"Lo kenapa sih suka banget dekat-dekat sama Jisung sekarang? Dia itu gak baik."
"Semuanya yang di sini gak baik kali."
"Tahu darimana lo?"
Jaemin merotasi bola matanya malas, langkahnya terhenti, ia menatap Renjun yang juga berhenti. Telunjuknya mengarah pada dada Renjun. "Tanya aja sama diri lo. Gue lihat kejadian di lapangan waktu itu, Renjun."
"Jae─"
"Gue gak akan menghakimi lo, terserah lo kok. Semua orang punya caranya masing-masing untuk mencapai suatu tujuan. Tapi Renjun, saran gue cuman satu. Jangan munafik."
Setelah mengatakan hal itu, Jaemin berlalu pergi begitu saja meninggalkan Renjun dengan kedua tangannya yang terkepal erat.
Perkataan Jaemin menamparnya.
Dan Renjun benci hal itu.
"Besok gue mau berangkat pagi."
Renjun yang sedang memberi makan kucing di pinggir jalan dibuat terkekeh. Pemuda itu terkikik geli, tangannya mengelus kucing di depannya dengan lembut. Udara malam itu membuat Renjun menggigil. Ah, gak lagi-lagi deh dia keluyuran malam-malam.
"Buat apa coba?"
"Buat ngehajar Mark! Kesel banget gue, tadi kita sempet adu bacot terus dia nantangin besok suruh gue berangkat pagi. Gue bakalan pukul dia besok sampai babak belur."
"Kayak bocah aja lo, Chan," komentar Renjun.
"Ya tu anak ngajak ribut terus sih, gue bingung deh dia bisa benci Jeno dalam dua malam doang. Dia bipolar ya?!" seru Haechan nampak sangat kesal.
"Hush, gak boleh ngomong gitu. Kalau dari pandangan gue sih.. dia mungkin emang gak suka aja kali. Siapa tahu si Jeno ngelakuin kesalahan."
"Segitunya? Gak bisa dibicarain baik-baik? Ditanyain pun selalu menghindar, dia tuh yang aneh!"
Renjun menggelengkan kepalanya heran.
"Eh Renjun, bentar ya gue tutup teleponnya. Si Jisung nelpon, gak tahu kenapa tuh anak."
"Oke."
Setelah itu sambungan telepon terputus, Renjun yang semakin kedinginan pun akhirnya bergegas pergi.
Langkah demi langkah Renjun ambil, ia sampai pada sebuah gang sepi kecil yang memang harus ia lewati agar bisa sampai rumahnya.
Walau sudah lama tinggal di daerah sini, Renjun tetap tidak bisa terbiasa. Pasti selalu merinding, bulu kuduknya meremang, takut-takut kalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi.
Tap tap tap
Renjun tak salah dengar, itu suara langkah seseorang. Tubuhnya membeku mendadak, kepalanya tertoleh kaku menghadap belakang.
Tak ada apa-apa.
Renjun menghela napasnya, berusaha membuang pikiran negatif.
"Sumpah gak lucu, belum aja lulus SMA gue gak boleh mati," katanya bergumam, ia takut sekali.
Bayang-bayang drama pembunuhan yang sering ia tonton tiba-tiba terbayang dipikirannya.
Renjun akhirnya memutuskan untuk mempercepat langkahnya, angin malam menembus kulitnya, Renjun semakin takut.