Entah sudah berapa kali teriakan amarah dan sumpah serapah terdengar di telinga Juugo, begitu memekikkan telinganya. Daripada bereaksi, lelaki itu memilih diam tanpa ekspresi sembari menanti wanita berambut merah di depannya ini tenang. Walaupun ia menyadari bahwa mungkin akan butuh waktu yang cukup lama bagi wanita itu mengontrol emosinya.
Telapak tangan Karin yang kecil dan putih terlihat memerah karena terus-menerus menggebrak meja dengan keras. Ekspresi frustrasinya tercermin dalam gerakan yang berulang kali itu. Jari-jarinya memutih saat ia meremas kertas yang ada di tangannya, mencerminkan betapa tidak puasnya wanita itu terhadap apa yang tertulis disana.
"Sasori.. Kau mempermainkanku selama ini rupanya?" desis Karin dengan suara tertahan, matanya menerawang seolah Sasori berada di hadapannya.
Pandangan Karin kembali tertuju pada dokumen itu dan setiap kali melihatnya, otaknya terasa mendidih. Dokumen yang ada di tangannya adalah salinan surat wasiat Sasori, yang dibawakan Juugo untuknya. Rupanya selama ini Karin keliru mengira bahwa lelaki naif itu akan memberikan segalanya demi cinta, bahkan menyertakan namanya dalam wasiat itu. Namun, yang terlihat jelas adalah bahwa dirinya sama sekali tidak tertulis di dalamnya. Dia tidak akan mendapatkan apa pun, bahkan secuil kekayaan dari Sasori. Tidak hanya itu, sebanyak 50% kekayaan Sasori akan diwariskan kepada Sakura, sementara Suigetsu hanya diberi 30%. Lalu sisanya akan disumbangkan.
Laki-laki gila, pikir Karin.
Karin meremas kertas itu hingga tak berbentuk, sekali lagi berteriak dan membuangnya ke sembarang arah. Ia membanting punggungnya ke sandaran kursi dan memijat pelipisnya frustasi.
"Sungguh mengejutkan. Apa menurut Anda tuan tahu bahwa Tuan Muda Suigetsu bukanlah-"
"Omong kosong, Juugo! aku lebih tahu laki-laki itu!" potong Karin dengan cepat, suaranya penuh kekesalan. Bahkan untuk menyebut namanya sekarang membuat wanita itu emosi.
Juugo menaikkan sebelah alisnya, menunjukkan ekspresi ragu, "Tuan muda tidak mirip dengan Anda, bagaimana Anda tahu Tuan Sasori tidak curiga?"
Pertanyaan Juugo membuat Karin terdiam, matanya melirik tidak suka ke arah lelaki itu.
"Jika kau tidak bisa meredakan suasana lebih baik tutup mulutmu," ketus Karin.
Tanpa ragu, wanita itu mengambil botol alkohol yang ada di mejanya dan menegakkannya dengan tegas. Ia tidak ragu untuk menunjukkan sisi gelapnya ini kepada Juugo, menunjukkan bahwa ia berada dalam keadaan yang tidak terkendali.
"Bagaimana? Sudahkah kau menemukan siapa di balik penembakan terhadap Sakura?" tanya Karin, mengubah arah pembicaraan secara tiba-tiba.
Juugo menghentikan tangan Karin yang hendak meneguk minuman keras itu sekali lagi. Bau alkohol yang semerbak bukanlah masalah, tetapi melihat Karin minum dalam jumlah yang banyak membuatnya merasa tidak nyaman. Meskipun ia merasakan tatapan tajam dari wanita itu, Juugo tetap tersenyum.
"Daripada itu..." ucap Juugo, membiarkan kalimatnya tergantung, sementara tangannya masih menahan gelas yang dipegang Karin.
"Saya punya sesuatu yang lebih menarik."
Dahi Karin mengernyit saat ia melihat bagaimana Juugo berubah menjadi misterius. Dengan enggan, ia meletakkan alkoholnya, memilih untuk menunggu dan melihat apa yang akan Juugo ungkapkan. Matanya terus waspada saat Juugo merogoh saku di balik jasnya. Rasa ketertarikan Karin semakin meningkat ketika Juugo akhirnya memegang sebuah amplop. Tanpa ragu, Karin segera membuka amplop tersebut sesaat setelah Juugo memberikannya.
Diluar dugaan, isi amplop tersebut membuat Karin terkejut bahkan lebih dari surat wasiat sebelumnya. Matanya membelalak dan ia spontan menutup mulutnya, hampir saja terpekik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Falling Ares
FanfictionSasuSaku Fanfiction Sasuke merasa hidupnya telah sempurna dengan kehadiran Karin yang telah dia anggap sebagai cinta sejatinya. Semua itu sirna ketika Karin terpaksa harus menikahi orang lain, Haruno Sasori. Namun pernikahan itu tak alih membuat Sa...