"Lo mau jujur apa?" tanya Chenle takut-takut. Renjun melirik Mark sinis, sedangkan yang lainnya menatap Mark penasaran.
"Gue pernah bunuh orang," ungkap Mark.
"Heh, lo jangan ngadi-ngadi, gak lucu tahu!" seru Chenle menampol lengan Mark.
"Gue serius."
"Tap─"
"Tapi gue gak inget apapun. Ibu sama Ayah cuman bilang ke gue kalau hanya sekolah kita yang mau nerima gue. Alasannya sih katanya karena nilai gue terlalu rendah dan gue masuk di tengah semester. Gue gak bisa ngejar sekolah lain, gue ragu, tapi gue berusaha untuk percaya."
"Hmm, bukannya gue mau menganggu suasana ya. Tapi, gue pingin pipis lebih dulu." Jaemin tiba-tiba bangkit berdiri.
"Heh, lo gak usah ganggu. Duduk dulu," suruh Chenle yang diabaikan Jaemin. Wajah pemuda itu mendadak pucat.
"G-gue mau pipis, bentar, beneran kebelet," ijin Jaemin nampak tergesa-gesa. Yang lainnya menatap kebingungan.
Jaemin kemudian berlari kecil menjauh dari kelimanya.
"Dia keringetan kenapa deh? Perasaan hawa di sini dingin," ujar Haechan merasa aneh.
"Ya mun─"
BRAKHHH!!!!
Suara tubrukan itu terdengar amat keras, mengalihkan semua atensi yang ada di sana. Mark yang pertama kali bangkit berdiri, ia kemudian berlari dengan cepat ke asal sumber suara.
Matanya membulat, rahangnya jatuh, mulutnya terbuka lebar melihat pemandangan di depannya.
Mark dengan pelan memundurkan langkahnya, kakinya tiba-tiba menjadi lemas. Pemuda itu ambruk ke tanah.
"M-mark, kenapa.."
Haechan yang ikut berlari bertanya dengan cemas.
"J-Jaemin.."
Haechan yang melihatnya pun tak kalah terkejut. Wajah pemuda itu bahkan sekarang sudah pucat.
Tubuh tak bernyawa Jaemin tergeletak di tengah jalan dengan kepala yang sudah terpisah dari tubuhnya.
Jangan lupakan sebuah tulisan yang ditulis menggunakan darah di samping tubuh Jaemin.
One lie is over.
Tubuh Renjun bergetar, pemuda itu buru-buru menoleh ke arah Chenle.
Dan apa yang dilihatnya?
Chenle tersenyum miring, pemuda itu kemudian balik menatap Renjun dan tertawa lebar.
Lihat, Chenle tak mati bukan?
"Itu tandanya Jaemin bohong kan?"
"Menurut lo?"
Jeno menggelengkan kepalanya tak mengerti, rasa panik dan takut bergabung melanda dirinya. Melihat bagaimana mayat Jaemin, Jeno merasa merinding. Siapa yang tega melakukan hal itu?
"Jeno, lo jangan panik," peringat Haechan tiba-tiba.
"Asalkan lo gak bohong, lo gak akan bernasib sama dengan Jaemin maupun Jisung."
"Gue gak boho─apa? A-apa maksud lo Jisung?" Wajah Jeno berubah menjadi pucat pasi. Pemuda itu menatap Haechan dengan takut.
Yang ditatap hanya tersenyum miring.