Mark memicingkan matanya begitu terdengar suara gusrak-gusruk dari halaman belakang sekolah. Rencananya yang hendak merokok itu tertunda sejenak. Rasa penasarannya lebih mendominasi.
"Lo tahu harus apa kan?"
"Iya. Tapi bukan ini yang lo janjiin."
"Gue cuman membantu lo."
"Tapi gue udah maaf─"
"Memangnya lo tahu kenapa gue ngelakuin ini semua?"
Mark mengernyit, merasa cukup familiar dengan suara-suara yang terdengar. Namun saat ingin mencari tahu lebih lanjut, ia justru tak sengaja menginjak ranting pohon yang bertebaran di tanah.
Mark merutuki dirinya sendiri. Ia kemudian dengan cepat berlari dari sana sebelum ketahuan.
Kedua orang yang sedang berbincang itu melirik ke sumber suara, matanya saling memberikan sinyal sebelum akhirnya mengangguk dan pergi begitu saja.
"Lo mau ke mana?" tanya Renjun yang tak sengaja berpas-pasan dengan Jaemin.
Jaemin memicingkan matanya sejenak sebelum menghela napas. "Ada urusan."
"Gak nyambung jawaban lo."
"Ke ruang guru."
"Ngapain?"
"Ada urusan."
Renjun mengangguk mengerti, gelagatnya terlihat aneh tak seperti biasa. Pemuda itu nampak cemas. "Jae."
"Hmm?"
"Lo.. emm.. itu.. lo pernah gak.. eh.. itu.."
"Lo kalau ngomong yang bener!" seru Jaemin bingung. "Gak biasanya lo begini."
"Eh, gak papa deh. Gak penting juga," cengir Renjun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Jaemin merotasi bola matanya malas sebelum akhirnya berlalu pergi.
Renjun menghela napasnya. Ia kemudian meremas kuat-kuat kertas yang ada di tangannya. Kepalanya mendongak, kedua sudut bibirnya ia paksa tarik ke atas.
"Pasti cuman orang iseng kan? Haha iya, lagian kejadian itu udah lama banget. Orangnya juga udah mati."
"Jaemin itu kan temen deketnya si Jisung, pantas-pantas aja sih dia gak terima Jisung ditemuin dengan keadaan mengenaskan begitu."
Jeno melirik Haechan yang baru saja berujar. Chenle yang di sebelahnya manggut-manggut membenarkan.
"Tapi ngapain ya Pak Yuda sampai panggil Jaemin ke ruang kepala sekolah? Harusnya biarin aja, toh seiring berjalannya waktu masalah ini bakalan terlupakan," imbuh Chenle lagi.
"Tapi Pak Yuda akhir-akhir ini gue perhatiin juga jadi aneh tingkahnya."
"Kepala Sekolah belum juga muncul ya padahal anaknya ditemuin meninggal?"
"Muncul kok."
"Eh?"
Chenle membulatkan matanya, dalam hati merutuki dirinya yang keceplosan. Pemuda itu akhirnya hanya tersenyum canggung dan membuang muka.