Prolog

570 68 9
                                    

"Bisa ngga sih, milihnya jangan kelamaan?"

"Kalo mau cepet, bantu pilihin."

"Dari tadi gue udah ngasih saran, lo aja yang ga mau."

"Saran lo jelek."

Kalo kalian dimintain tolong sama sahabat kalian buat milih cincin yang bakal dia kasih saat ngelamar pacarnya, dan sahabat kalian minta saran, tapi semua saran kalian ditolak sampai berujung kalian nungguin di toko perhiasan hampir dua jam lamanya, apa yang bakal kalian lakukan?

Kalo Kanaya, ingin sekali mencabik-cabik sahabatnya yang satu ini.

Sudah meminta tolong ditemani, meminta saran tapi tidak ada satupun saran dari Kanaya yang diterima. Sekarang malah mengatai semua saran Kanaya jelek.

Kanaya sangat kesal. Saking kesalnya, hanya melihat pegawai toko ini saja rasanya Kanaya ingin meneriaki mereka agar bisa menutup tokonya sekarang supaya dia juga bisa keluar dan pulang.

Yang jadi masalahnya, kalau Kanaya meninggalkan manusia jelmaan ember penadah air hujan ini disini, sama saja bohong, karena tadi mereka berangkat menggunakan mobilnya dan Kanaya sama sekali tidak membawa uang cash bahkan ponselnya kehabisan kuota. Sudah buntu selain tetap sabar menunggu sahabat tercintanya ini seleeai memilih cincin.

"Lagian lo mau beli yang sebagus apa? Ini aja udah bagus, Kav." tunjuk Kanaya ke cincin yang dari awal sudah Kanaya sarankan pada Kavi. "Emang kalo lo beli yang paling bagus, lamaran lo udah pasti diterima ya?"

Kavi mencebik sambil menatap Kanaya. "Lo laper ya? Rese banget anjir."

Tidak ada jawaban selain 'iya' yang bisa Kanaya berikan, karena memang perutnya sudah sangat lapar. Pagi ini dia bangun telat, dan begitu mengecek hpnya sudah ada notifikasi pesan dari Kavian yang meminta Kanaya menemaninya membeli cincin untuk melamar pacarnya secara pribadi.

"Gue nyari makan dulu deh." ucap Kanaya yang langsung ditahan oleh Kavian.

"Bentar lagi, lima menit."

Kanaya menghela napas. Kavian sudah berbicara seperti itu dari satu jam yang lalu.

Sudah berapa kali juga Kavi meminta pegawai toko membawakan model yang lain di depannya. Kanaya saja sampai merasa kasihan pada mba-mba pegawai yang dari tadi bolak-balik menuruti permintaan Kavi.  Kalau saja cowo di sebelahnya ini bukan sahabat kecilnya yang merangkap sebagai saudara jauhnya, sudah pasti Kanaya akan meninggalkan cowo ini dari tadi. 

"Ini bagus ga sih, Nay?" tanya Kavi menunjukkan model cincin yang dari awal disarankan oleh Kanaya.

"Bagus, ini loh desainnya lo liat, simple tapi elegan gini, cewe lo pasti mau." jawab Kanaya masih berusaha sabar.

"Jangan berdasarkan cewe gue mau apa ngga, kalo lo jadi cewe gue, lo mau ngga dikasih cincin ini?"

Kanaya menghela napas, menatap Kavi dengan tatapan kesal, "Mau lah, tapi kalo lo yang ngasih, cincinnya doang yang gue terima."

"Maksudnya?"

"Lamaran lo gue tolak."

"Sialan." Kavi mendengus sebal mendengar jawaban temannya yang kadang membuatnya menyesal sudah bertanya.

Kavi melihat Kanaya yang daritadi terlihat sudah bosan, cewe itu sekarang tengah menatap Kavi di depannya tanpa semangat. Kavi tertawa saat mendengar suara keroncongan perut Kanaya, temannya itu sampai malu karena didengar pegawai yang ada di depannya.

"Yaudah mba, saya ambil yang ini ya." Kavi akhirnya mengalah dan membayar cincin atas saran Kanaya setelah dua jam lebih kebingungan.

Kanaya senang karena akhirnya dia bisa keluar dan mencari makanan, tapi dia tetap kesal karena ujung-ujungnya yang Kavi beli malah saran pertama darinya. Kalo gitu, tidak sejak awal saja dia membayar ke kasir.

Behind the Story • KaistalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang