Bab 9

36 16 0
                                    

Kaivan menghela napas dalam. Niat baiknya mungkin tidak diterima dengan baik. Padahal yang dia katakan benar adanya, wanita bepergian di malam hari hanya seorang diri itu menjadi kesempatan para  pria hidung belang dan orang jahat.

“Baiklah  … maaf  jika saya menyinggung perasaanmu, jika kamu tidak mau diantar saya tidak akan memaksa. Kalau begitu saya permisi.” Kaivan pun berjalan mendahului Kinan. Kinan yang masih kesal, wanita itu hanya diam tak menanggapi kata-kata bosnya.

“Nggak bosen apa ya dia ngatur-ngatur aku di jam kerja, bikin kesel aja.” Wanita itu menggerutu sambil berjalan menuju halte yang tidak jauh dari gedung tempat dirinya bekerja.

Kurang lebih 15 menit dia menunggu, akhirnya busway yang wanita itu tunggu tiba, dengan cepat Kinan masuk ke dalam kendaraan umum yang  minim penumpang karena waktu sudah hampir larut malam. Tidak banyak yang menaiki bus kota itu, sebagian banyak, para pegawai memadatinya di bawah jam 8 malam. Kinan sengaja duduk di belakang sopir demi menjaganya dari hal-hal yang tidak dia inginkan.

Di kejauhan mobil hitam yang dikendarai Kaivan mulai berjalan mengikuti bis dimana ada Kinan yang menjadi salah satu penumpangnya. Setelah satu jam perjalanan Kinan pun turun di sebuah halte, begitupun mobil yang mengikutinya, berhenti tidak jauh dari halte. Setelah memastikan Kinan berjalan memasuki gedung apartemen, Kaivan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

“Dia sungguh keras kepala,” gumam Kaivan.

***

Malas rasanya bertemu dengan orang yang menurutnya paling menyebalkan. Namun, Kinan tidak punya pilihan lain, jika dia ingin mendapat gaji. Dia harus mengesampingkan ego-nya dan mau tidak mau dia harus melihat  wajah Kaivan karena pria itu adalah atasannya.

“Kenapa sih dulu aku nggak ikut Pak Rendra saja, mungkin hari-hariku nggak sesuram ini. Kaivan si manusia kayu itu tiap hari bikin kesel aja, arogan, tukang ngatur.” Pagi-pagi sekali Kinan sedang memasukan pakaiannya ke dalam koper sambil menggerutu meluapkan kekesalannya pada Kaivan. Walaupun sering kali mengeluh nyatanya Kinan tidak punya keberanian untuk mengundurkan diri, wanita itu terlalu cinta dengan pekerjaannya.

Sesampainya di kantor Kinan langsung disuguhkan dengan pemandangan yang membuat dirinya menarik napas kasar. “Selamat pagi, Pak Kaivan …,” sapa Kinan, wanita itu mencoba profesional walaupun hatinya merasa dongkol pada bosnya.

“Pagi … apa kamu sudah menyiapkan dokumen yang saya minta?”  Kaivan melirik wajah Kinan sekilas, pria itu mengulum senyum melihat ekspresi Kinan. Dia tau wanita itu pasti masih kesal padanya.

“Sudah saya siapkan, Pak … untuk siang ini Anda ada pertemuan dengan salah satu klien,” jawab Kinan sambil menjelaskan kegiatan Kaivan hari ini.

“Batalkan saja, karena kita akan berangkat ke Jogja siang.”

“Baik, Pak.” Tidak mau berlama-lama tubunya berbalik melangkah keluar dari ruangan bosnya, Namun, Kaivan langsung mencegahnya.

“Tunggu, Kinan ….”

“Iya, Pak … ada yang Pak Kaivan butuhkan?” Dengan memutar bola matanya malas, Kinan pun langsung berbalik menghadap Kaivan.

“Apa kamu tidak punya model pakaian lain?” tanya Kaivan.

Kinan langsung mengerutkan keningnya.
“Maksudnya, Pak?” tanya Kinan yang bingung dengan pertanyaan bosnya yang aneh itu.

“Gantilah … mata saya sakit melihatnya.” Kaivan langsung memutar kursinya dan membelakangi Kinan yang masih tercengang mendengar permintaan konyol bosnya tersebut.

“Memangnya ada yang salah dengan pakaian saya, Pak? Saya rasa  penampilan saya sangat sopan?” jawab Kinan, wanita itu melihat penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala.

“Saya tidak suka,” jawab Kaivan tanpa melihat ekspresi Kinan yang mulai kesal. “Karena kamu terlihat sangat cantik dan seksi,” sambungnya lagi dengan suara pelan agar Kinan tidak mendengarnya.

Kinan mengepalkan tangannya karena kesal. Untung saja dia membawa pakaian ganti di kopernya. Tidak sekali dua kali, Kaivan selalu menyuruhnya mengganti pakaian. Terlebih setiap dia memakai rok dipadukan kemeja dengan kancing yang dibiarkan terbuka di bagian lehernya. Padahal rekan kerjanya yang lain banyak yang memakai pakaian lebih terbuka darinya.  Namun, bosnya itu tidak pernah protes. Kaivan selalu bersikap menyebalkan hanya padanya saja.

“Tuhan, berilah aku stok sabar seluas samudra. Apa yang salah dengan penampilanku coba? Perasaan ini udah sopan banget, manusia kayu itu matanya sliwer deh.” Sungguh Kinan merasa bosnya itu mempunyai kelainan.

Siang hari, Kinan dan Kaivan pergi ke tempat yang akan mereka tuju, yaitu kota yang menjadi destinasi wisata di daerah jawa tengah.  Tidak ada kendala selama perjalan di dalam pesawat. Kinan sibuk menyiapkan dokumen untuk rapat dengan perusahaan hotel yang baru diakuisisi oleh Kaivan.
Setelah sampai tanpa menunda waktu, mereka pun langsung melangsungkan rapat hingga malam hari. Kaivan dan Kinan  memutuskan menginap di hotel tersebut selama beberapa hari mereka di Jawa Tengah.

“Hotel ini akan semakin maju dan banyak pengunjung setelah dilengkapi fasilitas sesuai instruksi saya.” Kaivan berbicara pada Kinan yang masih fokus mengerjakan beberapa pekerjaannya.
“Kinan …?” panggil Kaivan karena wanita itu tidak menanggapinya.

“Iya, Pak.”

“Sudah malam, kamu istirahat … pekerjaan yang belum selesai, dikerjakan besok saja.” Kaivan pun langsung bangkit dari tempat duduknya.

“Baik, Pak,” jawab Kinan. Kaivan yang merasa sudah lelah, pria itu pun langsung meninggalkan ruang rapat.

Setelah membersihkan diri, perut Kinan terasa begitu lapar. Kinan memutuskan mengenakan dress selutut dengan kerah model Sabrina. Wanita itu terlihat cantik dengan pakaian sederhananya. Wajahnya dia biarkan polos tanpa polesan make-up, rambutnya pun dia biarkan tergerai. Kinan berniat makan malam di resto hotel karena sudah lama tidak mengunjungi daerah itu. Kinan merasa rindu kepada  ibunya. “Sepertinya besok aku punya waktu untuk mengunjungi Bunda, semoga manusia kayu itu nggak merubah jadwalnya seenaknya,” gumamnya sambil melihat menu makanan yang hendak dia pesan.

Di kursi tidak jauh dari tempat duduk Kinan. Kaivan menatap wanita itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Dia pun langsung bangkit berjalan mendekati Kinan, tanpa dipersilahkan Kaivan langsung duduk di kursi kosong di depan sekretarisnya itu.

“Loh, Pak … Anda juga lapar?” tanya Kinan yang terkejut dengan kedatangan Kaivan.

‘Lah, kaya jelangkung nih orang tiba-tiba nongol aja,’ batin Kinan.

“Kinan … sepertinya saya harus berbicara serius sama kamu!” cetus Kaivan dengan nada yang ditekankan.

Kinan mengerutkan keningnya. “Pak, bukannya ini di luar jam kerja?” tanya Kinan. Sebenarnya dia sedikit kesal karena tidak bisa menikmati makanannya jika sudah membahas pekerjaan.

“Bukan urusan pekerjaan,” jawab Kaivan.

Kinan semakin heran dibuatnya. “Lalu, Bapak mau membicarakan apa?” tanya Kinan yang mulai penasaran, jika bukan urusan pekerjaan pembicaraan apakah yang menurut bosnya sangat penting itu?

Kaivan diam sejenak sebelum mengatakannya. “Kinan  … sepertinya saya menyukai kamu …!”

Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang