15 - Evaluasi

191 17 1
                                    

Selesai membantu Ana membereskan barang-barangnya di apartemen, Arga langsung pamit untuk lanjut rapat evaluasi. Biasanya, rapat evaluasi dilakukan di sekolah. Namun, kali ini agendanya di rumah Marka sekaligus berbincang santai setelah acara penyambutan siswa baru.

Sebenarnya itu hanya alibi untuk mengecoh pengawas OSIS dan kepala sekolah agar mengizinkan mereka untuk rapat di luar sekolah. Aslinya, mereka akan rapat seperti biasa dengan membahas semua kekurangan yang terjadi pada acara. Rapat ini akan memakan waktu hingga tengah malam, bila pembahasannya tak kunjung menemukan solusi.

"Terima kasih semuanya sudah berhadir di rapat evaluasi MPLS kemarin," sambut Marka. "Kalau gitu, kita langsung saja supaya kita bisa pulang cepat. Kita mulai dari laporan perbidang dulu, ya. Bidang acara, keamanan, perkap, pubdok, konsumsi, humas, bendahara dan sekretaris. Silakan dari bidang acara dulu."

Semua yang berhadir di rapat evaluasi itu mulai mendengarkan satu-persatu laporan dari tiap bidang. Setelah penyampaian laporan, Marka langsung mempersilakan dari semua anggota OSIS untuk menyampaikan kekurangannya.

Namanya juga manusia, pasti ada saja kesalahan yang terjadi. Dari panitia yang kerjanya main-main, kekurangan dana, konsumsi yang lima hari berturut-turut selalu kurang dan lain-lain.

Arga mendengarkan dengan serius perdebatan yang terjadi antar bidang dan saling menyalahkan satu sama lain. Marka sedikit kelelahan melerai mereka yang berdebat panjang.

"Diam!" gertak Arga membuat suasana hening. Lelaki itu menatap tajam kepada Rafael dari bidang perlengkapan dan Kartika dari bidang publikasi dan dokumentasi yang berdebat tadi. "Nggak usah saling nyalahin gitu. Kita di sini ngomongin kekurangan sekaligus ngasih solusi. Tujuan kalian adu mulut gini apa?"

Mereka saling terdiam. Tak ada keributan seperti tadi

"Gini, ya. Gue nggak terima mereka bilang kerjaan kami nggak becus. Padahal dari hari pertama sampai hari terakhir, kami selalu stand by di lokasi. Lo pada butuh apapun, kami sudah ada barangnya beserta cadangannya. Terus, dia bilang kami nggak becus? Nggak becus dari mana gue tanya?" ucap Rafael tak terima seraya menatap tajam ke arah Kartika.

"Raf, lo duluan yang mulai. Gue nggak terima lo ngatain anak-anak gue kerjanya main-main doang. Kami mikirin ide tengah malam untuk desain poster dan spanduk, edit video dan edit foto sampai berhari-hari, dan lain-lain. Congor lo tuh jangan seenaknya ngatain orang."

"Eh, Mbak, saksinya nggak cuma gue doang. Bang Marka, Arga dan yang lain juga lihat kalau anak-anak lo kerjanya main-main. Kalau lo dan tim lo adalah seperti yang lo bilang, kenapa desain spanduk nggak sesuai dengan diskusi kita?"

"Anj—"

"Nggak usah perpanjang masalah!" tukas Arga. Dia menyuruh Kartika untuk duduk kembali dari tempatnya. "Kita nggak akan ketemu solusinya kalau lo berdua sibuk ngoceh terus."

"Oke, tenang dulu ya. Kita omongin dari pubdok dulu," lerai Marka kemudian. "Menurut laporan yang gue terima dari panitia acara. Pertama, bener kata Rafael, kerja kalian main-main. Habis ngerjain jobdesc, kalian langsung menghilang dari hari kedua sampai seterusnya. Kalian dicariin tuh nggak ada. Tapi, giliran makan, kalian maju nomor satu. Kedua, desain spanduk dan poster nggak sesuai dengan instruksi kita waktu rapat. Bahkan, gue udah bilang sama lo jauh-jauh hari, Kar, kalau bingung soal desain bisa tanya gue atau Naja. Dan tim lo itu udah dikasih satu anggota dari pubdok OSIS. Harusnya nggak ada masalah dengan desain. Dan yang terakhir, kalian bentak-bentak siswa baru. Buat apa gue tanya kalian begitu ke siswa baru? Ini tuh bukan tahun-tahun dulu yang masih pakai acara jadul bentak-bentak siswa baru. Zamannya udah berubah. Nggak ada sistem rusakin mental anak orang di acara kita ini. Itu aja dari gue."

ArganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang