bab 30

18 13 0
                                    

Kekhawatiran yang amat sangat membayangi pikiran Kaivan. Pria itu merasa gelisah dan tidak tenang karena membiarkan Kinan pergi ke luar kota sendirian. Awalnya dia bersikeras untuk mengantarkan Kinan. Namun, Kinan menolak karena dirinya akan bertemu klien penting yang tidak bisa dibatalkan.

Alhasil saat ini pria itu begitu tidak tenang karena ponsel Kinan pun tidak dapat dihubungi. Terlebih orang suruhannya yang dia perintahkan  untuk mengawasi Kinan pun tidak kunjung menerima panggilannya.

“Sayang … aku harap kamu baik-baik saja,” gumamnya. Tarikan napas berat pun begitu saja lolos di sela-sela kegundahannya.

Tidak berselang lama, ponsel Kaivan berbunyi. Pria itu langsung menerima panggilan teleponnya.

“Dimana Kinan? Kenapa dia sangat sulit dihubungi? Dia baik-baik saja ‘kan?” Kaivan langsung bertanya tanpa jeda, pria itu sungguh diliputi kekhawatiran pada calon istrinya.

“Maaf, saya kehilangan jejak Nona Kinan … beliau menghilau di kuburan orang tuanya, saya sudah mencari-cari di sekitar komplek makam itu … yang ditemukan hanya ponsek dan tasnya! Nona Kinan di culik!”

“Apa …?” Kaivan membulatkan matanya. “Cepat kirimkan lokasinya. Saya akan segera ke sana!” 

Kaivan langsung mengakhiri panggilan teleponnya. Pria itu pun langsung menghubungi pihak berwajib. Tidak berselang lama helikopter langsung mendarat tepat di atas gedung kantornya. Kaivan tidak mau membuang satu detik pun waktunya demi menyelamatkan Kinan.

“Sayang … ini semua salahku!”

***

Di dalam ruangan gelap penuh dengan bintang kecil dan sarang laba-laba, terkulai lemah tubuh mungil yang meringkuk di pojok ruangan. Tangan dan kakinya terikat tali yang sangat kuat. Sehingga untuk menggerakkannya pun sangat sulit baginya.

Kinan, wanita itu membuka matanya, perlahan silau cahaya lampu langsung menyorot pada indera penglihatannya. Kinan berusaha memfokuskan penglihatan mencoba terjaga sepenuhnya.  Rasa nyeri di seluruh tubuh mulai dia rasakan, terlebih bagian kepala yang berdenyut nyeri.

“Sudah bangun Anakku Sayang?”

Bariton suara itu langsung membuat Kinan sadar sepenuhnya. Sosok itu sengaja menyoroti wajah Kinan dengan lampu senter, membuat Kinan beringsut mundur dan bergetar ketakutan.

“T-tolong … lepaskan aku!” Dalam ketakutannya wanita itu mencoba melonggarkan ikatan tangannya. Namun, tenaganya tak mampu.

“Lepaskan …?” tanya sosok pria itu. Detik kemudian tawanya menggelegar menggema memenuhi ruangan kosong di tengah hutan.  “Anak pembawa sial … sebentar lagi kau akan menyusul ibu-mu ke neraka!”

Wajah bengis itu langsung menyeringai melihat wajah Kinan yang pucat pasi. Butiran air mata dan  keringat pun sudah membasahi seluruh wajah wanita itu.

“Kau tau … di dalam jeruji besi aku menderita karena ulahmu … jika kau mati waktu itu, mungkin seluruh harta ibumu sudah menjadi milikku …!” 

Setelah mengatakannya, pria itu melangkah menjauhi Kinan, tidak berselang lama suara benda tajam sedang diasah terdengar jelas oleh Kinan.

“Tuhan … tolong aku ….” Dalam ketakutan dan keputusasaan, Kinan berdoa berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan dirinya dari pria jahat itu. 

Sosok pria dengan seringai jahat penuh dendam itu masuk kembali dan memperlihatkan sebilah besi tajam mengkilap  tepat di wajah Kinan. Sengaja menempelkan benda tajam itu pada pipi mulusnya yang pucat pasi.

Rasa dingin langsung menyapa kulit Kinan. bulu kuduknya berdiri, tubuhnya bergetar wanita itu kehilangan seluruh tenaganya. Rasa takut dan bayangan masa lalu langsung berputar dalam benaknya, Kinan merasa inilah akhir dari hidupnya.

Semua mimpi indah yang akan dia rajut bersama calon suaminya telah sirna, tetesan air bening meluncur deras dari matanya.

‘Maafkan aku, Kai … sepertinya inilah akhir kisah kita ….’ sesalnya dalam hati.

“Ayah … jika dengan mengambil nyawaku membuat Ayah senang … maka lakukanlah sekarang … aku sudah sangat menderita selama ini, aku ingin segera bertemu dengan bundaku!” Kinan meringis kesakitan di sela-sela perkataannya. Karena saat ini sosok pria yang Kinan sebut ayah itu sedikit demi sedikit menggores wajah Kinan dengan sebilah besi tipis yang digenggamnya.

“Hahaha … kemana hilangnya keberanianmu yang dulu menjebloskan aku ke dalam penjara? Sepertinya kau begitu putus asa Anak Tiriku Sayang …  bagus … tapi sebelum kau meregang nyawa … aku ingin membuatmu menderita terlebih dahulu …!”

Setelah membuat cairan merah yang keluar dari wajah Kinan. Kini tangan pria itu meremas pergelangan tangan Kinan. Sayatan kecil langsung diukirnya di tangan mungil Kinan. Membuat sang empu menjerit kesakitan dengan suara bergetar penuh keputusasaan.

“S-sakit … tolong jangan siksa aku lagi …!” rintih Kinan, rasa sakit di tubuhnya begitu menyiksa Kinan sehingga wanita itu hampir kehilangan kesadarannya. Namun, baru saja hendak memejamkan mata, guyuran air dingin langsung membasahi tubuhnya.

“Kau harus tetap sadar Kinan … nikmatilah rasa sakit yang kau rasakan tidak sebanding dengan rasa sakitku!” geramnya dengan tatapan nyalang penuh dendam.

Kinan, wanita itu sudah tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya. Saat ini, Kinan hanya berharap semoga Tuhan cepat mengambil nyawanya agar pria itu  berhenti menyakitinya.

“Sekarang lah waktunya kau bertemu dengan bundamu itu Kinan …!”  Seringan tajam penuh dendam melihat wajah tak berdaya Kinan itu semakin membuatnya bahagia. Ya, akhirnya dendam selama 10 tahun lebih itu kini terbalaskan. Saat ini benda tajam itu sedang terangkat tepat di atas dada Kinan. Pria itu bersiap akan menancapkannya tepat di jantung Kinan.

“Pergilah ke neraka …!”



Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang