"Chenle pasti syok banget."
"Anjir, jangankan Chenle. Gue pun juga sangat syok!"
Jaemin mendengus, Haechan ngegas terus. Padahalkan bisa saja berbicara baik-baik.
"Untung gue gak jadi berangkat pagi," ujar Haechan lega, kalau saja ia berangkat pagi, yang menemukan mayat Jisung bukanlah Chenle, melainkan dirinya.
"Chenle lagi diintrogasi sama polisi," ucap Jeno memberi tahu. Mark meliriknya sinis, rasa curiga tiba-tiba memenuhi otaknya.
"Jisung gak mungkin bunuh diri kan?" tanya Jaemin kemudian.
"Ya gak lah! Gila aja! Andaikata bunuh diri kenapa harus di kelas!" seru Haechan ngegas lagi. Jaemin berdecak kemudian menoyor kepala pemuda itu. "Lo bisa gak sih ngomong pelan?!"
"Maaf, udah kebiasaan."
"Ubah cara bicara lo, kalau suatu saat nanti ada yang tersinggung baru tahu rasa."
"Ya udah sih, kayak lo gak pernah berbuat yang nyinggung orang aja," gumam Haechan mendecih. Ucapan Jaemin menohoknya.
"Tapi ini ngeri sih, gue jadi gak bisa fokus sekolah kalau begini," ujar Renjun yang sedari tadi diam saja. "Kita bikin protes yuk ke kepala sekolah?"
"Lo gila? Dia baru aja kehilangan anak semata wayangnya." Mark berkacak pinggang.
"Terus mau gimana lagi? Lo bisa belajar di tempat yang sama dengan mayat Jisung tadi? Maaf, gue gak bisa."
"Lo gak ada hak ngomong begitu, lo sekolah di sini aja udah beruntung."
Renjun berdecak tak suka, matanya menatap kesal Mark. Yang ditatap hanya membuang muka, tak begitu peduli.
Ngomong-ngomong, Mark mencurigainya semenjak kejadian semalam. Ia berpikir Renjun berbuat yang tidak-tidak.
"Kayaknya kita gak boleh bertindak gegabah deh sekarang," ujar Jeno tenang. Ia tersenyum. "Kita duduk aja ya di sini dulu. Nanti gue tanya Pak Yuda."
"Lo seneng ya?" tuding Mark tiba-tiba. "Lo barusan senyum padahal Jisung baru aja meninggal."
"Gak begitu.."
"Oh ya, setelah dipikir-pikir aneh sih. Lo gak suka banget sama Jisung, setelah itu dia gantiin posisi lo di peringkat pertama, besoknya dia tiba-tiba meninggal. Aneh kan? Nah, coba deh dipikir." Mark bersidekap dada, menatap Jeno dengan tatapan intimidasi.
"Lo curiga sama gue?" tanya Jeno menggelengkan kepalanya heran.
"Iyalah! Pakai nanya lagi!"
"Lo harusnya kalau ngomong dipikir dulu." Wajah Jeno berubah tak senang, pemuda itu menatap Mark tajam. "Gue gak pernah ngelukain orang."
"Oh ya?" Mark terkekeh remeh. "Beneran nih?"
"Apa sih?"
"Dasar munafik," umpat Mark kemudian berbalik dan segera bergegas pergi. Jeno mengernyit.
Apa-apaan pemuda itu?
"Jadi gimana, Zhong Chenle?"
"S-saya bener-bener gak tahu, Pak. Saya baru sampai dan─"
"Kamu tahu kalau tulisan ini tertulis di papan tulis saat ditemukannya mayat Jisung?"
Mata Chenle membulat begitu sebuah foto disodorkan di hadapannya, entah terlampau panik atau apa, Chenle tak bisa fokus pada apapun selain tubuh Jisung yang tergantung. Jadi pemuda itu menggeleng.