Bab 8

31 13 0
                                    

Sepuluh hari telah berlalu. Setelah satu minggu dirawat di rumah sakit, Kinan menambah cutinya untuk benar-benar memulihkan tubuhnya. Dan hari ini, Kinan sudah siap bekerja dengan penampilan sederhana. Namun, tetap sopan. Kinan mengenakan celana bahan hitam panjang dipadukan kemeja berwarna coklat milo, rambut panjangnya yang diikat kuda semakin menambah kadar kecantikan wanita itu. Hari ini dia sengaja tidak ber makeup tebal. Dia hanya mengoleskan lipstik berwarna nude dan foundation di wajahnya. Karena tidak ada agenda pergi bersama Kaivan, Kinan merasa senang hari ini bisa bekerja di dalam ruangannya saja.

“Tumben nggak make-up?” tanya Sahabatnya sambil berjalan malas duduk di meja makan.

“Make-up kok, lo nggak liat muka gue?” Kinan mendekat, wanita itu memakan roti yang telah disiapkan sebelumnya.

“Kin … gue seminggu nggak balik ke apart, lo nggak apa-apa kan?” Klarisa berkata di sela-sela mulutnya yang penuh dengan roti panggang buatan Kinan.

“Nggak apa-apa banget … lo mau pulang ke rumah ortu lo?” Kinan balik bertanya.

“Iya, Abang gue baru pulang dari Malaysia, katanya dia mau nikah bulan depan. Makanya gue sama Mommy mau nemenin calonnya ke salon dan  beberapa butik, jujur aja ya, gue lebih seneng kalau lo jadi kakak ipar gue. Kin, tapi bisa-bisanya lo nggak suka Abang gue yang tampan itu.”

Mendengarnya, Kinan langsung memukul kepala sahabatnya. “Sumpret banget gue gedek setiap lo ngomong gitu, Ris. Nggak ada habisnya lo mau jodohin gue sama  semua pria yang lo kenal. Dari   abang lo, manajer di toko, sepupu dokter, terus siapa lagi? Oh iya tetangga sebelah rumah Mommy lo. Kenapa nggak buka biro jodoh aja sekalian?”

“Wah … ide bagus itu, Kin. Gue bakal buka biro jodoh khusus buat sahabat gue yang cantik ini!” balas Klarisa dengan sumringah.

“Amit-amit Klarisa …!” seru Kinan dengan bergidik ngeri. Sahabat Kinan itu tertawa puas melihat tingkah Kinan.

***

Kinan tiba tepat waktu, wanita itu sengaja tidak membawa motornya, dia lebih memilih menaiki taksi karena malas harus berpanas-panasan.
Banyak karyawan yang menyapa Kinan, beberapa teman kerja yang beda divisi dengannya menayangkan kabar Kinan karena mereka tahu bahwa Kinan dirawat di rumah sakit. Kinan bersenandung setelah duduk di ruangannya.

“Ah … lama banget nggak ketemu kalian kangen deh,” gumam wanita itu sambil mengusap meja dan menyalakan laptopnya. Meja dan Kursi serta beberapa gantungan boneka yang dianggap sebagai temannya Itu sungguh membuat Kinan rindu pada ruang kerjanya.

Kaivan melihat di dalam ruangan pria itu menggelengkan kepala dengan senyum simpul menghias wajah tampannya. Tingkah konyol Kinan membuat moodnya langsung membaik.

“Dia tidak sadar dindingnya ruang kerjanya terbuat dari kaca? Atau mungkin dia tidak tahu kalau aku sudah datang lebih dulu?” tanya Kaivan pada dirinya sendiri.

Kaivan langsung meraih telepon dan menempelkannya di daun telinga. “Kinan, datang ke ruangan saya,” perintahnya.

Setelah mengetuk pintu, Kinan langsung masuk ke dalam ruangan atasan itu. “Anda memanggil saya, Pak?” tanya Kinan.

Kaivan mengangguk. “Bagaimana kondisi kesehatanmu, sudah lebih baik?” Kaivan berbasa-basi, jelas dia melihat bahwa Kinan terlihat sehat dan sangat cantik.

Hari ini dia terlihat berbeda … cantik!
Sial, fokus Kaivan!
Kaivan langsung berdehem untuk menyadarkan dirinya sendiri.

“Sudah jauh lebih baik, Pak.” jawab Kinan. Wanita itu merasa ada yang berbeda dengan sikap Kaivan, tidak biasanya bosnya itu bersikap ramah. Ah, mungkin karena dia baru saja masuk kerja karena cuti sakit, Kinan berusaha berpikir positif.

“Ini … beberapa dokumen yang belum dikerjakan … sepertinya besok saya akan pergi ke daerah jawa tengah, beberapa hari lalu saya sudah berhasil mengakuisisi hotel yang ada di pusat kota, jika kamu sudah benar-benar pulih. Bisakah kamu membantu saya selama di sana?”
Kinan sedikit terkejut mendengarnya, wanita itu tidak mengira dalam waktu beberapa bulan saja perusahaan Janendra group semakin maju pesat berkat kepemimpinan Kaivan.

Patut diacungi jempol dibalik sikapnya yang dingin dan kaku seperti kayu, aku kagum dengan kinerjanya … eh tapi tidak dengan orangnya!
Kinan memuji bosnya itu di dalam hati.

“Baik, Pak … saya akan menyiapkan semua kebutuhan Anda selama berada di sana,” jawab Kinan. Setelah mendapat anggukan dari Kaivan, Kinan pun langsung membawa berkas-berkas yang harus dia kerjakan.

Jam istirahat pun tiba, wanita itu masih fokus dengan pekerjaannya. Kaivan yang melewati mejanya pun tak disapa olehnya karena terlalu fokus menatap dokumen dan layar laptopnya. Kaivan kembali pun Kinan masih tidak menyadarinya, hingga suara ketukan meja membuyarkan fokusnya.

“Eh, iya … apa Bapak butuh sesuatu?” tanya Kinan pada Kaivan yang sedang berdiri di depan meja kerjanya.

“Kamu sudah makan siang?” tanya Kaivan.

Kinan menggeleng. “Belum, Pak … mungkin sebentar lagi,” jawab Kinan.

Kaivan langsung menaruh satu kotak makanan di atas meja Kinan. “Makanlah … saya tidak sengaja memesan lebih, jadi daripada dibuang mending kamu makan saja.”

Kinan menatap  bingung kotak  makan itu, detik kemudian wanita itu pun langsung beralih menatap Kaivan. “Terima kasih, Pak.”

Kaivan mengangguk dan berjalan masuk ke dalam ruangannya.

“Tumben banget … beneran ada angin dari barat kayaknya,” gumam Kinan wanita itu pun langsung membuka kotak makan itu dan memakannya.

Kaivan yang melihat dari dalam ruangannya menarik sudut bibirnya ke atas, pria itu tersenyum lebar melihat Kinan memakan makanan yang dia belikan.

“Ah … akhirnya selesai juga kerjaan hari ini … loh udah malam banget ternyata … aku harus cepat pulang ini, takut ketinggalan busway,” gumam wanita itu sambil merapikan barang-barangnya.
Saking fokusnya bekerja, Kinan tidak menyadari bahwa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dengan cepat dia berjalan ke luar dan menekan tombol lift. Sibuk memainkan ponsel wanita itu tidak menyadari seseorang sedang berdiri di sebelahnya.

“Kenapa baru pulang? Bukannya kamu baru sembuh?”

“Ya Tuhan …!” pekik Kinan.

Bariton suara itu langsung mengejutkan Kinan hampir saja ponselnya terjatuh dan lepas dari genggamannya.

“Bapak kenapa sih seneng banget bikin saya kaget, kalau saya kena serangan jantung bapak mau tanggung jawab?” Kinan kesal karena Kaivan selalu saja muncul tiba-tiba.

“Masuk,” perintah Kaivan setelah pintu lift terbuka. Dengan perasaan yang masih kesal Kinan pun menurut saja.

“Kamu pulang naik motor?” tanya Kaivan mencari topik pembicaraan.

Kinan menggeleng. “ Tidak, saya naik angkutan umum,” jawabnya.

“Bahaya malam-malam naik angkutan umum, biar saya antar kamu.” Kaivan langsung menawarkan diri, lebih tepatnya memerintah agar Kinan mau diantar olehnya.

“Nggak usah, Pak … saya naik Busway saja,” tolak Kinan.

“Kinan kamu seorang wanita, sangat rawan berjalan-jalan sendiri ini sudah malam!” Nada bicara Kaivan mulai ada penekanan. “Kami saya antar nggak ada alasan apapun!” lanjutnya.

“Loh, kok Bapak ngatur saya sih, Pak … inikan bukan jam kerja lagi, saya berhak dong memilih mau pulang naik apapun itu, mau jalan kaki pun itu urusan saya …!” seru Kinan dengan kepalan tangan menahan kesal.

Berjalan ke Arahmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang