Romantis Besar

445 45 6
                                    

KADANG Nata juga bingung, apa yang dipertahankan dari hubungannya dengan Haura.

Banyak ributnya, banyak cekcoknya, banyak putus nyambungnya, kata Ciara sih pasangan bongkar pasang.

Tapi mau bagaimana juga, ingin disalahkan atau dibodohkan sekalipun, dua-duanya masih saling. Saling ada sayangnya, saling tambah cintanya, saling berharap banyak tentang hubungan mereka.

Kata Haura, "Nata itu romantisnya besar. Gak pernah kelihatan sekitar, tapi sama gue dia gak pernah nanggung caranya menunjukkan kalau lagi jatuh cinta."

Kadang juga, Haura masih salah tingkah tidak berdasar. Sekedar mengingat kalimat yang enteng diucap oleh Nata, atau mungkin kecupan ringan di pipinya. Manis.

Sekarang, Nata sedang berdiri di dekat pantry untuk menyiapkan makanan. Memilih singgah di apartemen yang diam-diam dibelinya bersama Haura. Sudah pernahkah dibahas tentang ini?

Jika sudah, kuingatkan. Jika belum, kujelaskan.

Haura dengan orang tuanya yang strict, perlu ditegaskan disini bahwa keinginannya lepas dari sang ibu lebih besar. Tapi kadang ragunya juga ikut serta, Haura memikirkan adiknya yang bergantung kepadanya.

Mau bagaimanapun, satu-satunya yang bisa dijadikan tumpuan oleh Hera, adiknya, yaa dirinya. Mau mengandalkan mamanya, juga jarang di rumah. Apalagi papanya? Si arsitek yang memilih tinggal di luar negeri dan berkelana dengan jadwal pulang beberapa bulan sekali.

Mamanya Haura ini tipe pengekang, dan lagi-lagi dirinya yang kena imbas. Anak pertama, beratnya tidak bisa dielak. Tapi lebih banyak bersyukur karena bisa melindungi adiknya. Haura bahkan tidak bisa membayangkan apabila Hera yang lebih dulu lahir. Apakah sekuat dirinya?

Sementara Nata, tidak jauh berbeda dengan Haura. Kondisi keluarganya lebih mendingan karena papanya yang bisa dibilang asik dan chill, bahkan sangat welcome pada Haura. Dirinya juga yang pertama kali tahu bahwa Haura merupakan pacar putrinya. Bukan sekedar teman atau sahabat.

Apartemen yang berhasil dibeli karena memiliki satu tujuan itu baru saja didapat dua bulan yang lalu. Mau dibilang nabung tapi.. sama-sama berduit. Gimana yaa? Intinya, sampai di titik ini mereka sudah bulat total niatnya untuk tinggal bersama. Meski hanya akan sesekali ditinggali.

"Nata? Sayang? Udah belum?" Suara Haura terdengar dari ruang tengah.

Perasaan membuncah dalam hati Nata menjadi-jadi begitu Haura berbicara. Jatuh cinta.. sedalam-dalamnya.

Nata ini bingung, alasan apa yang menjadikan mulutnya juga Haura terlalu enteng mengucap selesai sebelum-sebelumnya. Padahal hidup berdua dalam waktu jangka panjang lebih menggiurkan daripada menelan pahit berakhirnya hubungan.

Tangannya dengan cekatan membawa dua piring juga botol minum sekaligus pada Haura. Perempuan cantik yang baru bangun tidur, rambutnya yang masih berantakan, ekspresi mengantuknya yang tetap menawan.

"Lucunyaaa," ucap Nata setelah menaruh semua bawaannya dan menatap Haura yang masih terlihat mengumpulkan nyawa. Membubuhkan beberapa kecupan pada pipi dan bibir si gemas.

"Hera jadi kesini nggak? Udah dikasih tau? Kasihan sendirian di rumah, gaada orang, 'kan?" Nata bertanya dengan alisnya yang terangkat. Sedikit serius, karena mengingat Hera ditinggal sendirian oleh Haura dari semalam.

"Aku udah bilang kesini aja, gatau mampir kemana dulu. Kalau gak main sama Meru, yaudah."

Selang beberapa saat, keduanya mendengar bel dari arah pintu. Segera dibukakan oleh Nata karena sudah jelas itu Hera. Saat terbuka, Nata tertawa karena wajah anak baru gede di hadapannya itu terlalu lugu. Jangan lupa dua tangan yang menenteng barang bawaan.

Srikandi Love-line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang