01 | Makan Malam

439 60 5
                                    

Kanaya berkali-kali mengutak-atik komputernya yang sama sekali tidak mau menyala, padahal dia harus secepatnya menggarap beberapa pekerjaannya yang diminta untuk diserahkan sore ini juga. Entah kenapa laptopnya tidak mau diajak bekerjasama. Naya hampir menangis karena ujian pagi harinya sudah seperti ini.

"Kenapa, Nay? Mati laptopnya?" tanya Dika, teman kerja Naya yang duduk di sebelahnya.

"Iya, Dik. Ini daritadi ngga mau nyala, lo bisa bantuin ngga?" suara Kanaya sudah putus asa karena melihat layar laptopnya tetap hitam tidak mau menampilkan jendela seperti biasanya.

Dika mencoba meraih laptop Kanaya untuk dilihat, siapa tau dia bisa membantu, tapi sudah Dika pencet tombol powernya dan mencoba dia hidupkan lagi pun laptop Kanaya tetap tidak mau menyala.

"Mau coba panggil teknisi aja, Nay?" Dika juga menyerah karena dia tidak mempunyai ilmu lebih di bidang komputer. Malah takutnya semakin banyak tombol yang Dika pencet, laptop Naya jadi semakin rusak.

Dika meminta tolong pada office boy yang baru saja selesai mengepel lantai untuk memanggil teknisi kantornya untuk mengecek laptop Kanaya yang tiba-tiba mati seperti ini, Dika menawarkan Naya menggarap pekerjaan lewat laptopnya saja sambil menunggu laptop Naya dipulihkan. Karena Dika sendiri tidak mempunyai pekerjaan yang harus selesai sore ini juga, jadi dia menawarkan Naya memakai laptopnya dulu, tapi Naya menolak.

"Dik, lo tadi manggil teknisi?" tanya Laura yang dijawab anggukan Dika. "Hari ini jadwal teknisi adanya di jam sepuluh. Lo butuh sekarang banget?"

"Bukan gue sih, mba. Itu laptop si Naya mati, dia ada dokumen yang harus diserahin sore ini. Kalo jam sepuluh emang keburu Nay?" Dika menanyakan pada Naya yang sudah kebingungan.

Naya jelas menggeleng, masalahnya, dokumen yang harus diserahkan memang hanya satu. Tapi untuk membuat dokumen itu, Naya harus melihat banyak sekali file lain untuk dia teliti karena saling berkesinambungan untuk menyelesaikan dokumen ini.

Sekelibat nama Kavi muncul di kepala Naya. Cowo itu selalu bisa menyelesaikan permasalahan seperti ini dengan waktu yang singkat.

Tanpa pikir panjang, Kanaya langsung menghubungi Kavi melalui panggilan suara. Beruntung karena di nada panggilan pertama, Kavi sudah mengangkat telfonnya.

"Halo, kenapa Nay?"

"Kav, lo bisa ke kantor gue ngga sekarang? Urgent banget Kav sumpah, laptop gue tiba-tiba mati ga mau nyala..." Kanaya menarik napas karena suaranya bergetar, "Tolongin gue, Kav."

Kanaya bisa mendengar Kavi tertawa pelan menanggapi dirinya saat meminta tolong.

"Yaudah jangan nangis, gue kesana sekarang." Setelah itu Kavi mematikan telfonnya dan mengirimi Kanaya berbagi lokasi terkini agar Naya bisa lebih tenang karena mengetahui Kavi sudah dalam perjalanan menuju ke arah kantornya.

"Gimana Nay? Mau pake laptop gue dulu aja ngga?" tawar Dika sekali lagi.

Naya menggeleng, berterimakasih karena Dika mau meminjamkan laptopnya, tapi Naya menolak karena Kavi sudah dekat ke kantornya.

Kanaya buru-buru lari turun ke lantai lobi untuk menjemput Kavi saat dilihatnya titik lokasi yang Kavi bagikan sudah sampai di lobi gedung kantor.

Benar saja, Kanaya melihat Kavi turun dari mobilnya yang terparkir di parkiran depan sudah dengan pakaian rapi karena Kavi juga hendak pergi ke kantor saat Kanaya menelfonnya tadi di mobil.

Kavi tersenyum melihat Kanaya menyambut dengan wajah hopeless-nya dan bibir yang cemberut. Kavi menghitung di dalam hati, saat hitungannya sudah berada di angka tiga, benar saja, Kanaya menangis dan memukul lengan Kavi.

Behind the Story • KaistalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang