O1

989 69 3
                                    

"Hidup itu seperti alien."

"Kenapa?"

"Tak tertebak."

DUAKH!

"AH, APA SIH MUKUL-MUKUL JIDAT!" Chenle berseru kesat saat jidatnya disentil oleh Renjun.

"Makanya kalau ngomong yang bermutu sedikit dong, apa hubungannya alien sama tak tertebak," cibir Renjun keras. Chenle mendengus, Renjun ini terlalu serius.. padahalkan Chenle hanya bercanda.

"Oh iya, kemarin gue habis ditampol sama Mama setelah minta pindah sekolah." Haechan kemudian ikut nimbrung. Ia kemarin benar-benar dimarahi habis-habisan. Ya gimana juga, Haechan sudah gak sanggup kalau menyangkut soal nilai.

Haechan sudah pasrah.

"Tapi lo harus berusaha tahu, mungkin aja nanti kebodohan lo berkurang," nasehat Chenle tumben-tumbenan.

"Kayaknya gue udah terlahir bodoh deh."

"Heh, kalau bicara itu jangan sembarangan, jadi kenyataan baru tahu rasa lo!" sembur Renjun kesal.

"Oh iya, ngomong-ngomong, katanya nanti peringkat satu di kelas ini bakalan dapat hadiah," timpal Haechan kemudian. "Gue penasaran deh hadiahnya apa."

"Gak usah mimpi lo, Chan. Gak mungkin juga lo dapat peringkat 1." Chenle berujar santai, tak peduli dengan wajah Haechan yang sudah tak enak.

"Gak usah diingetin juga gue tahu gak mungkin."

"Bisa aja kali, kalau lo dituker otaknya sama otak Jeno," sahut Renjun kemudian, melirik ke arah Jeno yang sedang asik membaca setumpukan buku. Wah, Jeno itu benar-benar definisi dari anak rajin.

"Udah sepinter itu, kenapa ya Jeno malah pindah ke sekolah kayak gini?" tanya Chenle yang dibenarkan dalam hati oleh Renjun dan Haechan.

"Sejauh ini kan orang-orang yang pindah ke sini cuman orang-orang yang punya banyak kasus. Sedangkan Jeno, kayaknya dia anak baik-baik deh."

"Terlalu positif thinking lo itu." Mark tiba-tiba datang dengan esteh di tangan kanannya. Ia kemudian meminumnya sampai habis dalam sekali teguk. "Jeno itu tampangnya doang yang kalem, tapi sebenarnya.. gak."

"Tahu darimana lo?" tanya Chenle menyipitkan matanya, tak yakin.

"Ya nebak aja lah. Lo jangan suka nge judge orang dari cover nya!"

"Lah, tapi selama gue sekolah di sini Jeno gak pernah berulah apa-apa sih."

"Pokoknya gitu lah.. nyesel lo. Lagian, mulai dari sekarang sosok Jeno yang selalu lo agung-agungin itu bakalan lenyap. Toh, sekarang kita semua akan benar-benar jadi saingan," kata Mark kemudian berlalu pergi kembali ke tempat duduknya.

"Si Mark kenapa tiba-tiba sensi?" bingung Chenle.

"Bener kok ucapan Mark, Jeno yang dulu udah ambis kayak gitu, sekarang bakalan lebih parah lagi kan?" sahut Renjun acuh tak acuh.

"Sekarang lebih baik kita lakuin yang terbaik deh. Soalnya entah kenapa, firasatku gue gak enak."






































































"Lo kerjain tugas gue dong."

Jeno tersenyum menatap Jisung yang baru saja berujar padanya. Pemuda itu menutup bukunya pelan. "Ada apa? Ada pelajaran yang susah?" tanya Jeno baik.

"Gue gak dengerin ceramahan Pak Yuda tadi. Lo sebagai ketua kelas masak gak mau kerjain tugas gue?"

"Maaf, tapi Pak Yuda tadi itu jelasin materi matematika kelas kita, bukan ceramah. Terus juga, kenapa lo gak dengerin?" tanya Jeno masih dengan senyumnya. Jisung berdecak dengan wajah datarnya.

"Ketiduran."

