"Asik bos!"
Mark tertawa sembari asik menari-nari, jempolnya mengarah ke Haechan yang sedang memutar lagu DJ Bonbon remix, padahal itu lagu sudah dari jaman kapan. Suasana di kelas tambah berisik begitu Chenle ikut serta, tawanya menggema di seluruh penjuru kelas.
"Berisik banget dah, nanti Jeno datang lo diamuk baru tahu rasa," kesal Renjun sebab kegiatannya yang mencontek PR Jaemin jadi terganggu.
"Emang tuh buntelan kapas bisa marah?" sahut Chenle peduli tidak peduli. Ya begitulah kelakuannya.
Chenle kemudian mengambil sapu, kemudian menggunakannya untuk berdansa. Pemuda pindahan dari China itu sifatnya sudah tak tertolong.
"Kalau kata gue mah Jeno yang sabar aja jadi ketua kelas punya anak macam gini," dengus Jaemin yang tak habis pikir juga.
"Ngomong-ngomong, kabar Pak Mahmad gimana?" tanya Renjun menyenggol lengan Jaemin yang sedang mencatat tugas Math di bukunya.
"Pak Mahmad?"
"Katanya kemarin ditemuin bunuh diri di ruang musik," bisik Renjun. Ia jadi merinding sendiri mengingat-ingat bagaimana kabar duka dari satu-satunya satpam yang ada di sekolah ini menyebar luas dengan cepat.
Pak Mahmad itu sudah lama sekali bekerja sebagai satpam di sekolah ini, hampir 8 tahun mungkin?
"Kabarnya ya udah meninggal lah," balas Jaemin merasa aneh. "Orang kalau udah mati, gimana mau ada kabarnya."
"Kasihan gak sih? Padahal dia udah sering berjasa banget bagi sekolah ini." Renjun manggut-manggut, merasa iba.
"Tapi namanya takdir."
"Sekolah ini kejam," ujar Renjun tiba-tiba, menatap papan tulis dengan pandangan penuh arti, tatapan matanya tajam, ia mengulum bibir.
"Hoi, asik aja nih orang berdua? Boleh gak gue minta catatannya?" Mark datang dengan cengiran khasnya.
"Gak." Renjun malah menatap tajam Mark, menyingkirkan buku-bukunya dari hadapan Mark. "Dasar bocah pemalas."
"Enak aja pemalas, ini namanya rajin yang tertunda."
"Lo kalau sehari aja ngerjain tugas, rugi ya?" sarkas Renjun.
Mark menggeleng dengan mimik wajah anehnya. "Bukan rugi, tapi itu namanya menghemat energi."
"Dasarnya sudah gila." Jaemin menghela napas frustasi.
"Woi woi woi woi!" Jeno tiba-tiba datang dengan tergesa-gesa, raut wajahnya panik. Matanya melotot seakan-akan ada berita menghebohkan.
"Apa apa apa apa?!" Chenle menanggapi asal, ia masik asik joget.
"Kita dalam masalah," kata Jeno berdiri depan kelas. Wajahnya terlihat serius walau melongo.
"Apa?" Haechan pura-pura peduli dengan bertanya. Bukan apa-apa, Jeno itu sudah terkenal dengan aksinya yang lebay akan sesuatu. Walau Haechan juga, tapi Jeno ini.. sedikit lebih.. ya begitulah.
"Pak Roni bilang.."
"Apa?"
"Mulai sekarang, murid akan didiskriminasi menurut peringkatnya di kelas."
Tok tok tok tok
"Misi, misi, misi."
"Berisik, permisi ya cukup sekali aja. Gak perlu berkali-kali."
Jisung tersenyum paksa pada orang di depannya. Dalam hati sudah merapalkan kalimat sumpah serapah, hari pertama pun, Jisung sudah dipelototi. Setelah asik memelototi Jisung, orang itu pergi begitu saja.