Bab 20

41 16 0
                                    

Kinan membolak-balik balikan benda tipis dengan ukiran nama dan nomor telepon. Wanita itu masih ragu ingin menghubungi pemilik kartu tersebut.

Setelah mengatakan semuanya pada Kaivan dan bertekad ingin terbebas dari trauma yang selalu menghantuinya. Bosnya itu memberikan selembar kartu nama pada Kinan. Namun, wanita itu mendadak ragu, entahlah padahal ini demi kebaikannya. Akan tetapi Kinan seperti tidak mempunyai nyali hanya untuk menemui dokter spesialis jiwa itu. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan yang belum tentu nyata. Kinan takut jika dirinya dianggap gila?

Ya, itulah yang dia pikirkan selama ini, sehingga Kinan terus mengurungkan niatnya untuk memeriksakan diri mengenai kesehatan mentalnya.
Wanita itu terlalu fokus menatap kartu nama sehingga Kaivan yang sudah berdiri di hadapannya pun diabaikan olehnya.

Tok … Tok …!

Kaivan mengetuk meja kerja Kinan, wanita itu pun langsung mendongakan kepalanya.

“Iya, Pak,” jawab Kinan.

“Kenapa belum pulang?” tanya Kaivan, netranya sekilas melirik kartu nama yang diberikannya tempo hari.

“Saya masih ada kerjaan yang belum selesai, Pak.” Kinan berdalih wanita itu tidak mau Kaivan mengetahui kegundahan hatinya.

“Kartu nama itu nggak akan berubah jadi uang walaupun terus di bolak-balik,” celetuk pria itu berniat sedikit menggoda Kinan.

Seketika Kinan merasa kikuk, ternyata dia sudah tertangkap basah. “Hm … sebenarnya hari ini saya berniat konsultasi, tapi  ….” Kinan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Wanita itu terlalu malu untuk mengakui kegundahannya.

“Ayo saya antar,” tawar Kaivan pria itu mengajak Kinan sambil memamerkan senyum tampannya pada sekretarisnya itu.

Kinan sempat terpaku, kedua kalinya Kaivan tersenyum seperti itu padanya. Tiba-tiba saja jantungnya berdetak dengan cepat.

Oh tidak … sadar Kinan! Batinnya langsung menyadarkan Kinan. Wanita itu pun langsung menggelengkan kepalanya.

“Tidak usah, Pak. Nanti saya sendiri saja,” tolaknya.

“Oke, saya tunggu kamu sampai selesai.” Tidak mau ada penolakan, Kaivan langsung merubah wajahnya dengan mode kulkas.

“Loh … kok maksa, saya kan udah bilang nggak mau!” Kinan mulai kesal karena sikap bosnya sering berubah-ubah dalam sekejap mata.

“Kinan ….” Suara berat Kaivan langsung membuat Kinan mendengus kesal.

“Baik … Pak, tunggu sebentar,” jawab Kinan.

Dengan terpaksa wanita itu pun menurut bosnya. Jika tidak, Kaivan akan berubah menjadi makhluk dingin dan memberinya se-gudang pekerjaan di luar tugasnya.

Karena sedang memunggungi Kinan, wanita itu tidak tahu kalau Kaivan sedang tersenyum penuh dengan kemenangan.

Kinan mengikuti Kaivan dari belakang. Wanita itu bertanya-tanya kemanakah sopir pribadi bosnya itu, kenapa Kaivan terus berjalan ke arah parkiran mobil. Sedangkan Kaivan, pria itu seakan tahu apa yang dipikirkan Kinan dia pun memberi tahu Kinan.

“Hari ini sopir saya tidak masuk kerja, dia cuti beberapa hari karena istrinya melahirkan,” jelas Kaivan.

Gila … dia bisa baca pikiran apa ya? Kok tau banhet apa yang pikirin!

Kaivan langsung membukakan pintu mobilnya untuk Kinan. Sebenarnya Kinan merasa tidak enak hati. Namun, melihat wajah Kaivan yang kembali ramah. Kinan hanya bisa pasrah dan menurut saja.

***

Sebelumnya Kinan mengira Kaivan akan membawanya ke rumah sakit. Namun, ternyata pria itu membawanya ke gedung dengan bangunan yang tidak terlalu luas. Akan tetapi bangunan nya mempunyai ciri khas, ya terlihat klasik. Kaivan membawanya ke sebuah klinik kesehatan jiwa.

“Kita sudah sampai,” kata Kaivan.

Kinan dan Kaivan pun berjalan beriringan memasuki gedung tersebut. Kinan langsung mendaftar dan tidak perlu menunggu lama. Nama Kinan langsung di panggil.
Sedangkan Kaivan pria itu menunggu Kinan di salah satu ruangan. Lebih tepatnya Kaivan mengawasi Kinan di ruangan kaca yang tidak bisa Kinan lihat.

Pria itu mengamati gerak-gerik Kinan ketika sedang bercerita dengan dokter. Kaivan mengepalkan tangannya ketika Kinan mulai menangis. Ya, ini kedua kalinya pria itu melihat Kinan menangis hingga bahu wanita itu berguncang. Ingin rasanya dia menyumpal mulut dokter yang yang terus menanyakan suatu hal yang membuat air mata Kinan mengalir deras. Namun, Kaivan harus bersabar ini demi kebaikan Kinan.

Dua jam berlalu akhirnya Kinan selesai dengan pemeriksaannya. Wanita itu pun diberikan beberapa resep obat oleh dokter. Kaivan langsung menghampiri Kinan setelah melihat wanita itu keluar dari ruangan tersebut.

Kaivan tidak mengeluarkan pertanyaan apapun pada Kinan, dia hanya diam dan langsung mengantarkan Kinan ke dalam mobil. Ketika Kinan sudah memasuki mobil Kaivan langsung menutup pintu.

“Tunggu sebentar, saya mau masuk sebentar!” ujar pria itu. Nada bicara terlihat datar dan dingin. Kaivan pun langsung berjalan cepat memasuki gedung kembali.






Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang