14 - Papa

169 20 0
                                    

Ana tersenyum saat kedatangannya bersama Arga disambut hangat oleh Putra dan Marka. Mata Ana menyisir ke sekelilingnya. Dibanding dengan rumah Carel, rumah Marka ini terbilang cukup mewah dan besar. Apalagi hanya ditinggali bertiga oleh keluarga kecil Putra.

Seperti yang diceritakan Arga di mobil, Marka memiliki seorang ibu tiri yang sekarang sedang ke Paris untuk acara modelnya.

Ana melihat sebuah figura besar terpampang jelas di dinding ruang tamu, yang menampilkan tiga senyuman dari keluarga ini. Dia menatap seorang perempuan cantik berdiri di samping kanan Marka. Ana yakin itu adalah ibu tiri yang diceritakan oleh Arga.

Ana beralih pada nakas di bawah figura itu yang menjejerkan berbagai foto dengan figura kayu coklat itu. Terdiri dari foto Marka sewaktu kecil yang sedang mengayuh sepeda, foto Putra sepertinya masih muda menggendong tubuh Marka yang berada di tepi pantai, dan berbagai foto lainnya lagi.

Ana tersenyum melihatnya. Ada tatapan iri yang tersirat dari matanya.

Tak lama namanya dipanggil yang mengajaknya untuk makan siang bersama. Ana tersenyum kikuk karena ditinggal oleh mereka yang sudah duduk di meja makan. Ana tak sadar sekali. Dia pun duduk di samping Arga.

"Gimana sekolahnya, Ana? Kamu suka?" tanya Putra.

Ana mengangguk. "Suka, Pak. Kebetulan sekolah impian aku dari SMP."

"Kok panggil Bapak? Terlalu kaku. Panggil Papa aja, Ana. Kamu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Coba kamu panggil Papa," pinta Putra membuat Ana tak enak hati mendengarnya.

Pasalnya, Putra mengatakan itu di depan anaknya, Marka. Ana menatap Arga dan Marka secara bergantian. Bukannya membantu, mereka malah diam dan mengangguk seakan memberi isyarat menuruti keinginan Putra.

"Emang nggak papa, Pak? Ana nggak enak."

"Saya yang minta. Kamu anggap saya seperti Papa kamu, Ana."

Ana tersenyum simpul. Dari kecil, dia memang tak punya seorang Ayah. Dia baru merasakan kehadiran sosok ayah saat mamanya menikah lagi. Namun, ayah tiri yang baru sebentar mengisi hidupnya ternyata juga pergi meninggalkannya.

Keadaan ini membuat Ana rindu dengan sosok ayah di hidupnya.

"I-iya, Pa. Papa Putra."

"Gitu, dong. Itu baru anak Papa."

Ana sedikit terharu dengan ucapan Putra. Hampir saja dia menangis, namun sebisa mungkin dia tahan karena akan membuatnya malu.

"Ayo, kita makan. Hari ini Bi Sarti lumayan masak besar."

Ana pikir, menu makan siang di rumah Marka hari ini adalah masakan barat. Ternyata, masakan rumahan yang membuat Ana rindu dengan masakan mamanya.

*****

Selesai dari makan, Putra mengajak mereka untuk duduk di ruang tengah sambil berbincang-bincang. Di meja sudah ada camilan kue kering dan minuman es jeruk sebagai pendamping obrolan.

"Om, kata Papa besok jangan lupa meeting bahas proyek di Bintaro."

"Proyek apa, Pa?" tanya Marka.

"Iya, Arga. Pokoknya proyek besok aman," jawab Putra. "Proyek debut girlband buat tahun ini, Mar. Sekalian menyeleksi trainee yang berpotensi layak debut. Nah, WN Ent dan Bloom Ent kolaborasi untuk debutin girlband."

Seperti yang Ana ketahui dari Arga, perusahaan Putra juga berfokus pada entertainment. Selama ini Bloom Ent lebih mengacu pada dunia model dan selebgram. Namun, sekarang, perusahaan Bani—Papa Arga dan Putra akan bekerja sama untuk pasar musik.

ArganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang