Bab 4

45 18 0
                                    

“Kinan …?” Kaivan memanggil nama wanita itu sambil menepuk pelan pipi mulusnya. Saat ini, Kinan berada di dekapan Kaivan, untung saja Kaivan bergerak cepat menangkap tubuh kinan yang limbung, sehingga Kinan tidak mengalami benturan keras karena lengan Kaivan lah yang berhasil menahannya.

Dengan cepat kaivan menekan benda pipihnya dan menghubungi seseorang.
“Halo, antarkan saya ke rumah sakit terdekat. saya menunggu di lobby hotel!” perintah Kaivan pada seseorang yang dalam sambungan telepon.

Kaivan dengan sigap langsung membawa tubuh mungil Kinan menuju pintu keluar. Karena sudah larut malam, tidak banyak orang berlalu lalang, hanya petugas keamanan yang terlihat membantu Kaivan membukakan pintu mobil.

“Loh, mbak Kinan sakit apa, Pak? Bukannya tadi sore waktu saya mengantarkan mbak Kinan terlihat baik-baik saja?” tanya sopir yang bertanggung jawab mengantarkan Kinan dan Kaivan selama di Bali itu.

“Saya juga tidak tahu,” jawab Kaivan dengan suara dinginnya.
Sopir pun langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Pria paruh baya itu terlihat cemas melihat Kinan tidak sadarkan diri. Sesekali netranya menilik dua sosok yang sedang duduk di kursi belakang. Kaivan yang cuek dan terlihat dingin. Pria itu sedikit gugup karena saat ini sedang mendekap tubuh wanita yang tidak lain adalah sekretaris barunya.

Sesampainya di rumah sakit, Kaivan dibantu oleh sopir langsung membawa Kinan memasuki ruang gawat darurat.

“Apa yang terjadi dengan pasien?” tanya dokter sambil memeriksa Kinan.

“Sebelum pingsan, sekretaris saya sempat mimisan, Dok,” jawab Kaivan. “Dok, apakah sekretaris saya baik-baik saja?” sambung pria itu bertanya pada dokter.

Dokter pun menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan Kaivan. “ Pasien butuh istirahat total, tubuhnya sangat lemah, tekanan darahnya juga rendah dan pasien mengalami dehidrasi berat. Untung saja cepat dibawa kemari, jika sampai telat bisa membahayakan nyawanya,” jawab dokter.

Kaivan terkejut mendengarnya, pasalnya pria itu tidak melihat Kinan seperti sedang sakit atau kelelahan. kinan  selalu terlihat bugar dan sigap dalam bekerja.

“Pasien harus mendapat perawatan dalam beberapa hari, sampai benar-benar pulih,” sambung dokter.

Kaivan mengangguk. “Tolong pastikan Kinan mendapat perawatan terbaik, Dok!” jawab Kaivan. Pria itu pun langsung memesan kamar VIP untuk Kinan.

Saat ini, Kinan sudah berada di ruang perawatan. Wanita itu masih belum membuka matanya. Kaivan masih duduk di sofa panjang yang ada di dalam ruangan itu, sedangkan sopir. Pria paruh baya itu terlihat duduk di samping ranjang Kinan.

“Pak Kaivan  sepertinya Bapak sangat lelah, biarlah saya yang menunggu mbak Kinan di sini, saya akan mengantar Anda ke hotel untuk beristirahat. Nanti jika mbak Kinan bangun, saya akan langsung menghubungi Bapak.”

Kaivan menggeleng. “Saya istirahat di sini saja. Justru Anda yang terlihat kelelahan, pulanglah besok jangan lupa jemput saya jam 9 pagi jangan sampai telat,” jawabnya.

“Baiklah, Pak. Saya izin pamit pulang dulu.” Sopir pun langsung bangkit setelah mendapat anggukan dari Kaivan.

Jam menunjukkan pukul satu malam. Rasa kantuk pun mulai mendera pria itu . Kaivan yang sudah terlalu lelah, dia langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang tersebut. Namun, baru saja terlelap, samar-samar pria itu mendengar  rintihan suara wanita meminta tolong. Kaivan pun langsung bangkit setelah menyadari jika Kinan lah yang bersuara. Dengan cepat pria itu menghampiri Kinan.

“Oh tidak, Kinan … Kinan … apa yang sedang terjadi, kenapa kamu seperti ketakutan?” Kaivan terkejut  melihat Kinan yang terisak menangis sambil meminta tolong tapi matanya masih terpejam. Keringat membanjiri wajah wanita itu yang masih terlihat pucat. Kaivan mencoba menyeka kening Kinan. Namun, pria itu semakin terkejut karena  suhu tubuh Kinan sangat tinggi.

“Demamnya sangat tinggi!” gumam Kaivan, rasa cemas mulai menderanya. Entah kenapa dia sangat kasihan melihat kondisi Kinan. Pria itu pun langsung menekan tombol yang ada di atas ranjang Kinan untuk memanggil perawat.

“Tolong … jangan sakiti aku … tolong pergi … pergi …!” Kinan terus meracau. Kaivan, ragu-ragu  pria itu mengulurkan tangannya dan menyentuh rambut Kinan. Pria itu mengelus pelan surai panjang milik Kinan, berharap Kinan lebih tenang dan tidak gelisah lagi. Setelah perawat datang dan menyuntikan obat pada Kinan. Wanita itu pun perlahan tenang kembali. Tarikan napasnya terlihat kembali normal, Kaivan yang melihatnya pun menghela napas lega.

“Apa yang sedang kamu mimpikan, Kinan? Apakah kehidupanmu sangat berat hingga lupa menjaga kesehatanmu sendiri?” Kaivan bergumam, pria itu bertanya pada sosok yang masih bergeming dalam pembaringannya.

Tanpa sadar Kaivan yang sudah mengantuk pun  akhirnya tertidur dengan kepala yang ditopang tangan kanannya dan tangan kiri pria itu masih setia mengelus puncak kepala Kinan.

****

Pagi menjelang, mentari menyapa penduduk bumi dengan silaunya yang terasa begitu menyilaukan.
Kinan menggeliat, bau yang tidak familiar menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya.

“Ah, kepalaku …,” gumam Kinan. Tangan yang terpasang selang infus itu terulur, memegang kepalanya. Setelah memfokuskan indera penglihatan, pandangan Kinan mengedar setiap sudut ruangan yang sangat asing baginya.“Dimana ini … siapa yang membawaku ke tempat ini?” gumam Kinan pelan dengan suara parau. 

“Kamu pingsan semalam.” Kaivan langsung menjawab kebingungan Kinan sambil menyodorkan segelas air mineral pada wanita itu.”minum,” tawar Kaivan dengan wajah datar. Namun,sorot matanya yang terlihat mengiba.

“Ja-jadi Bapak yang membawa saya kemari?” tanya Kinan.

“Ya,” jawab Kaivan singkat.

“Terima kasih, Pak.”
Kinan menerima gelas yang masih melayang di udara itu, wanita itu pun langsung meminumnya hingga tandas. Namun, kedua netra Kinan membeliak setelah menyadari jika pakaian yang dikenakannya semalam sudah berganti dengan pakaian khusus pasien.

“Oh tidak …!” ujar Kinan dengan wajah yang masih terkejut.

”Ada apa … apa yang sakit?” Kaivan langsung mendekat hendak menekan tombol darurat untuk memanggil perawat.

“Ehmmm, Pak. Maaf saya lancang bertanya, semalam … yang mengganti pakaian saya perawat perempuan kan?” tanya Kinan dengan ragu-ragu. Namun, wanita itu harus memastikan satu hal yang menurutnya sangat penting.

Kaivan terdiam sejenak. “Saya yang menggantinya.”

“Apa …?” pekik Kinan dengan netra yang membulat sempurna.

Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang