"Oh my gosh! Muka lo kenapa?!"
"Diem."
Haechan mengerucutkan bibirnya begitu Mark membalasnya dengan sinis. Cih, dikhawatirin gak tahu diri.
"Lo tahu siapa Renjun?" tanya Mark tiba-tiba, mengolesi luka sobek di wajahnya dengan salep.
"Manusia lah, siapa lagi," balas Haechan acuh. Ia cengengesan, ia pikir Mark sedang melawak.
"Gue serius, anjing!"
"E-eh, iya maap. Lo gak usah kasar-kasar begitu dong!" Haechan jadi takut. "Emm.. Renjun itu ambis."
"Bukan itu maksud gue!" kesal Mark yang sudah tak terbendung.
"Ya terus maksud lo gimana? Ngomong yang jelas!"
"Siapa Renjun di masa lalu, anjing!"
"Heh, stop manggil gue anjing. Gue bukan anjing, gue Haechan ganteng," sahut Haechan tak suka. Mark hanya mendengus, tak begitu peduli.
"Renjun itu mantan anak pejabat."
Mark tak nampak terkejut, wajahnya datar-datar saja. Haechan yang melihat itu berdehem, berusaha menetralkan suaranya yang terlalu bersemangat.
"Terus Ayahnya kemana?" tanya Mark kemudian.
"Gak tahu, tiba-tiba aja keluarganya menghilang. Emangnya lo pernah lihat keluarga Renjun? Gak pernah kan?"
Mark mengangguk, membenarkan ucapan Haechan dalam hati.
"Pokoknya waktu keluarganya sempet terpuruk sama kasus yang menimpa Renjun. Ya gimana ya, orang Renjun anak satu-satunya, pasti semua orang fokus ke Renjun."
"Kasus? Kasus apa?"
"Lo gak tahu?" Haechan justru ikut terkejut. "Ini bener-bener heboh pada masanya."
"Gak tahu," dengus Mark malas.
"Oke, lo denger baik-baik ya. Walau tabu sebenernya bahas ini, tapi oke lah gue bahas.."
"Pada saat itu, Renjun baru aja menginjak kelas 9, alias SMP 3, waktu itu lagi masa-masanya ujian. Renjun yang ambis pada saat itu suka ngerundung orang pinter, dan.. orang yang dia rundung pada saat itu..
"... meninggal di tempat karena pukulan hebat."
"Karena peringkat sudah keluar, begitulah bagaimana tenda dibagi. Peringkat satu bersama peringkat dua, lalu peringkat tiga bersama dengan peringkat, terakhir, peringkat lima dan peringkat enam."
Mark melirik malas Jeno, begitupun sebaliknya. Sedangkan Jaemin, tampaknya ia senang satu tenda dengan Chenle.
Jangan terkejut, camp diadakan lebih cepat dari dugaan awal. Sebenarnya malas sih ikut, tapi apa boleh buat.
"Lee Haechan gabung sama Huang Renjun?" Jaemin menggelengkan kepalanya. "Doa yang banyak deh buat Haechan."
"Kenapa memangnya?" tanya Chenle tak mengerti.
"Kenapa lagi? Renjun itu kayak macan, sedangkan Haechan kayak curut."
Chenle tertawa mendengar ucapan Jaemin. Keduanya kemudian asik membangun tenda.
Di sisi lain, Renjun melirik tajam Haechan yang terus gagal mendirikan tenda.
"Lo bisa gak sih?!"
"Eits, jangan salah. Gini-gini dulu gue anak pramuka."