"Lo anak baru ya.." Jeno menganggukkan kepalanya mengerti. "Park Jisung, silahkan kerjain sendiri tugas lo."

"Lo gak tahu gue siapa?" tanya Jisung kemudian. "Gue berusaha ramah dari kemarin, tapi kok kayaknya lo semua belagu ya sama gue."

"Gue kira lo orang baik, Jisung." Jeno kembali tersenyum, namun kali ini matanya menatap tajam Jisung.

"Semua orang yang ada di sini punya latar belakang buruk. Gak ada yang baik, terus kenapa lo ngira gue orang baik?"

"Latar belakang buruk, bukan berarti orang yang buruk."

Jisung terkekeh tak percaya. "Hei, Lee Jeno. Gue gak mau cari masalah sama lo."

Jeno hanya menatap datar Jisung.

"Tapi gue rasa lo bukan orang yang gampang." Jisung kembali terkekeh, matanya menatap Jeno remeh.

"Ketua kelas sampah."






BUAGH!!
















































"Baru kali ini gue lihat Jeno mukul orang, anak baru pula." Jaemin menggelengkan kepalanya heran, Jeno dan Jisung sedang diintrogasi oleh sekolah.

Kondisi Jeno sih baik-baik saja, namun kondisi Jisung agak mengenaskan. Pemuda itu sampai mimisan setelah ditonjok dua kali oleh Jeno. Sepertinya pukulannya tak main-main.

"Tapi si Jisung kemarin kelihatan normal dah," celetuk Mark tak habis pikir. "Kan, udah gue bilang. Jeno itu gak sebaik yang kalian kira."

"Terus kenapa? Kalau gue lihat tadi yang kurang ajar tuh si Jisung," balas Haechan kemudian. "Anak baru kok belagu."

"Tapi Jeno juga kehilangan kendali tuh. Padahal kan gak biasanya dia begitu."

"Lo kan gak tahu apa-apa, jangan asal menyimpulkan."

"Udahlah, ini kenapa malah tiba-tiba adu mulut?" Jaemin tak habis pikir.

"Dari awal gue gak setuju si Jeno jadi ketua kelas," ungkap Mark tiba-tiba. "Pokoknya nih anak cuman kelihatan polos dari luar, firasat gue mengatakan seperti itu."

"Lo munafik banget, padahal selama ini lo sering minta bantuan Jeno buat tugas lo," ucap Haechan mulai kesal. Ia menatap Mark tak suka.

"Jangan-jangan lo iri ya? Dulukan kandidat ketua kelas antara lo sama Jeno."

"Gak penting banget gue iri, masalah sepele kayak gini," dengus Mark.

"Tapi Jisung kayaknya nyelidikin soal sekolahan kita deh," ujar Jaemin kemudian. Renjun mengangguk. "Udah pasti lah, malah aneh kalau dia gak penasaran soal sekolah yang sekarang bakalan dia masukin."

"Tadi gue denger Jisung ngatain si Jeno ketua kelas sampah. Itu maksudnya apaan? Kan si Jisung gak kenal Jeno," tanya Chenle.

"Asal ngatain aja itu mungkin, orang kalau kesal ya begitu," balas Haechan.

"Bisa aja emang si Jeno sampah." Mark tak mau kalah. Haechan berdecak. "Lo ini kenapa sih kok tiba-tiba jadi sewot banget soal Jeno? Aneh dah, kayaknya kemarin masih ketawa-ketiwi."

Mark sama Haechan malah berantem.

"Ya gue pendem aja selama ini."

"Lo ka─"

"Hih, bisa diem gak sih?! Nanti kalau Jisung maupun Jeno denger omongan gak mutu kalian malah habis kalian! Stop!" seru Renjun sebal bukan main. Telinganya pengang mendengar perdebatan Mark dan Haechan.

Kayak anak kecil saja.

Mending ributin diri sendiri, ini malah ributin orang lain.

"Santai, santai, Renjun." Jaemin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Suara Renjun bukan main.

"Mending lo semua mikir deh gimana caranya memperbaiki peringkat kalian, karena mulai dari sekarang makanan di kantin pun ditentukan berdasarkan peringkat!"











note;
Ada yang udah nebak alur
cerita ini mau ke manaa? 🔥

The Smartest ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang