Bab 10

37 17 0
                                    

Kedua netra kinan membulat dengan sempurna, wanita itu sangat terkejut mendengar pengakuan dari bos-nya yang selama ini, Kinan kira Kaivan tidak menyukai Kinan, karena sikap pria itu selalu seenaknya padanya. Selama ini Kinan merasa lega karena Kaivan terlihat tidak menyukainya. Namun, kenapa sekarang Kaivan berkata demikian. Bukannya Kinan bukan wanita yang menjadi kriteria bos-nya?

“Pak, jangan bercanda … saya lagi nggak mau ketawa,” jawab Kinan berusaha menampik pengakuan Kaivan.

“Saya serius Kinan, saya suka sama kamu!” balas Kaivan meyakinkan.

Kinan terdiam cukup lama, wanita itu bingung dan merasa was-was. Jika wanita lain berada di posisi Kinan yang mendapat pengakuan dari pria tampan dan sangat mapan itu mungkin sangat bahagia. Tetapi  Kinan berbeda, dia tidak suka mendengar pengakuan Kaivan. Terlebih rasa takutnya lebih besar daripada cinta seorang pria. Dia takut akan kejadian buruk di masa lalu akan terulang kembali di masa depan.

“Maaf, Pak … tapi saya tidak menyukai Anda!” jawabnya dengan nada tegas.

Kaivan menghela napas mendengar jawaban Kinan. “Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Kaivan lagi.

“Saya tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan pria manapun, garis besarnya saya tidak tertarik pada lawan jenis!” Dengan lugas Kinan langsung berterus terang pada pria yang sedang menatapnya intens tanpa berkedip. “Mohon maaf, Pak. Tiba-tiba saya mendadak kenyang, jika bukan urusan pekerjaan … saya harap bisa beristirahat dengan nyaman … permisi!” Kinan langsung bangkit, tidak mau melihat ekspresi Kaivan yang tercengang mendengar jawabannya, wanita itu pun langsung pergi meninggalkan bos-nya.

“Gila  … Kaivan kesambet makhluk apaan bisa-bisanya ngomong ngelantur begitu,” gumam Kinan sambil menutup pintu kamarnya cepat.

Rasa lapar yang sebelumnya dia rasakan mendadak sirna, kini pikirannya dipenuhi dengan pengakuan Kaivan. Wanita itu tidak bisa berpikir jernih, sebelumnya teman kerja laki-laki yang pernah menyatakan perasaannya pada Kinan, wanita itu langsung mengabaikannya, semasa kuliah pun dia tidak pernah ambil pusing. Akan tetapi pria itu adalah Kaivan. Bos-nya sendiri, dan dia merasa tidak nyaman dengan hal itu. Sebagian waktu Kinan lebih sering bertemu dengannya.

“Apa aku berhenti kerja aja ya?” Wanita itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Bagai benang kusut Kinan tidak bisa menemukan solusi kegundahan hatinya. Hingga tengah malam Kinan tak bisa memejamkan mata. Akhirnya Kinan mencoba menghubungi sahabat satu-satunya untuk meminta solusi. Tidak berselang lama suara Klarisa terdengar dari ponsel Kinan.

“Lo, ngapa dah tengah malem-malem gini nelponin gue?” tanya Klarisa dengan suara yang serak khas orang baru bangun tidur.

Kinan menarik napas dalam sebelum mengatakannya pada Klarisa. “Ris, kalau gue tiba-tiba resign, menurut lo bisnis apa yang bisa cepat menghasilkan uang?” tanya Kinan.

“Hah … lo kesambet apaan malem-malem gini nanya bisnis ke gue? Tunggu-tunggu, bukannya lo cinta mati sama kerjaan lo yang sekarang, kenapa tiba-tiba mau berhenti kerja? Lo nggak kena kasus korupsi uang perusahaan ‘kan?” Tanpa memberi jeda, sahabatnya itu bagai kembang api yang meletup-letup menyerang Kinan dengan banyak pertanyaan. Nada suara Klarisa pun terdengar berubah lantang setelah mendengar pertanyaan Kinan.

Kinan sempat menjauhkan ponselnya sebelum menjawab pertanyaan Klarisa. “Kaivan, dia bilang suka sama gue, Ris … gue nggak bisa kerja sama dia kalau begini jadinya … lebih baik gue resign,” jelasnya.

“Apa …?” pekik Karisa.

“Lo gila, Kin … Dewa yunani itu nembak lo? Terima Kinan, terima …!” Suaranya begitu nyaring dan Kinan semakin tertekan setelah mendengarnya.

“Salah gue nelpon lo malem-malem. Tiba-tiba gue ngantuk mau tidur Ris, gue matiin ya.”
Tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya, Kinan langsung mengakhiri panggilan teleponnya.

Kinan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Terlintas dalam benaknya memori ketika ibunya sedang tertawa bersama sang ayah membuat jantung Kinan berdenyut. “Bunda, apakah aku salah ingin menikmati hidupku sendiri tanpa adanya seorang pasangan?” gumamnya sambil mencoba memejamkan mata.

Di tempat lain, Klarisa terus menggerutu sesekali umpatan keluar dari mulutnya. Dia mencoba menghubungi Kinan. Namun, sahabatnya itu tidak mau menerima panggilan teleponnya.

“Sialan … sumpret banget gue kesel sama lo Kinan … liatin aja gue kutuk lo jadi bucin sama bos lo!” 

***

Derasnya kucuran air tak mampu membuyarkan keterkejutan seorang Kaivan. Setelah mendapat penolakan tegas dari Kinan, pria itu langsung mengurung dirinya di kamar mandi dan membasahi seluruh tubuhnya dengan dinginnya air shower.

“Dia tidak menyukai lawan jenis?” Kaivan bertanya-tanya pada dirinya sendiri. “Jadi selama ini dia menyukai sesama jenis?” sambungnya lagi.

Setelah tubuhnya merasa kedinginan, Kaivan mengakhiri kegiatannya. Pria itu langsung berganti pakaian. Tubuhnya dihempaskan ke atas ranjang empuk berukuran king size.

“Rasanya nggak mungkin dia nggak menyukai laki-laki, apakah alasan itu hanya untuk menolakku? Kenapa dia berbeda … apa kurangnya aku ini, sepertinya aku cukup tampan dan pantas untuk dijadikan pendamping ….” Kaivan menyugar rambutnya kasar, tidak ada dalam kamusnya mendapat penolakan dari seorang wanita. Karena selama ini kebanyakan para wanita lah yang selalu mengejarnya.

“Jadi beginilah rasanya mendapat penolakan? Mungkinkah ini karma?” Pria itu masih saja memikirkan penyebab Kinan menolaknya. Bayangnya langsung melanglang buana, mengingat begitu banyak kau hawa menyatakan cinta kepadanya dan berujung mendapat penolakan dari Kaivan. Pria itu merasa inilah balasan akan sikapnya yang terlalu dingin kepada lawan jenis.

“Sial … setelah mendapat penolakan, aku semakin ingin mengejar dan mendapatkannya ….”Kaivan bergumam dengan netra yang terus menatap langit-langit kamarnya.


Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang