maaf."

Putra melebarkan tangannya agar Marka dapat memeluk dan membagi bebannya. "Sini, peluk Papa."

Marka adalah anak yang tak pernah kekurangan kasih sayang. Walau Marka mempunyai seorang ibu tiri, tapi Putra berperan cukup besar dalam proses hidupnya. Lelaki itu mendekat ke arah papanya dan memeluknya. "Masih gede manja banget sama papanya," ledek papanya.

"Papa, ih!" balas Marka masih dengan posisi memeluk papanya. Pelukan papanya adalah pelukan ternyaman. Ditambah elusan lembut di punggungnya membuat Marka sejenak melupakan masalahnya.

"Jangan menyerah, ya. Jangan jatuh hanya karena mereka merusak usaha kamu. Yang paling penting adalah ini bukan salah kamu."

"Iya, Papa. Anak Papa ini nggak akan sejatuh itu, kok. Marka masih bisa ngehadapin semuanya."

"Good job," ucap Putra sambil melepaskan pelukannya. "Walau ada sedikit masalah, Papa yakin kamu bisa mengembalikan citra OSIS kamu."

"Doain ya, Pa, semoga nggak ada kejadian ini lagi."

"Pasti, Marka. Tanpa kamu suruh, Papa selalu doain yang terbaik untuk kamu."

Marka tersenyum mendengar ucapan tulus dari papanya. Kemudian dia mendekat untuk mencium tangan papanya itu. "Marka berangkat, ya, Pa."

"Iya, hati-hati, ya, Marka."

Putra menatap punggung anaknya yang memasuki mobil lalu membuka kaca mobil untuk melambaikan tangan ke arahnya.

Sudah dua belas tahun, Putra merawat Marka. Istrinya? Selalu sibuk bekerja dan mengejar karir sebagai model. Putra bahkan lupa kapan terakhir kali mereka berkomunikasi. Mereka sama-sama sibuk dengan dunia mereka.

Wajar, pernikahan tanpa ada ikatan cinta itu akan menjadi sia-sia. Putra yang dipaksa menikahi seorang wanita demi kepentingan bisnis antar perusahaan. Tak peduli apakah pernikahan mereka akan berlangsung indah atau buruk.

Padahal saat itu, Putra sudah menikahi wanita yang sangat dia cintai dan dia rela meninggalkan harta serta fasilitas demi wanita itu. Namun, akibat campur tangan papanya, dia menjadi kehilangan wanita itu beserta anak keduanya dan meninggalkan Marka bersamanya.

Putra tahu, wanita itu tak bermaksud untuk meninggalkannya bersama Marka. Papanya pasti sudah mengancamnya yang membuatnya ketakutan. Putra memaklumi hal itu, tapi sedikit kecewa dengan keputusan sepihaknya.

Kemudian, lelaki paruh baya itu melanjutkan kembali kehidupannya bersama Marka dengan segala fasilitas dari papanya. Namun, secara diam-diam, Putra mencari keberadaan mereka hingga papanya meninggal dunia akibat penyakit yang dia derita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang