20 | Dia yang Memulai

375 57 34
                                    

Mobil yang dipesan Bu Ratih untuk membawa keluarganya dari bandara ke villa tempat mereka menginap itu sudah menunggu di pintu keluar bandara. Perjalanan dari bandara ke villa yang berada di Uluwatu itu hanya memakan waktu sekitar tiga puluhan menit.

Kanaya satu mobil dengan Kavi dan Pak Wisnu. Sementara Bu Ratih ikut di mobil Arthur dan Tanaya.

Setelah sampai di villa, Kavi yang mengurus semuanya sampai petugas villa mengantarkan mereka ke kamar masing-masing yang sudah dibagi Bu Ratih sewaktu memesan.

Kavi dan Kanaya mendapatkan kamar yang cukup luas dengan private pool dan pemandangannya yang langsung mengarah ke pantai. Kamar ini terdapat kasur dengan ukuran King Size yang sangat luas untuk tidur berdua. Sudah tidak aneh bagi Kanaya saat melihat di kasurnya sudah ada hiasan ala-ala pasangan suami-istri yang memesan kamar untuk kepentingan bulan madu. Dia hanya bisa menarik napas panjang, Kanaya tiba-tiba teringat percakapannya dengan Mba Aya saat masih di bandara tadi dan berujung Mba Aya benar-benar memberinya satu kain yang sangat terlarang dan Kanaya hindari selama ini.

Kanaya hanya tidak menyangka dia mendapatkan baju itu sekarang. Daripada Kavi melihatnya, Kanaya menaruh itu di dalam tasnya sebelum nanti Kanaya pindahkan ke koper.

"Harus banget nih kasur ditulisin Happy Honeymoon?" celetuk Kavi mengomentari hiasan yang ditulis di atas kasur menggunakan kelopak bunga mawar dan dua handuk yang dibentuk menjadi dua angsa seperti yang biasa diletakkan di kamar untuk pengantin baru.

"Biarin kaya gitu aja, jangan dirusak." sahut Kanaya yang sedang merapikan kopernya.

"Jangan dirusak gimana? Kalo ditidurin ya jelas rusak kaya ginian mah." sangkal Kavi cepat.

"Yaudah tidur aja, ga bakal diapa-apain juga kan itu kasur?"

Kavi yang tadi berniat merebahkan diri di kasur pun mengurungkan niatnya, dia beralih menatap Kanaya, "Mau diberantakin nanti malem?"

Kanaya melempar kaos pendek Kavi yang terbawa di kopernya, "Ganti baju nih, katanya mau jet ski." ujar Kanaya, mengalihkan pembicaraan. Walaupun Kavi tidak secara gamblang mengajak Kanaya berbicara ke arah sana, tapi Kanaya tau jelas maksud Kavi seperti apa.

Dua orang itu akhirnya mengganti pakaian mereka menjadi lebih santai karena mereka harus bergabung dengan yang lain untuk turun ke pantai bersama Arthur dan Tanaya.

"Bunda sama Ayah ngga ikut?" tanya Kanaya yang tidak melihat Bu Ratih dan Pak Wisnu bersama dengan kedua kakaknya yang sudah menunggu Kavi dan Kanaya di ruang tengah villa.

"Mereka udah berangkat duluan." Tanaya menjawab singkat pertanyaan adik iparnya.

Mereka akhirnya keluar dari villa dan memilih berjalan kaki untuk sampai ke pantai karena jaraknya yang tidak jauh. Hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga menit pun mereka sudah berada di tepian pantai karena jaraknya memang sedekat itu dengan villa.

Arthur dan Tanaya tengah sibuk berbicara dengan pemilik wahana jet ski untuk menanyakan harga dan lain-lain sementara Kavi memilih menemani Kanaya berjalan-jalan di sekitar bibir pantai, bermain dengan ombak yang menyentuh kakinya.

Ombak di pantai ini sekarang bisa dibilang cukup besar, daripada bermain jet ski, Kavi pikir surfing akan lebih menyenangkan.

"Mau main surfing ngga, Nay?" tawaran Kavi jelas diberikan gelengan kepala oleh Kanaya.

"Lo aja, gue liatin dari sini."

Kavi menghela napas, Kanaya memang tidak terlalu menyukai pantai. Perempuan itu terlalu takut untuk berada jauh dari bibir pantai.

Jadi perempuan itu memutuskan untuk duduk bersantai di pinggir sambil menikmati deburan ombak yang suaranya terdengar sangat damai.

Ada banyak wisatawan yang melakukan surfing di tengah pantai, kebanyakan dari mereka adalah turis luar negeri yang hanya memakai celana untuk menunjukkan tubuh bugarnya.

Behind the Story • KaistalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang