13

365 35 3
                                    

Lo jangan banyak tingkah Mark.




Lo beneran gak inget ya? Gimana kalau gue coba ngingetin lo?



Lo mau peringkat 1 kan? Gimana kalau gue kasih ke elo.



Yah, lo gak suka sama Jeno ya? Gue juga. Kalian semua kan penjahat. Eh, gue juga deng, hahaha.




Lo buat gue muak, Mark. Kenapa cuman gue yang inget?




Jangan harap surat ini berhenti, gue akan terus berusaha buat lo inget semuanya.




Lo itu pembunuh.







































"Heh, bengong aja lo!"

Mark tersentak, netranya menatap Haechan yang tiba-tiba muncul di hadapannya dengan lingkung. Sedetik kemudian berubah sinis. "Apaan sih lo?"

"Lo bisa gak sih sehari aja senyum? Sinis banget muka lo kayak orang gak dikasih makan."

"Ya emang gue belum makan!"

"Lo dipanggil Renjun tuh," tunjuk Haechan pada Renjun yang sedang mengintip di balik pintu. Pemuda itu tersenyum lebar. Mark mengerjab, bayang-bayang isi surat serta ucapan Jeno semalam terbayang-bayang di ingatannya.

"Heh, malah bengong lagi!" sembur Haechan menyentil dahi Mark.

"HEH, PITIK AYAM! MAKSUD LO APA JITAK GUE?!"

Sekarang giliran Haechan yang tersentak, Mark nampak murka. Wajahnya bahkan sudah merah padam.

"E-eh, santai lah! Gak sengaja gue tadi, tangan gue kepleset!" dalih Haechan.

"Tangan lo kepleset nyentil jidat gue?! Lo jangan kocak!" hardik Mark.

Haechan yang sudah panik akan dijadikan pitik ayam oleh Mark, segera berlari. Mark sudah pasti mengejarnya. Dan terjadilah aksi kejar-kejaran di kelas kecil itu sampai akhirnya Pak Damar yang kebetulan masuk ke kelas tak sengaja bertabrakan dengan Mark.

Mereka jatuh dalam kondisi pelukan.




































































































Jaemin termenung, menatap halaman sekolah dengan pandangan kosong. Ingatannya kembali pada saat ia datang ke ruang guru kemarin. Jaemin tak sengaja melihat dokumen sekolah yang jatuh dari meja Pak Yuda.

"Jadi, maksud lo marga kepala sekolah itu Lee?" tanya Chenle merasa aneh. Jaemin mengangguk kaku.

"Berarti Jisung bukan anak kepala sekolah dong?"

"Belum tentu." Jaemin menggeleng. "Marga itu bisa jadi pengecoh. Jisung sendiri dulu pernah bilang dia terbiasa tinggal sama Ibunya doang."

"Ganti marga? Atau ikut marga Ibunya?" tebak Chenle dan Jaemin mengendikan bahunya. Tak tahu juga.

"Sebenernya desas-desus Jisung adalah anak kepala sekolah itu dari mana sih?" heran Chenle pusing.

"Lo rahasiain ini ya, Le. Gue curiga sama salah satu anak kelas kita," ujar Jaemin tiba-tiba dan Chenle mengangguk mantab. Toh, ia juga tidak rugi apapun juga.

"Masuk yuk, bentar lagi ada ulangan."




























































The Smartest ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang