Bab 21

19 10 0
                                    


Kaivan langsung masuk ke dalam ruang praktek dokter, pria yang sedang duduk fokus melihat catatan pun teralihkan karena suara dorongan pintu yang dibuka mengeluarkan suara yang nyaring karena ulah Kaivan.

Dokter menaikan satu alisnya, pria itu mulai menduga-duga apa yang akan Kaivan tanyakan. Detik kemudian pria itu memijat pelipisnya.

“Kenapa Kinan terlihat sedih dan tai bersemangat?” Tanpa bertele-tele, Kaivan langsung menayangkan inti dari apa uang dia ingin utarakan.

“Kau ke sini dan meninggalkan wanita itu di mobil sendirian hanya karena menunggu jawabanku?” Bukannya menjawab dokter itu malah melontarkan pertanyaan pada Kaivan. “Antarkan saja dia pulang dengan selamat, setelah itu aku akan mengirimkan diagnosis nya padamu. Walaupun sebenarnya ini tidak boleh, tapi melihat tindakan impulsifmu, sepertinya dia mempunyai tempat yang tidak biasa di hatimu,” cerus dokter itu.

“Baiklah, cepat kirimkan sekarang juga.” Setelah mengatakannha Kaivan pun langsung berlalu pergi.
Dokter itu pun tersenyum samar melihat tingkah Kaivan.

“Ternyata … bisa juga kau jatuh cinta, Kai.” Dokter bergumam dengan senyum menghiasi wajahnya.

***

“Makanan apa yang kamu suka?” tanya Kaivan pada Kinan.

Kinan yang sedari tadi diam tak berani mengeluarkan suara pun terpaksa menoleh pada Kaivan. “Saya suka makanan pedas,” jawab Kinan.

“Baiklah … ayo kita makan ramen,” ajak Kaivan, tidak berselang lama pria itu memarkirkan mobilnya di salah satu restoran jepang yang terkenal. Kaivan mengelilingi mobilnya dan membukakan pintu untuk Kinan.

Rasanya begitu asing mendapat perlakuan manis seperti ini, Kinan menjadi semakin sungkan dan tidak enak hati kepada Kaivan.

“Kamu mau biarin saya berjamur sambil memegang pintu ini?” goda Kaivan dengan wajah yang dibuat-buat seperti sedang menahan rasa pegal.

Kinan gelagapan wanita itu langsung menggelengkan kepala dan cepat keluar dari mobil Kaivan. Kedua anak manusia itu pun berjalan beriringan memasuki restoran. Kaivan memesan dua mangkuk ramen, sushi, dan banyak makanan lainnya. Kinan sampai terpana melihat makanan yang disusun begitu cantik dan rapi.

“Terima kasih,” tutur Kinan dengan tulus.

Kaivan tersenyum. “Sama-sama, ayo makan.” Pria itu pun mengambil mangkuk ramen, Kaivan baru pertama kali mencobanya, dan detik kemudian. “Hah … kenapa rasanya pedas sekali? Ini seperti memakan cabai!” keluh Kaivan.

Matanya memerah sambil meneteskan air mata, keringat langsung bercucuran dari dahinya. Rona wajahnya pun terlihat merah karena tidak kuat menahan rasa pedas. Kinam yang penasaran sepedas apakah ramen yang di pesan Kaivan sehingga pria itu bertingkah begitu berlebihan dan sangat lucu. Ya, Kinan terlihat mengulum senyumnya ketika melihat Kaivan yang meneteskan air mata. Ternyata pria itu tidak sedingin seperti bayangannya.

“Hah masa sih? Padahal kuahnya nggak kelihatan merah.” Kinan pun langsung mencoba ramen miliknya. Dan rasanya. “Ini nggak pedes sama sekali, cuma hangat di lidah saja,” jelas wanita itu.

“Kinan, jangan dimakan lagi. Nanti kamu sakit perut kalau makan-makanan  racun ini!” Kaivan langsung menyingkirkan mangkuk yang ada di hadapannya. Pria itu merasa lidahnya terbakar.

“Ini enak banget …!” sahut Kinan dengan terus memakan ramennya dengan semangat dan penuh kepuasan. Kaivan pun tersenyum melihat Kinan kembali bersemangat.

Setelah menyelesaikan makanan mereka. Kaivan pun langsung mengantarkan Kinan pulang ke apartemen wanita itu.

“Terima kasih banyak untuk hari ini, Pak. Maaf saya selalu merepotkan  Anda,” ucap Kinan dengan tulus.

“Sudah berapa kali kamu minta maaf, Kinan? Saya sampai bosan mendengarnya … jangan terlalu kaku dan menganggap  saya atasan kamu, jika diluar jam kerja … saya berharap kita bisa lebih akrab.” Kaivan diam setelah mengatakannya. Kinan pun sama, saking lamanya berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat. Kaivan malah lebih dulu berpamitan padanya.

Keesokan harinya Kinan kembali bekerja dengan kondisi badan yang lumayan bugar, wanita itu sudah mulai mengkonsumsi obat-obatan yang dari dokter. Dia pun akan melakukan terapi mandiri dan dibantu dokter untuk pertemuan berikutnya. Berkat Kaivan wanita itu bisa  tidur nyenyak tanpa bermimpi buruk. 

Kinan bekerja seperti biasa. Namun, sudah memasuki jam makan siang. Bosnya itu tidak kunjung datang ke kantor, sedangkan banyak berkas yang perlu Kaivan tanda tangani. Kinan pun bertanya-tanya kemanakah Kaivan, pria itu tidak pernah telat sebelumnya. Kinan beberapa kali menghubungi nomor Kaivan. Akan tetapi panggilannya tidak tersambung. Kinan mulai risau karena tidak biasanya Kaivan mematikan ponselnya. Dan lagi pria itu akan menemui klien penting hari ini.

“Aduh … gimana ini, waktu bertemu klien tinggal satu jam lagi. Tumben banget Pak Kaivan belum datang,” gumam wanita itu sambil terus mencoba menghubungi bosnya. Kinan semakin risau karena banyak sekali dokumen yang belum ditandatangani oleh bosnya itu.

Banyak sekali pekerjaan yang belum selesai hanya karena menunggu Kaivan. Sedangkan Kinan, sebisa mungkin meng-handlenya. Hingga bunyi ponsel membuyarkan fokusnya. Nama bosnya tertera jelas di layar ponsel Kinan.

“Akhirnya,” gumam Kinan sambil menghela napas lega.

“Halo … Pak!” Kinan langsung menjawabnya.

Uhuk … uhuk!

Kinan menajamkan pendengarannya karena Kaivan tak kunjung berbicara, hanya terdengar suara pria yang sedang terbatuk-batuk.

“Pak Kaivan … Anda baik-baik saja?” tanya Kinan memastikan.

“Ki-kinan … tolong cancel semua jadwal saya hari ini … dan dokumen yang belum saya tanda tangani, saya mau minta tolong sama kamu … bawakan semuanya … sebentar lagi sopir akan jemput kamu …!” perintah Kaivan dengan terbata. Suaranya terdengar serak dan berat seperti sedang menahan rasa sakit.

“Baik  … Pak, saya akan siapkan semuanya … tapi, apa Anda baik-baik saja?” tanya Kinan lagi.

“Uhuk … saya baik-baik saja …,” jawab Kaivan. Panggilan pun langsung diakhiri oleh pria itu.

“Sepertinya manusia robot seperti Kaivan juga bisa sakit juga yah, walaupun dia gengsi nggak ngaku tapi kedengaran jelas dia lagi batuk-batuk. Eh apa jangan-jangan dia kena radang tenggorokan gara-gara makan pedas?” Kinam bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak lupa tangannya dengan cepat menata semua dokumen yang akan dibawanya kepada Kaivan.

Kinan menunggu di lobby kantor, tidak berselang lama mobil sedan hitam berhenti di hadapannya.

“Selamat siang Mbak Kinan,” sapa sopir pribadi Kaivan pada Kinan.

“Selamat siang, Pak,” jawab Kinan dengan membalas senyum pria paruh baya itu.

“Pak, tumben banget Pak Kaivan nyuruh saya nganterin ini semua … biasanya hujan badai angin ribut pun beliau tetap datang ke kantor?” tanya Kinan pada pria paruh baya itu.

“Bapak kurang tau, Non. Tapi, hari ini bibi ART yang biasa datang pun nggak kelihatan. Pak Kaivan juga nggak keluar-keluar dari kamar atas … cuma tadi di suruh jemput Mbak Kinan saja kemari …,” jawabnya.

Mendengar jawaban dari pria paruh baya itu. Kinan semakin penasaran dibuatnya

Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang