Chapter 10

4.5K 46 1
                                    

𝐕𝐎𝐓𝐄 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐌𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀 📌

ᖴOᒪᒪOᗯ Ay_ayana15

                      🐰𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜🐰

••••••

Bel apartemen Elena sedari tadi tak henti-hentinya berbunyi. Entah siapa yang pagi-pagi buta bertamu dan sangat tidak sabaran, seperti orang yang tidak punya kerjaan saja.

Aland terbangun dari tidur lelapnya akibat bel yang sedari tadi berbunyi itu, ia bangkit dari tempat tidurnya dengan masih menggunakan baju tidur kimononya.

Dengan langkah gontai, Aland melangkahkan kakinya menuju pintu utama apartemen dengan sedikit menggerutu. "Dasar, kurang kerjaan sekali. Pagi-pagi buta begini ada perlu apa? Mengganggu saja," gerutu Aland kesal.

Dibukanya pintu, "Kau siapa?" tanya pria didepannya spontan saat melihat dirinya, Aland. Yang membukakan pintu.

Aland tebak pasti ini orang yang bernama Aldrich itu. "Tidak perlu tahu siapa aku, ada keperluan apa anda kemari?" ujar Aland balik bertanya dengan tatapan dinginnya.

"Apakah anda Aldrich ?" tanya Aland lagi, memastikan.

"Iya, saya. Ada apa? Kau siapa?" tanya Aldrich yang sepertinya salah paham akan dirinya, dilihatnya tangan pria itu mengepal dengan keras.

"Tidak apa-apa, pergilah! Tidak sopan menganggu orang yang sedang tidur," ujar Aland dengan sengaja.

"Kau, apa yang kau lakukan disini?" tanya Aldrich menahan amarahnya.

"Apalagi kalau bukan yang semestinya?" ucap Aland dengan senyum smirknya.

"Silahkan pergi!" usir Aland tersenyum ramah menampakkan deretan gigi-giginya, sembari menutup pintu apartemen.

Aldrich menahan gagang pintu, mukanya memerah. "Kau apa-apaan? Kau yang pergi dari sini!" ujar Aldrich yang balik mengusir Aland.

"Anda ini ada masalah apa? Pagi-pagi buta menekan bel apartemen orang tanpa henti, serta mencari masalah. Pergilah!" usir Aland menanggalkan tangan Aldrich digagang pintu.

"Mengganggu saja!" sambung Aland dengan segera ia menutup pintu apartemen, lalu menguncinya.

"Hahaha"

"Mampus! Siapa suruh kau begitu keterlaluan terhadap kakakku." ujar Aland tertawa cekikikan setelah berhasil mengerjai Aldrich, sangat puas rasanya.

Tak henti-hentinya ia tersenyum, sangat bahagia. Elena yang baru saja keluar dari bilik kamarnya, keheranan melihat sang adik yang sedari tadi terlihat senyam-senyum, cengengesan.

"Kau kenapa? Masih sehat 'kan?" tanya Elena dengan muka keheranannya.

"Sangat sehat, dan sangat bersemangat." ujar Aland sembari menyambar roti panggang ditangan kakaknya.

"Hahaha"

Aland berlalu pergi, kembali ke bilik kamarnya, wajahnya berseri-seri terlihat sangat bahagia. Sedangkan Elena masih dengan tatapan keheranannya melihat tingkah sang adik yang menurutnya sangat aneh.

••••

Elena berjalan-jalan santai sendirian di sekitaran taman yang tak jauh dari apartemen miliknya, langkahnya terhenti saat sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya.

Kaca mobil diturunkan oleh sang pemilik mobil yang berwarna hitam itu, nampak dikemudi kan Aldrich.

"Masuk! Biar saya antar pulang." suruh Aldrich sembari menunjuk kursi penumpang yang berada disebelahnya.

"Eh, tidak usah om. Aku ingin jalan-jalan santai saja, om pulanglah! Aku bisa pulang sendiri nantinya," ujar Elena tersenyum dan melanjutkan langkahnya.

Aldrich yang melihat hal itu semakin kesal, dengan segera ia turun dari mobilnya, mengejar Elena lalu menggendong tubuh gadis itu ala bridal style.

Elena meronta, namun tetap saja Aldrich menghiraukan itu semua. ia mendudukkan tubuh gadis itu dikursi penumpang, memasang sabuk pengaman agar sang gadis tak bisa kabur.

"Kau tahu aku sangat merindukanmu dua hari ini? Kenapa sengaja tak memberikanku kabar, hem?" ujar Aldrich yang berada tepat di hadapan Elena, dapat ia rasakan deru nafas sang pria mengenai wajahnya.

"Dengan semua yang telah terjadi, kau berencana kabur dariku?"

"Dan malah membawa pria lain ke apartemenmu?" ujar Aldrich dengan meraba area sensitif Elena.

Tersenyum licik, tanpa aba-aba ia memasukkan jarinya ke dalam lubang kewani*aan Elena. Sang gadis menggeliat menahan sakit, saat seperti ini ia tak bisa melakukan apa-apa.

"Jawab! Kenapa kau menghindar? Apa pria yang tadi pagi barulah pacarmu?" tanya Aldrich menyosor lekuk leher Elena.

"S-siapa yang o-om m-maksud" tanya Elena dengan terbata-bata.

"Pria yang memakai kimono tidur tadi pagi, pacar kamu bukan?" tanya Aldrich yang menambah ritme gerakan jarinya dibawah sana.

Elena menggelengkan kepalanya. "B-bukan." jawab Elena.

Mendengar jawaban dari Elena Aldrich menyambar bibir gadis itu, namun lagi-lagi Elena meronta, menolak. Ia tak ingin, entahlah dirinya merasa sedih dan kecewa.

"Lepas om! Biarkan aku pulang." ujar Elena menatap sayu, air matanya sudah menggenang siap kapan saja terjatuh membasahi pipinya. Ia kecewa, sangat kecewa.

Aldrich seakan-akan datang kepadanya hanya sekedar ingin bercinta dan imemuaskan birahinya saja.

"Kamu masih marah karena dihari kelulusanmu saya tidak datang dan mengirimkan hadiah?" tanya Aldrich melembut dengan menyudahi aktivitasnya dibawah sana.

"Maaf." ucap Aldrich tulus.

"Tidak apa-apa, pasanganmu lebih penting daripada aku." ungkap Elena seketika membuat Aldrich terperanjat tak percaya.

"Hubungan kita juga tidak sespesial itu. Jadi tidak usah meminta maaf, aku bukan siapa-siapa. Juga tidak ada hak bagiku meminta waktumu."

Aldrich termangu, ditatapnya wajah sang gadis yang kini pipinya mulai dibahasai air matanya. Entahlah, mendengar penuturan sang gadis hatinya merasa sedikit teriris.

Aldrich memeluk tubuh Elena. "Maaf, sedari awal saya tidak jujur."

"Akan tetapi saya berjanji tidak akan meninggalkanmu, dan seterusnya saya tidak akan membuat kamu merasa sedih lagi." ujar Aldrich menengkan Elena.

"Jangan pernah mencoba kabur dan meninggalkan saya!"

"Kamu mempunyai ruang tersendiri dihati saya, jangan meragukan saya lagi Elena." pinta Aldrich.

"Biarkan begini sebentar, saya sangat merindukan saat seperti ini." ujar Aldrich menyandarkan kepalanya dan diapit oleh dua gundukan kenyal milik Elena.




Bersambung

𝐓𝐈𝐍𝐆𝐆𝐀𝐋𝐊𝐀𝐍 𝐉𝐄𝐉𝐀𝐊, 𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐌𝐄𝐍𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐏𝐄𝐌𝐁𝐀𝐂𝐀 𝐆𝐄𝐋𝐀𝐏 ⚠️

SUGAR DADDY (17+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang