"Haechan, gimana kabarnya?"
Pemuda dengan baju pasien rumah sakit itu nampak memandang kosong tanpa arti orang di depannya.
"Maaf, Bapak hanya dapat mengucapkan maaf.. maafin Bapak yang gak punya kuasa apapun untuk menghukum para perundung kamu."
"Maaf, Pak. Kondisi Lee Haechan tak memungkinkan untuk diajak berbica─"
"Kenapa para pembunuhku tetap hidup?" tanya Haechan dengan suara seraknya. Pemuda itu seketika menatap tajam pria tua di depannya yang biasa ia sebut Ayah.
"Kenapa Ayah gak lakuin apapun untuk Haechan?!"
Pekikan itu nampak menyakitkan hati, tubuh Haechan yang mulai tak terkendali segera ditarik paksa oleh para perawat dan dokter. Kondisi pemuda itu sungguh memprihatinkan, bibirnya pucat, rambutnya berantakan, kulitnya sudah tak terawat, penampilannya kacau. Pemuda itu berteriak meracau.
Namun, mau bagaimana lagi?
Beginilah nasib orang-orang yang trauma pasca perundungan hebat. Sang pelaku tak pernah mengingat, namun sang korban akan sangat menderita, masa depannya direnggut secara paksa.
Ayah Haechan berdiri sejenak di depan pintu bernuansa coklat itu, matanya mulai berkaca-kaca melihat anak semata wayangnya ditenangkan paksa oleh para dokter dan perawat menggunakan suntikan.
"Maafin ayah, Haechan.."
Iris mata coklat itu melirik sebuah papan nama di sebelah pintu.
Lee Haechan, 19 tahun.
Menderita Skizofrenia akut.
fin.
wkwkwk ahahahaa
gimanaa nih endingnya?
jujurr aku takut banget
ga bisa memenuhi
ekspetasi kaliannn, tapi ya
mengingat jalan cerita ini,
si Haechan kan bukan psikopat
yaaa, menurutku pembunuhan
ini sudah paling apik. sebab
kalau terlalu sadis, karakter
Haechan justru ga konsisten :)
buat yang nanya, kenapa covernya
mukanya Jaemin besar sekali?
maksudnya simple kok, kematian
si Jaemin ini yang menandakan
munculnya si pelaku yaitu Haechan.
Terimakasih bagi yang sudah
membacaaa, jangan lupa baca
ceritaku yang lain, eheq.
kolom drop komentar
sebanyak-banyaknyaa 👉🏻
see u in my next story!
aku pub ceritaa baruu loo
